XXXIII. Gemstone

14.6K 898 16
                                    

Alexa terbangun sendirian pagi itu, tidak ada sisa jejak Sean semalam. Apakah semalam hanyalah mimpi? Atau hanya bagian dari halusinasinya saja. Alexa pun bangun, kepalanya terasa agak berdenyut karena menangis semalam.

Ia pun bangkit tanpa semangat. Setelah selesai melakukan rutinitaa pagi, Alexa pun mengecek ponselnya. Ada beberapa pesan dari papa yang mengatakan jika papa merindukannya. Ada juga beberapa pesan dari Alyssa dan Mama. Alexa juga mengecek email perusahaan, tidak banyak email yang masuk setelah Sean mengosongkan semua jadwal hampir selama dua minggu.

Alexa lantas menggulir kontak untuk mencari nomor papa. Ia pun segera menghubungi orang tua itu. Papanya akan cerewet mengubunginya jika tidak segera mendapat balasan.

"Hi Papa. I miss you."

"Miss you too, princess."

"Papa!" Protes Alexa, dia tidak suka jika papanya masih memperlakukannya seperti anak kecil.

"Kenapa kau pagi-pagi buta menelepon papa jika hanya untuk bersikap galak seperti itu."

Alexa yang awalnya ingin kembali protes akhirnya menurunkan nada bicaranya. "Oh maaf, Papa. Pukul berapa di sana sekarang?"

"Lima pagi."

"Maaf mengganggu papa."

Papa terkekeh ringan. "Tidak ada yang menganggu Papa, sweetheart. Kau tidak pernah mengganggu Papa."

"Oleh-oleh apa yang Papa inginkan dari sini?"

"Mungkin berita bagus darimu dan Sean." Papa kembali tertawa kecil.

Alexa paham maksud yang disampaikan Papa. Berita bagus yang dimaksud adalah hadirnya anggota keluarga baru diantara mereka. Dan jawaban papa yang mengejutkan itu tentu tidak pernah terpikir dalam benak Alexa.

"Papa! Tidak lucu." Ungkap Alexa marah.

"Hey! Tidak ada salahnya juga kan jika papa mengharapkannya. Papa juga ingin menggendong bayi lucu lagi, sudah lama sekali sejak kau lahir, princess."

Alexa membuang napas kasar. Ia harus memutuskan panggilam sebelum papanya bersikap dramatis lagi. "Ya sudah papa kembali tidur saja. Alexa akan memutuskan panggilan." Putus Alexa.

"Kau tidak ingin bicara dengan Mama? Dia sedang ada di dapur."

"Titipkan salamku saja. Sampai bertemu besok Papa."

"Sampai bertemu besok, princess."

Alexa menutup sambungan telepon cepat. Dia pun menghela napas dalam. Otaknya kini berpikir keras. Harapan yang dibilang papa mungkin saja terjadi jika mengingat bagaimana ia dan Sean menghabiskan hampir sepanjang malam selama beberapa hari di sini. Apalagi mereka sama sekali tidak menggunakan pengaman.

Alexa menelan ludah susah payah. Apa yang harus dia lakukan jika itu benar-benar terjadi, ia tahu dirinya dan Sean masih belum berada dalam hubungan yang stabil. Dan pernikahan ini .... ia bahkan tidak yakin tentang posisinya di dalamnya. Apakah statusnya nyata atau hanyalah sebuah kata yang tersemat dalam namanya untuk jangka waktu sementara.

Alexa memandangi perutnya yang datar. Jika anak benar-benar hadir di antara mereka. Lalu bagaimana dengan reaksi Sean. Apakah dia akan menerimanya dengan senang hati atau justru sebaliknya.

Apapun reaksi Sean, yang jelas ia akan bertanggung jawab sepenuhnya jika anak benar-benar hadir, meski nanti mungkin akan ada banyak rintangan yang dia temui. Dia bertekad akan mendukung dan merawatnya bagaimana pun caranya, dengan atau tanpa campur tangan Sean di dalamnya.

Alexa menghela napas. Namun sebelum pikirannya hanyut terlalu jauh soal itu, ia harus memastikannya terlebih dahulu. Karena itulah, ia berniat pergi ke kota siang itu.

Unsweetened Marriage ✔Where stories live. Discover now