4

11.2K 522 13
                                    

Marybel berada di lokasi pembangunan usaha baru yang akan dikelolanya nanti. Perempuan itu semangat sekali ketika Alano mengajaknya kemari. Dia melihat ke sekeliling, semuanya sangat sempurna baginya.

"Beri aku waktu hingga besok lusa, aku akan survey mulai dari sekarang hingga besok." Marybel sangat semangat melihat potensi usaha ini mengingat letaknya sangat strategis di tepi perempatan jalan sehingga dia bisa menggunakan kedua sisi bangunan sekaligus untuk menambah kesan luas bangunan ini.

"Bagaimana caranya ? Kau belum cukup pulih ?"

"Aku lebih kuat daripada yang kau tahu." Perempuan itu melipat kedua tangannya di atas perut sambil menolehkan kepalanya ke atas untuk melihat Alano secara jelas, seakan dia sedang menantang Alano.

"Kau tidak boleh pergi." Tandas Alano memperingati. Marybel sedikit tertawa kemudian membusungkan badannya maju mendekati Alano.

"Aku tidak minta izinmu." Perempuan itu tersenyum puas kemudian pergi begitu saja. Alano mengawasinya dari kejauhan sebelum Marybel benar - benar hilang dari pandangannya.

Lelaki itu mengode salah satu anak buahnya untuk mengikuti Marybel. Entah mengapa Alano sangat khawatir terhadap perempuan itu mengingat kondisinya belum benar - benar membaik. Tetapi dengan luka lebam yang membiru-pun, Marybel tetap terlihat cantik di matanya. Alano segera mengambil buku kecil beserta pena yang selalu ia bawa kemana - mana, berada di dalam saku celananya. Dia menuliskan sesuatu disitu, terkadang ia berhenti sebentar kemudian ia menulis lagi.

"Apakah terjadi sesuatu ?" Alec menghampirinya karena merasa ada sesuatu yang tidak beres hingga Alano mengeluarkan buku kecil itu.

"Tak apa, aku hanya menulis sesuatu." Kemudian Alano menjauh dari Alec dan masuk ke mobil. Lelaki itu menurunkan sedikit sandaran kursi sehingga tubuhnya menjadi setengah tidur kemudian kembali menulis pada buku kecil itu.

Alec hanya memperhatikan saja dari jauh. Dia tahu jika dia sedang menulis sesuatu tentang Marybel dalam buku hariannya. Buku itu sangat kecil dan tipis, namun Alano selalu membawanya kemanapun bersama dengan pena kecilnya. Buku itu sudah pasti berisi hal - hal krusial yang tak mampu ia ceritakan pada siapapun.

Padahal Alec siap menjadi pendengarnya.

***

Marybel memiliki ide yang sangat brilian. Dia tahu laptopnya tak bisa digunakan lagi jadi ia mengambil selembar kertas folio dan menuliskan kuesioner sendiri pada kertas itu. Dia juga sudah menyiapkan uang yang akan digunakannya untuk biaya fotokopi.

Sambil menunggu hasil fotokopinya keluar, dia mengamati sekitarnya. Bergamo sebenarnya tidak terlalu padat penduduk tetapi wilayah itu tetap ramai. Banyak turis berlibur kemari. Diam - diam, Marybel mengamati apa saja yang dibawa oleh orang - orang yang berlalu lalang. Rata - rata mereka membawa kopi dan minuman manis seperti soda. Ada beberapa orang di halte yang membawa kentang goreng sebagai cemilan. Marybel sudah bisa menduga jika bisnis paling mendukung yang bisa dilakukan di sekitar sini adalah makanan cepat saji.

"Nona, ini pesananmu." Petugas fotokopi itu memberikan tumpukan kertas yang tebal hasil fotokopi itu kepada Marybel. Dia segera mengeluarkan uang dan pergi begitu saja.

"Nona ini masih ada kembaliannya."

