1

19.8K 844 16
                                    

Alano telah selesai dengan dua perempuan sekaligus malam ini. Dia keluar kamar dengan hati tidak sekacau tadi. Mungkin karena kepuasan hasratnya telah tersalurkan dengan baik. Tetapi ketenangannya tak bertahan lama. Lelaki itu menghentikan langkahnya seketika. Rahangnya menegas ketika ia melihat Alec ada di seberang lorong sambil menatap lurus kepadanya. Alan mengembuskan nafasnya kasar sebelum ia berjalan lagi untuk menghampiri Alec. "Ada apa ?" tanya Alan singkat. Lelaki itu tak pernah berdo'a kepada Tuhan. Namun untuk kali ini, dia ingin sekali meminta Tuhan untuk memberinya kebebasan bernafas tanpa masalah walaupun hanya sehari saja.

"Aku punya satu kabar baik dan satu kabar buruk, Alan."

"Aku ingin kabar baiknya dulu." Alan mengusap wajahnya sendiri sambil berjalan. Alec mengikuti Alano untuk berjalan beriringan. "Truk kokain sudah sampai di Milan. Walton meneleponku tadi untuk memberi selamat karena kokain yang kau jual selalu dalam kualitas baik." Alec menjawabnya dengan pasti. Alan tersenyum miring mendengarnya. Ia sudah menduga jika kubu selatan tidak akan bisa menyentuh bisnisnya, apalagi mengalahkannya.

"Kabar buruknya ?" Alec langsung berhenti tersenyum ketika Alan menanyakan hal itu. "Kita berhasil melenyapkan seluruh Klan Geronimo, namun sayangnya kita belum bisa membunuh satu orang lagi." Alano mengernyitkan dahinya. Dia menghentikan langkahnya kemudian mengintimidasi Alec dengan tatapan tajmnya.

"Adik Lucas yang termuda kebetulan masih di Amerika. Namun jangan khawatir, aku akan mengirim orang - orangku yang berada di New York untuk menghabisi Marybel."  Alano mengernyit dua kali. "Dia perempuan ?" Alec tersenyum lebar dan memiringkan kepalanya sedikit. "Dia kuliah disana dan sudah diwisuda bulan ini. Mungkin sebentar lagi dia akan pulang ke Bergamo."

"Ke Bergamo ?" Alan berusaha mengoreksi kata - kata Alec, barangkali pamannya itu salah bicara. "Iya, dia akan ke Bergamo kurasa. Dia tidak begitu akur dengan keluarganya yang lain." Alec menjelaskannya dengan singkat. Pria paruh baya itu dulunya dekat dengan Klan Geronimo jadi dia hafal satu per satu anggota keluarganya. Termasuk Marybel, gadis kecil yang sangat pemarah. Tapi itu sudah 15 tahun yang lalu. Sekarang, Klan Geronimo berubah total.

"Jangan habisi dia. Kirim semua data dirinya padaku termasuk fotonya. Aku tidak akan membunuh perempuan secara sembarangan." Kemudian Alan meninggalkan Alec begitu saja di lorong.

***

Marybel sedang menunggu di Kennedy International Airport untuk segera pulang ke rumahnya. Dia ingin sekali pergi ke suatu tempat di perbukitan atau pantai sekalipun, tak menjadi masalah baginya, asal dia bisa kembali menemukan inspirasinya. Dia tak ingin bergulat dengan New York dan segala sesuatu yang mengingatkannya dengan patah hatinya.

"Apa kau yakin kau ingin pergi ?" Christina menggenggam kedua tangan Marybel, seakan tak membolehkan perempuan itu untuk pergi. "Aku butuh istirahat, Christ. New York mengingatkanku pada Hardin." Christina melipat bibirnya ke dalam kemudian memeluk Marybel begitu saja. 

"Aku akan sangat merindukanmu. Apartemen akan sepi tanpamu." Marybel tertawa kecil mendengarnya. "Kau jangan membual ! Evan akan senang dengan kepergianku. Tidak akan ada lagi yang menggedor kamarmu di tengah malam saat aku mendengar kau mendesah terlalu keras."

"Hey ! Kita sepakat untuk tidak membahas hal itu !" Christina tersipu malu mendengarnya. "Sekarang kau harus pergi. Gerbang penerbanganmu sudah dibuka. Kabari aku ketika kau sudah mencapai Bergamo." Marybel tertawa lagi melihat Christina tampak salah tingkah.

