14

7.8K 419 26
                                    

Seniman tersebut melihat dengan baik lukisan itu. Dia mengamati cukup lama sebelum dia menyuarakan pendapatnya.

"Aku melihat warna merah yang kontras dengan warna hitam. Maksudku, ini merah terang, bukan merah gelap. Kegelapan warna hitam menggambarkan kegelisahan yang terpendam dalam hatinya. Namun warna merah yang mendominasinya membuat aku tahu jika dia sedang berjuang melawan ketakutannya."

Alano mendengarkannya dengan seksama. Dia sedang berpikir apa hubungan Hardin dengan kegelisahan Marybel.

"Tuan, boleh aku meraba lukisan ini ?" Seniman tersebut meminta izin pada Alano. Lelaki itu hanya mengangguk sekali dan mengawasi seniman itu memegang lukisan Marybel dengan hati - hati. Seniman tersebut merabanya dengan mata terpejam. Tiba - tiba matanya terbuka begitu saja dengan tatapan terkejut.

"Ini bukan warna putih. Ini bagian kanvas yang dibiarkan tidak diberi warna." Lelaki itu menatap kanvas tersebut baik - baik. Dia tak mungkin salah meraba. Diangkatnya lukisan itu dan dibawanya ke dekat jendela. Dia menerawang lukisan tersebut melalui cahaya matahari yang masuk melalui kaca.

"Anda lihat, ini memang bagian kosong. Kurasa, ini bukan suatu kebetulan tetapi pelukis lukisan ini sengaja membiarkannya kosong untuk suatu alasan."

"Apa maknanya ?" Alano bangkit dari duduknya. Dia semakin dibuat penasaran oleh lukisan yang dibuat Marybel. Perempuan itu rupanya penuh dengan teka - teki.

"Artinya dia menyediakan tempat untuk sesuatu atau seseorang untuk mengisi bagian ini. Hal ini juga melambangkan dia tak termakan trauma." Seniman itu tersenyum.

"Itu lukisan yang dibuat pacarku. Kami baru saja berkencan kemarin lusa. Dan sepertinya aku baru tahu jika dia masih terpaut dengan laki - laki di masa lalu. Coba kau korelasikan dengan lukisan tersebut." Alec membulatkan matanya sempurna ketika Alano menjelaskan ceritanya secara gamblang. Seniman itu tampak terkejut karena lelaki yang berada di hadapannya ini tampak begitu jujur.

"Kekasih anda sedang melawan masa lalunya. Dia melawan dengan berani karena jika kita melihat lukisan ini diterawang menggunakan cahaya, maka merahnya berubah menjadi merah api. Aku rasa masa lalunya dengan lelaki lain tak akan menggoyahkan pikirannya sekarang. Lihat, pada lukisannya hanya terdapat sedikit warna hitam di bagian bawah. Masa lalunya ia gambarkan sebagai warna hitam."

Alano merasa sedikit lega, tak ada tanda - tanda jika Marybel menyuarakan perasaannya pada lelaki bernama Hardin itu.

"Dan kau tuan..." Alano menoleh.

"Kau adalah bagian tak berwarna tersebut." Alano membulatkan matanya sendiri, terkejut dengan ucapan seniman itu.

"Aku ?" Tanyanya lagi memastikan.

"Jika kau berkata kau baru saja kencan dengannya dua hari yang lalu, maka dia membiarkanmu mengisi celah yang telah ia sediakan untukmu." Alano memperhatikan lukisan itu lagi. Hanya ada sedikit bagian yang tak berwarna. Dia menertawai dirinya sendiri menyadari jika dirinya tak begitu berpengaruh pada hidup Marybel.

"Jangan salah tuan, hal ini berarti sangat besar untukmu." Seniman pria itu menatap ke langit - langit ruangan yang membuat Alano juga mengikutinya.

"Kau tahu, ruangan ini sangat besar. Ini seperti hati seseorang. Mulanya, ruangan ini sangat gelap. Tetapi jika kau memasang satu lampu saja..." seniman itu menekankan kata - katanya.

"Maka ruangan ini akan terang. Namun satu lampu saja tak akan menerangi seluruh celah. Kau paham maksudku ?"

Alano masih berpikir. Apakah dia lampunya ?

"Kekasihmu mungkin menyediakan sedikit celah untukmu tetapi ingatlah, kau bisa mengisinya dengan berbagai warna. Ingatlah sekali lagi, ini celah kosong, kau bisa mengisinya dengan berbagai warna. Kau adalah lampu itu, Tuan Alano. Dan pastikan kau meletakkan banyak lampu setiap harinya di celah yang kosong tersebut. Dengan begitu, celah kosong ini akan melebar setiap harinya." Alano tersenyum puas dengan penjabaran seniman itu. Akhirnya dia berhasil melawan pikiran buruknya.

