7

7.7K 442 11
                                    

Marybel mempercepat langkahnya ketika ia mendengar suara Alano yang berusaha mengejarnya. Dia mengambil lajur kanan begitu saja dan berbelok untuk menghindari Alano, berharap jika lelaki itu kehilangan jejaknya.

"Bels, dengarkan aku !" Suara Alano masih terdengar dengan jelas di sepanjang trotoar. Beberapa orang ada yang memperhatikan mereka karena Alano dan Marybel tampak seperti pasangan yang baru saja bertengkar.

Alano melihat gadis itu berbelok kanan. Terbesit di otaknya untuk mengambil jalan pintas. Alano langsung melangkahkan kakinya memasuki jalan kecil yang sangat sempit, seperti perbatasan antara dua rumah. Dia berlari disana dan segera berbelok kiri untuk mencapai jalan yang dilewati Marybel saat ini.

"Ya Tuhan !" Marybel memekik saat ada tangan yang menyeretnya masuk ke jalan kecil tersebut. "Apa yang kau lakukan !" Marybel memukul dadanya pelan dan Alano mencium gadis itu begitu saja.

"Jangan pergi." Marybel sudah akan menampar laki - laki itu sebelum lelaki itu berhasil memegang tangannya dan menguncinya ke atas. Lelaki itu berusaha mencumbu Marybel kembali tetapi gadis itu langsung menendang selangkangan Alano yang membuat lelaki itu memekik kesakitan.

"Dasar kau cabul ! Aku akan menelepon polisi jika kau menggangguku lagi !" Marybel segera berlari dari tempat itu, meninggalkan Alano yang masih kesakitan sambil memegangi kemaluannya. Lelaki itu bangkit pelan - pelan dan berusaha mengejar Marybel. Gadis itu terlampau sulit untuk dijinakkan.

Baru saja Marybel sampai di depan motelnya, pemilik motel itu sudah melihat sinis ke arahnya. Wanita tua dengan baju kunonya itu menghampiri Marybel dengan tatapan sengitnya.

"Bukankah kau harusnya meninggalkan motelku nanti siang ? Mengapa kau tak kunjung mengemasi barangmu ?" Cecarnya. Marybel berusaha tenang terlebih dahulu agar pemilik motel itu tak semakin memarahinya.

"Baiklah, aku akan mengemasi barangku sekarang." Ujar Marybel dengan senyum. Dia segera melewati pemilik motel tersebut dan berjalan menaiki tangga. Alano masih sempat melihat gadis itu dan dengan tenaganya yang tersisa, dia berlari ke arah Marybel.

Marybel baru saja membuka kamarnya ketika Alano mengagetkan gadis itu untuk kesekian kalinya. "Apa lagi sekarang !" Marybel terdengar sangat marah.

"Apa yang ingin kau bicarakan padaku ?" Alano masih tetap kukuh dengan pertanyaannya. Marybel memutar bola matanya sinis kemudian dia memasuki kamarnya.

"Awalnya tadi aku akan meminta pekerjaan padamu. Tapi setelah kulihat kau..."

"Orang yang kutembak tadi adalah pamanku sendiri. Aku sangat marah ketika tahu bahwa dia menjual anak - anak di bawah umur ke rumah bordil." Tandas Alano dengan cepat dan tegas. Dia memotong ucapan Marybel sebelum gadis itu berpikir yang tidak - tidak. Marybel menoleh ke Alano, menatap mata lelaki itu dengan jelas.

"Aku tidak bisa menoleransi kesahalannya."

"Tapi itu tak menjelaskan mengapa kau berusaha memperkosaku."

"Aku tak berniat memperkosamu demi apapun. Aku hanya mencumbumu." Alano menggebrak meja sekarang. Marybel terdiam dengan nafasnya yang terengah - engah. Dia tak ingin menanggapi lelaki satu ini.

"Keluarlah dari kamarku. Aku sedang tak ingin bicara denganmu." Ujar Marybel sangat tenang. Bahkan Alano tak pernah mendengar Marybel sedatar ini sebelumnya.

"Dengar, ku akui aku sangat marah saat itu dan kau datang di saat yang tepat..."

"Di saat yang tepat ?" Marybel mengulangi kata - kata Alano. "Maksudmu kau akan melampiaskan kemarahanmu padaku ?"

"Aku menyukaimu Marybel tidakkah kau peka ?!" Bagus, Alano membentak gadis itu lagi membuat Marybel semakin takut.

"Kau datang tiba - tiba saja di kehidupanku, membuat aku kecanduan akan suara dan senyummu. Aku hanya memikirkanmu selama beberapa hari ini dan tadi kau datang ketika aku benar - benar marah. Tidakkah kau tahu jika aku hanya ingin memelukmu agar kemarahanku bisa cepat reda ?"