"Ambil saja." Ujar Marybel setengah berteriak. Dia lari begitu saja menyusuri jalan dan mulai mendatangi orang satu per satu untuk ia tanya - tanyai. Marybel menggunakan jurus jitunya yaitu dengan senyum cerah dan keramahannya untuk menayai mereka satu per satu. Prinsipnya adalah satu responden tak boleh melebihi waktu lima menit sehingga bisa atau tak bisa, ia harus mengumpulkan data - data surveinya seakurat mungkin.

Alano sedang terjebak di lampu merah ketika dia melihat perempuan itu berdiri di tepi jalan dengan pria paruh baya yang sedang ia wawancarai sebentar. Keringat tampak membanjiri pelipisnya tetapi senyumnya tak surut sama sekali. Alec juga melihat hal itu karena dia ingin tahu apa yang sedang dilihat Alan sejak tadi.

"Dia tidak terlihat seperti keluarga mafia." Komentar Alec. Alano tetap diam sampai ia memutuskan untuk membuka kaca mobilnya sedikit agar bisa melihat Marybel lebih jelas. Dia baru saja selesai dengan responden kesekiannya. Alano masih sempat melihat jika gadis itu mengelap keringatnya sebentar menggunakan tisu. Kepalanya menoleh ke sembarang arah dan perempuan itu menemukan Alan di dalam mobilnya yang sedang memandangnya juga. Marybel tersenyum lebar sambil melambaikan tangan. Alan melipat kedua bibirnya ke dalam, sedikit gugup di hadapan perempuan yang ia sukai itu. Belum sampai ia membalas lambaian tangan Marybel, mobilnya sudah jalan terlebih dahulu sehingga Alan melewatkan senyum gadis itu begitu saja.

"Aku tak tahu Alec, aku rasa..." Alan belum sempat menyelesaikan kata - katanya tetapi dia terlalu bingung untuk mengungkapkan perasaannya.

"Kau menyukainya. Aku tahu itu." Alec tersenyum menang karena bisa membaca ekspresi Alan.

"Benar, aku menyukainya." Alan menyerah dengan perasaannya sendiri.

"Aku tahu kau mulai menyukainya semenjak kau melihat foto yang kuberikan saat itu. Caranya tersenyum membuat semua orang menyukainya."

Alano berpikir keras dalam otaknya. Di satu sisi dia tak ingin gegabah dalam menyukai perempuan di satu sisi dia merasa tak akan bisa menggapai Marybel. Entah mengapa dia merasa mereka berdua memiliki kehidupan berbeda.

"Semalam dia memberitahuku jika dia tak menyukai keluarganya. Dia merasa keluarganya tidak baik. Sudah pasti dia tak suka dengan mafia, sedangkan aku ? Aku pemimpin mafia." Alano menjabarkan apa yang ada di pikirannya secara gamblang. Alec tertawa kecil, membuat Alano langsung menatapnya tajam.

"Kau tahu, Marybel masih 22 tahun. Dia belum bisa membedakan, apakah karena menjadi mafia keluarganya jadi buruk atau memang tabiat keluarganya yang dari awal sudah buruk, dia belum bisa membedakan itu, Alan." Alano mendengarkannya dengan seksama. Ini adalah cetusan terhebat yang pernah ia dengar dari Alec. Tak salah jika mendiang ayahnya mempercayai Alec sebagai penasihat keluarga.

"Kau harus membuatnya percaya jika menjadi seorang mafia tak seburuk apa yang ia pikirkan. Buktinya, klan lain baik - baik saja. Hanya Geronimo yang bermasalah." Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Alec. Pemikiran Alan sejalan dengannya mengingat Klan Geronimo yang telah menjadi pengkhianat dan membelot dari kubu utara. Dia rasa, memang keluarga itu bukan keluarga baik - baik.

"Aku harap aku bisa meyakinkannya. Aku tak tahu mengapa, tapi aku merasa di satu sisi Marybel adalah orang yang sangat riang namun di sisi yang lain, ia seperti tak tersentuh siapapun. Sepertinya dia tidak baik - baik saja."

"Jika dia baik - baik saja, dia tak akan kabur sejauh itu ke Amerika."

Sekali lagi Alec benar.

POSSESSION : Legacy of MafiaWhere stories live. Discover now