Alec memberikan kode kepada seniman itu untuk duduk. Kini giliran psikolog itu bangkit dari duduknya.

"Apa yang bisa kubantu disini, Tuan Alano ?" Wanita itu bertanya dengan ramah.

"Tentang pacarku, tentu saja." Perempuan itu tersenyum lebar, siap mendengarkan lelaki itu kapan saja.

"Dia pernah memperlihatkanku sebuah lukisan yang ia buat sendiri dulu, lukisan favoritnya. Lukisan itu abstrak, hanya terdiri dari beberapa warna. Ketika aku menebak itu adalah lukisan hutan, dia terkejut. Katanya aku orang pertama yang bisa menebaknya dengan benar. Padahal lukisan itu sudah dilihat banyak orang katanya."

Seniman itu seketika berdiri lagi. Dia menutup mulutnya dan saling beradu pandang dengan psikolog tersebut.

"Itu artinya kau memiliki cara berpikir yang sama dengan kekasihmu. Begitu sama persis hingga kau bisa menebak dengan mudah." Seniman itu cekikikan ringan kemudian duduk kembali. Psikolog itu sedikit tertawa mendengar seniman itu yang begitu semangat mendengar cerita Alano.

"Kau tahu, manusia seringkali mengungkapkan dirinya melalui seni. Secara tak langsung, seni itu seperti algoritma pada komputer. Mereka memiliki pola khusus yang hanya diketahui oleh pembuatnya. Bayangkan dirimu adalah seorang peretas, Tuan Alano. Jika kau bisa meretas komputer tersebut dengan mudah, itu berarti ?"

"Aku mengetahui polanya." Jawab Alano tak percaya.

"Benar sekali ! Kau tidak bermaksud meretas komputer tersebut tetapi kau tahu kode alrogitmanya, itu berarti secara tak langsung kau memiliki pikiran yang sama dengan pembuat kode tersebut." Tandas perempuan itu dengan pasti.

"Itu berarti kau satu - satunya orang yang bisa membaca pikirannya karena kalian berdua memiliki pola pikiran yang sama. Kalian bisa saling membaca pikiran satu sama lain." Celetuk seniman itu.

"Aku rasa ini adalah hal termanis yang pernah ku ketahui dalam dunia seni." Psikolog itu tertawa bersama dengan seniman itu.

Alec hanya tersenyum mengamati pembicaraan tersebut. Dia tak menyangka seorang Alano yang kerap kesepian akhirnya bisa menemukan tambatan hatinya melalui foto yang ia berikan. Untung saja sebelum membunuh Marybel, dia meminta persetujuan Alano terlebih dulu. Jika tidak, mana mungkin lelaki itu bisa bertemu dengan Marybel ?

"Kalian tak akan percaya ini, tetapi aku jatuh cinta pada kekasihku semenjak pertama kali aku melihat fotonya di map. Itu bahkan masih dua minggu yang lalu namun sekarang aku berhasil mengencaninya." Alano menceritakan kisahnya sambil ikut tertawa. Psikolog itu orang pertama yang tertawa lepas setelah mendengar cerita tersebut. Stigmanya tentang mafia adalah orang yang berdarah dingin seketika hilang melihat betapa ramahnya Alano Moresetto sebenarnya. Lelaki itu bahkan tak ragu untuk menceritakan tentang kekasihnya yang tak lain adalah pemilik lukisan tersebut.

"Aku penasaran bagaimana menariknya kekasihmu." Cetus seniman itu sambil menahan tawanya. Alano langsung mengeluarkan ponselnya dan mencari foto Marybel.

"Ini kekasihku." Alano menunjukkan foto Marybel yang ada pada ponselnya. Kedua orang itu mendekat untuk melihat dengan jelas bagaimana rupa kekasih Alano Moresetto, ketua Mafia kubu utara tersebut.

 Kedua orang itu mendekat untuk melihat dengan jelas bagaimana rupa kekasih Alano Moresetto, ketua Mafia kubu utara tersebut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Sudah kuduga dia pasti sangat cantik sehingga bisa memikatmu." Psikolog itu berseru dengan senyum yang berseri - seri.

"Sebenarnya banyak perempuan cantik yang kutemui di luar sana, tetapi dia orang yang terpelajar dan mandiri, oleh karena itu aku menyukainya." Alano menjelaskannya dengan bangga.

"Em... Jika kau menemui wanita cantik yang lain, kau bisa memberikan nomor teleponku kepadanya." Gurau seniman itu yang membuat mereka bertiga tertawa lepas.

POSSESSION : Legacy of MafiaWhere stories live. Discover now