Marybel terdiam mendengar penjelasan Alano. Otaknya terlalu bingung untuk merespon ucapan Alano barusan.

"Dan tentang kau yang masih perawan, aku minta maaf soal itu. Aku tak mengetahuinya. Aku berjanji tak akan menyentuhmu tanpa seizinmu." Alano terdengar sangat tegas dan tulus dalam waktu yang bersamaan.

"Hei bisakah kalian menutup pintu saat kalian bertengkar ? Aku bisa mendengarnya dari bawah." Oceh wanita tua pemilik motel itu yang tiba - tiba saja berdiri di depan pintu. Alano lupa tak menutup pintu tersebut dan kamar Marybel memang sangat dekat dengan tangga sehingga suaranya pasti terdengar hingga lantai bawah.

"Maafkan aku." Marybel tersenyum kemudian menutup pintu tersebut. Dia tak mengeluarkan sepatah katapun dan lebih memilih menyibukkan diri untuk mengambil semua pakaiannya dari lemari. Dipindahkannya baju - baju tersebut ke dalam koper hitam besar yang berada tepat di samping lemari. Alano memandanginya dengan tatapan bingung.

"Kau mau kemana ?"

"Bisakah kau meminjamiku uang ? Aku butuh untuk keperluan visa dan membeli tiket pesawat. Aku janji akan mengembalikannya begitu aku sampai di New York nanti." Alano melotot mendengarnya.

"Aku tak akan meminjamimu uang untuk hal seperti itu. Aku tak akan membiarkanmu kembali ke Amerika. Mengapa kau suka kabur dari masalah Bels ?"

"Karena aku selalu sial ketika berada di tempat ini !" Marybel membentak Alano begitu saja. Nada bicaranya berbanding terbalik dengan nada bicaranya tadi ketika ia masih tenang. Perempuan itu mengembuskan nafas, berusaha untuk tidak terbawa emosi.

"Niatku kemari untuk bersenang - senang dan menemukan inspirasi untuk novelku. Kau lihat sekarang ? Entah mengapa semua rencanaku hancur. Mansionku berpindah kepemilikan, Lucas tak bisa dihubungi, laptopku rusak dan sekarang ? Aku kehabisan uang. Benar kata Christina, tak seharusnya aku kembali ke Bergamo." Marybel mengecilkan suaranya tapi masih tak bisa membohongi Alano jika gadis itu memaki dirinya sendiri dalam hati.

"Kau bisa tinggal denganku, pergi kemanapun kau mau dan membeli semua hal yang kau mau. Aku bisa mewujudkan segala keinginanmu." Marybel menatap Alano dengan sengit. Dia membanting kopernya begitu saja dan berjalan mendekati Alano dengan kebencian yang meluap - luap.

"Keluargaku adalah orang kaya, Alano Moresetto. Uang yang diberikan Lucas padaku bagai tak pernah habis. Namun aku memilih kabur ke Amerika karena apa ? Karena uang tak bisa membeli kebahagiaanku." Marybel berbisik sangat pelan tepat di sebelah telinga Alano dengan nada membunuhnya yang terdengar menakutkan.

"Jika kau tidak tahu persis bagaimana hidup seseorang, lebih baik kau diam dan mengunci mulutmu. Aku harap penilaianku padamu beberapa hari yang lalu itu salah, tetapi ternyata benar kau adalah orang yang arogan."

Alano menunduk untuk mengambil koper itu dan menatap Marybel kembali.

"Aku tak peduli dengan penilaianmu. Yang jelas kau tak akan pergi kemana - mana tanpaku." Alano mengambil koper itu dan berjalan meninggalkan Marybel.

"Kau akan pergi ke mansionku dan bekerja disana hingga kafe yang dibangun siap beroperasi."

"Apakah kau mencoba menjadikanku sebagai pembantumu ?" Marybel tak percaya dengan apa yang diucapkan Alano barusan. Lelaki itu sangat otoriter, seperti semua hal ada di bawah kendalinya.

"Tidak. Pekerjaanmu adalah menenangkanku ketika aku marah."

"Aku tidak mencoba menjadi pelacur."

"Siapa yang bilang kau akan menjadi pelacur ?" Alano menyahutinya lagi yang membuat Marybel memutar bola matanya jengah. Percuma saja dia berdebat dengan lelaki keparat itu. Tetap saja dia akan melakukan semua hal semaunya.

Tetapi Marybel menyerah. Dia tak punya pilihan lain selain ikut dengan Alano karena dia tak punya siapapun disini. Dia juga tak memiliki uang untuk kembali ke New York.

"Persetan kau Alano Moresetto !" Marybel memakin dalam hatinya.

POSSESSION : Legacy of MafiaWhere stories live. Discover now