XLIII. Untold Story

18K 1.1K 23
                                    

Berita perceraian itu ternyata menyebar lebih santer dari tiupan angin musim dingin. Begitu kabar itu sampai ke telinga Raymond Wilson. Bagai badai yang menghempas ketenangan kedua keluarga itu, kini atmosfer tenang yang menyelimuti telah pecah hingga menciptakan suasana beku dan tegang.

Raymond Wilson dan Helen Wilson begitu kecewa dan marah dengan keputusan itu, mereka masih tidak mengira Sean Williams yang tampak bak malaikat tak bersayap itu bisa bertindak begitu keterlaluan terhadap anak mereka. Alexa memang belum menerangkan semua kronologi pertengkaran mereka semalam. Namun dari semua yang Raymond tidak sengaja dengar sudah cukup untuk membuat hatinya terbakar, dia lantas menceritakan semuanya pada sang istri sepulang dari makam Alyssa.

Raymond Wilson berjanji akan membuat perhitungan atas tindakan tidak mengenakan dan mempermalukan itu. Putri kesayangannya tidak boleh tersakiti. Dan tindakan Sean tidak hanya melukai Alexa namun menyinggung semua keluarga Wilson.

Sebagai balasan atas perbuatan Sean, Raymond langsung mencabut beberapa rencana kerjasama dengan Williams. Sesuai perjanjian, bahwa pihak yang digugat berhak mencabut bentuk kerjasama keluarga itu dan keluarga yang menggugat harus menanggung kerugian atas tindakannya. Wilson Group mungkin juga bisa mendapat hak properti penuh atas proyek pusat perbelanjaan yang tengah dibangun bersama, Williams pasti mengalami kerugian besar karena ini.

Raymond Wilson benar-benar memandang hina tangan kotor semua anggota keluarga Williams, meski Harold Williams adalah sahabat karibnya yang menemani dia saat mereka melanjutkan studi dan berjuang membangun bisnis masing-masing. Tapi dia tidak peduli kali ini, ia tak peduli jika bisnis sang sahabat hancur, dia bahkan marah saat memikirkan wajah Sean yang begitu mirip dengan sahabatnya itu.

Raymond Wilson juga begitu khawatir dengan keadaan anak bungsunya. Dia sempat meminta Alexa untuk tinggal sementara di rumah, namun Alexa menolak. Yang perempuan muda itu butuhkan adalah suasana tenang sekarang.

****

Pagi itu, Harold Williams memanggil anak semata wayangnya ke kantor pusat untuk mendiskusikan masalah besar ini. Ia perlu bicara serius dengan Sean tanpa melibatkan istrinya yang mungkin akan mendramatisir keadaan. Anak laik-lakinya itu perlu diberi pelajaran tentang banyak hal.

Ketukan pintu dan suara dehaman dari luar pintu membuat Harold terperanjat. Pria tua itu langsung bangkit dan melangkah cepat menuju pintu.

Dihadapannya kini berdiri anak laki-lakinya yang masih bisa memasang tampang baik-baik saja. Anak bodoh itu tak tampak sama sekali menyesal walaupun sudah melakukan kesalahan yang begitu fatal.

Bugh!

Harold Williams melayangkan sebuah pukulan tepat di pipi kanan putranya. Pukulan yang diiringi umpatan itu cukup keras hingga membuat sang sekretaris yang masih berdiri di belakang Sean melongo.

Namun sang sekretaris tahu dengan baik untuk tidak ikut campur dalam masalah ini. Laki-laki berumur tiga puluhan itu segera undur diri dan memilih untuk mengamati dari jauh.

"Bodoh! Kau benar-benar bodoh Sean."

Sean merasakan pipinya berdenyut ketika kembali mendengar umpatan itu. Tangannya mengepal namun dia masih menunduk, tak bersinggungan pandang dengan Dad.

"Berapa kali Dad bilang soal hati-hati dengan langkahmu." Napas Dad memburu. Suaranya keras dan kasar.

Sean menutup matanya rapat-rapat. Rahangnya mengeras. Dia sedang mencoba tenang untuk menahan emosinya dan mendengar apapun yang keluar dari mulut ayahnya. Dia akan menerima semua sumpah serapah Dad dengan lapang dada. Dia juga akan mempersilakan Dad bicara apapun sampai pria tua itu memberinya kesempatan untuk mengutarakan omongan.

Unsweetened Marriage ✔Where stories live. Discover now