VI. Dinner

19.1K 1.1K 6
                                    

   Alexa mengaduk potongan daging di piring datarnya. Malam itu, rasa daging yang gurih tak juga menggodanya untuk makan. Bahkan mungkin hanya beberapa potong daging saja yang telah lolos lewat kerongkongan.

   Meja besar persegi panjang itu kini diisi oleh empat orang. Hanya ada Mr. Harold Williams, Mrs. Rosetta Williams, Sean, dan dirinya. Sean memang bukanlah anak tunggal, namun adik perempuannya telah lama tiada sejak lelaki itu masih duduk di bangku sekolah menengah atas.

   Alexa kembali memandangi potongan daging dan kentang tumbuk tanpa selera. Semua terasa hambar di lidah, entah. Dia bahkan tidak tertarik dengan percakapan tentang politik antara Sean dan sang ayah yang biasanya menarik perhatiannya.

   "Alexa, makanlah yang banyak, Nak. Aku lihat kau hanya mengambil sedikit di piringmu." Perkataan wanita paruh baya berambut cokelat terang itu membuat dua laki-laki lain ikut menengok. Kini ketiga orang itu menjadikan Alexa sebagai pusat perhatian.

   Rosetta, ibu Sean, buru-buru mengambilkan satu sendok makanan lagi, sebelum meletakkan potongan daging lainnya ke piring Alexa.

   Ada kilauan penuh harap di mata wanita paruh baya itu, bahkan Alexa dapat melihat bibir wanita itu yang tersenyum sepanjang waktu. Wanita ramah itu memang senang memasak dan membuat banyak makanan untuk makan malam.

   Mr. Williams pun akhirnya membuka mulut tatkala melihat ekspresi canggung Alexa."Sudahlah, Rose. Hentikan itu! Biar Alexa mengambil porsinya sendiri. Mungkin Alexa sedang menjaga badan tetap fit untuk Sean. Kau tahu kan anak jaman sekarang."

   Blush!

   Omongan dua orang tua itu sukses membuat pipi Alexa kian memerah. Kini dia bahkan merasa suhu udara di sekitar melonjak naik. Mungkin Alexa harus menurunkan suhu AC agar dia tidak merasa gerah.

   Bukannya membuat suasana membaik, perkataan Mr. Williams justru malah membuat Alexa semakin canggung bercampur malu.

   "Tapi aku ingin menggendong cucu secepatnya Harold. Dan dibutuhkan tubuh yang sehat agar wanita bisa mengandung." Rengek wanita yang masih terlihat begitu muda itu. Wajahnya begitu manis dengan sedikit menunjukkan kerutan kecil. Orang asing mungkin tidak akan tahu jika umur Mrs. Williams bahkan sudah menginjak setengah abad.

   Kini bukan lagi pipinya yang memerah. Alexa bahkan terbatuk saat tengah memakan makanannya.

   Sean segera tanggap, ia meraihkan gelas dan menuangkan air putih. Lalu ia langsung menyodorkan segelas air itu pada Alexa. Sontak perempuan itu melirik tajam lelaki yang bersikap tak seperti biasanya itu.

    Setelah meneguk habis satu gelas air putih, Alexa bisa kembali bernapas lega. Dia pun kembali menengok sang suami, dan tanpa di duga lelaki itu masih memperhatikannya. Sean bahkan telah mengambilkan tissue tanpa harus di beri aba-aba.

   Tampaknya Sean benar-benar serius ketika dia berkata ingin mereka tampak seperti pasangan sesungguhnya. Lelaki itu bermain dengan apik, memerankan suami romantis yang begitu sayang dan peduli pada istrinya. Benar-benar penipu ulung, batin Alexa.

   "Mom! Dad! Ini meja makan. Tolong jaga sikap kalian." Peringat Sean. Mata birunya menatap tajam kedua orang tua di hadapannya. Tangannya bahkan mengusap bahu Alexa protektif, seolah tengah berlagak untuk menenangkan wanita itu.

    "Seharusnya kau berhenti sebentar dari aktivitasmu dan pergi bulan madu." Nyonya Rosetta mendesis, wanita itu mengoyak daging di piring dengan kasar hingga menimbulkan bunyi decitan kecil. Sesekali mata abu-abu nyaris silver itu melirik anak lelakinya tajam.

   Sean menghela napas berat. "Perusahaanku baru saja mulai, Mom. Aku tidak mungkin meninggalkannya begitu saja." Pria muda itu memberi alasan.

   Ada bunyi dentingan ketika wanita itu meletakkan pisau dan garpunya di piring. Membuat sang suami mau tak mau ikut menengok untuk mengecek. Harold tahu, tingkah sang istri beberapa saat yang lalu bukanlah pertanda baik, apalagi saat melihat wajah wanita itu yang kini ditekuk ke bawah.

Unsweetened Marriage ✔Where stories live. Discover now