"Kau tahu aku pasti akan merindukanmu, Christ. Aku akan merindukan New York. Aku pasti akan kembali lagi kemari." Ujar Marybel penuh ketulusan sambil memeluk Christina kembali. Setelah dirasa cukup, ia melepaskan pelukan itu dan mulai menggeret kopernya menuju gerbang pemberangkatan. Marybel masih sempat melihat Christina melambaikan tangannya sebelum dia benar - benar masuk ke gerbang tersebut. Dia membalikkan badannya dan mengusap air matanya. Ia tak menampakkan kesedihannya sedikitpun pada Christina. Dia tahu wanita itu pasti akan khawatir berlebihan. Memang begitu sifatnya, dia sangat protektif terhadap Marybel karena gadis itu memang lugu.

Marybel melihat ke seluruh kursi penumpang. Dia tak langsung duduk begitu saja melainkan diam sebentar sambil melamun. Ia merogoh sakunya dan mengambil sebuah foto yang ia simpan disana. Dia segera merobek foto tersebut menjadi dua bagian. Marybel ingin membuangnya tetapi dia tak menemukan tempat sampah di sekitarnya. Dia mengembuskan nafasnya tenang dan menyimpan dua potongan gambar tadi ke dalam sakunya.

"Aku akan membuangnya begitu aku sampai di Italia nanti." Marybel bergegas duduk dan mengambil window seat agar ia bisa melihat awan. Dia rasa, hal itu sudah cukup menenangkannya dari suasana New York yang amat riuh.

***

Alano membuka file itu dengan hati - hati. Disana ada biodata lengkap dari adik terakhir dari Lucas Geronimo. Alan membacanya seksama hingga salah satu alisnya terangkat. Simpul senyumnya muncul begitu saja ketika membaca biodata itu.

"Marybel pasti sangat cerdas hingga bisa diterima di Universitas Columbia. Dengan mengambil jurusan sastra, aku bisa merasakan jika dia tak meletakkan minat di dunia mafia." Alec diam saja, tak berusaha membalas Alano karena ia tahu jika lelaki itu belum selesai membaca. "Dimana fotonya ?" Alan menoleh kepada Alec sesaat karena dia tak menemukan foto Marybel disitu.

"Ada di halaman paling belakang, kuselipkan bersama dengan alamat rumahnya di Bergamo yang telah kita sita." Alano kembali fokus ke dokumen barusan. Dia membuka map itu hingga ke halaman terakhir dan menemukan satu kertas tebal yang ia rasa pastilah itu foto Marybel. Alan menarik foto itu dari penjepit dokumen dan membaliknya begitu saja.

"Ya Tuhan, benarkah ini Marybel ?" Alano bertanya dengan nada tak percayanya. Gadis itu tampak sangat ceria dengan rambut hitam sedikit bergelombang yang indah. Matanya berwarna coklat terang. Senyumnya sangat lebar, mengingatkannya pada mendiang ibunya yang memiliki senyum seindah itu.

 Senyumnya sangat lebar, mengingatkannya pada mendiang ibunya yang memiliki senyum seindah itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Itu dirinya sebelum meninggalkan Milan. Saat itu ia berlibur ke Paris seorang diri. Kini sudah empat tahun berlalu dan kita tidak tahu bagaimana perubahannya."

"Aku tak peduli. Yang aku tahu, dia pasti cantik di umurnya yang sudah dewasa ini." Alano menyergah ucapan Alec barusan. "Aku akan menemuinya di Bergamo ketika dia sudah kembali nanti."

"Pesawatnya sudah terbang kemari beberapa jam yang lalu, Alan. Dia akan sampai disini dalam beberapa jam ke depan." Alan yang semula tenang menjadi terkejut mendengar hal itu. "Benarkah ? Ayo kita pergi ke sana sekarang juga." Alec ingin mencegahnya tetapi lelaki itu sudah menyahut jasnya dan berjalan pergi meninggalkan ruangan.

"Apa yang ia harapkan dari perempuan berumur 22 tahun ?" Alec memaki Alano di dalam hatinya. Mau tak mau, dia harus menuruti kemauan pemimpin mafia itu untuk segera menemui Marybel.

POSSESSION : Legacy of MafiaWhere stories live. Discover now