XLVI. Lucky Bastard

18.7K 1.2K 30
                                    

Pria itu akhirnya kembali ke mansion setelah beberapa hari melalang buana ke berbagai kota. Hanya dengan tak berada di rumah dia bisa sedikit menyingkirkan bayangan gelap di hatinya.

Mobil mewah hitamnya kini memasuki pelataran, hanya ada dua penjaga yang menyambut kedatangan bos muda itu. Seperti biasa, tidak banyak yang berubah kecuali menyangkut fakta jika kini tidak ada lagi wanita itu yang akan menyambutnya di depan pintu.

Sean memutar setir kemudinya melewati pelataran mansion sebelum memarkirkan mobilnya di garasi. Dia lantas turun, mengambil kopernya lalu menyeretnya pelan ke dalam. Langkahnya untuk kembali menuju bangunan itu terasa berat sejak beberapa hari terakhir, hingga hari ini dia memutuskan untuk kembali pulang ke rumah. Rumah? Oh bangunan itu tak lagi terasa sama, ia bahkan tidak yakin sanggup memanggilnya rumah lagi. Kini ada kehampaan yang seolah menyelubungi, meninggalkan jejak getir yang berefek berat pada paru-parunya.

Sean mengembuskan napas berat ketika tubuhnya berdiri di depan daun pintu. Dia memandangi pintu berbahan kayu bercampur kaca itu sesaat, sebelum melangkah lebar ke dalam bangunan. Dia harus masuk ke sana sebelum otaknya membuat keputusan berbeda dan membawanya berbalik.

Keheningan adalah yang pertama menyapa saat memasuki living room, sampai ia akhirnya merasakan sebuah pukulan keras mengenai pipi kirinya. Tubuhnya limbung, terjerembab ke samping hingga meninggalkan bunyi debaman keras ketika dia tidak sengaja menghantam sofa. Tonjokan keras yang tiba-tiba datang  itu ternyata tak sanggup di antisipasi olehnya.

Mata lelah Sean sesaat berkunang-kunang, denyutan nyeri mulai merambat dari pipinya yang baru saja mendapat hantaman. Sean masih harus berkedip sesaat  sampai dia sadar dan akhirnya bangkit lalu membalas pukulan itu dengan pukulan lainnya.

Sean melambungkan tangannya, melancarkan tonjokan keras pada sosok itu. Bogem mentah mendarat tepat di pipi pria itu. Membuat erangan lolos dari mulut pria berambut blonde. Pukulan demi pukulan tak lagi terhindarkan. Demi membalas perlakuan yang sebelumnya diterima, kedua orang itu terhanyut dalam emosi dan saling meluapkan kemarahan ke tubuh satu sama lain.

Bugh!

Dua orang pria yang sudah seperti saudara itu saling melemparkan tonjokan berkali-kali hingga tubuh keduanya penuh dihiasi lebam. "Bodoh!" Umpat lelaki itu sesekali, sang tamu yang telah menunggu kedatangan kawannya sejak pagi itu tampak mulai habis kesabaran. Dia sudah hendak pergi sampai akhirnya mendengar suara mobil memasuki pagar bangunan mansion.

Mereka terus melayangkan tonjokan berkali-kali sampai dua orang penjaga akhirnya datang untuk melerai. Dua orang penjaga berperawakan besar itu lantas membekap tangan Caleb. Membawanya menjauh dari sang bos yang tampak kacau. Darah segar mengalir dari sisi bibir sang tuan, menandakan ada luka sobekan di sekitar mulut. Luka memarnya menghiasi sekitar pipi dan rahangnya, namun beruntungnya pukulan yang dihujamkan sang sahabat melewatkan mata birunya.

"Lepaskan dia. Kalian bisa kembali." Perintah pria itu tegas. Napas Sean masih menderu. Ibu jarinya mengusap lelehan darah yang mengalir di bibirnya pelan. Mata biru itu masih memandang tajam sosok sahabatnya itu sampai Caleb akhirnya lolos dari kungkungan dua orang penjaga.

Dua orang penjaga yang melerai sebelumnya menunduk singkat tanda memberi penghormatan pada Sean sebelum berjalan keluar mengikuti perintah sang bos.

Tidak ada perkelahian lagi setelahnya. Kedua sahabat itu masih menunduk, menyadari kebodohan yang baru saja mereka lakukan karena terbawa emosinya. Caleb pun menyeka ujung pipinya, ada luka sobekan kecil di samping bekas pukulan di pipi, tampaknya dia tak sengaja menghantam sesuatu ketika tengah bertikai dengan Sean. Tonjokan Sean tak dia pungkiri masih sama seperti beberapa tahun silam, cepat, bertenaga dan meninggalkan bekas fatal yang membuat ngilunya masih terasa.

Unsweetened Marriage ✔Where stories live. Discover now