IX. Best Friend

19.1K 1.2K 10
                                    

Sean mengerang. Dia masih teringat dengan senyuman main-main yang Caleb tujukan pada Alexa. Sean yang sudah mengenal Caleb sejak lama tentu tahu arti senyuman dan tatapan itu.

Sahabatnya itu menyimpan maksud tersembunyi pada Alexa. Sean tahu dengan jelas ekspresi yang Caleb tunjukkan ketika dia tertarik dengan seorang lawan jenis. Begitu jelas seterang senyumnya yang bak matahari pagi.

Wanita itu memang tak bergeming. Entah dia begitu polos atau bodoh, yang jelas Alexa tidak menanggapi flirting itu.

Namun kenapa Sean lah yang justru merasa seperti terbakar. Dia benar-benar marah tanpa alasan yang jelas. Apalagi saat gadis itu balas melayangkan senyuman lugunya.

Arrggh!

Kenapa begitu mengesalkan! Rasanya tangannya ingin menonjok rupa sang sahabat yang untuk pertama kalinya tampak memuakkan.

Hingga waktu berjalan pun rasa kesalnya tidak berkurang. Ia bahkan melampiaskan kemarahannya pada beberapa orang tidak bersalah di kantor. Sampai di rumah pun dia sempat marah-marah tidak jelas pada wanita itu. Sean tidak mengerti kenapa ia merasa demikian.

Darn you Alexa! Kenapa senyum polosnya pada Caleb begitu mengganggu.

Sean memukul kemudinya kesal. Dia menengok sang istri yang baru saja keluar dari pintu depan. Wanita itu hanya mengenakan hoodie dan celana panjang kasual. Namun pakaian longgar itu tidak dapat menyembunyikan kemolekan lekuk tubuh. Sean menutup kedua matanya rapat-rapat.

Ia pun kembali meremas stir mobil kuat saat bayangan senyuman polos Alexa dan tatapan nakal Caleb. Tiba-tiba bayangan sang sahabat yang merangkul pinggang Alexa dengan penuh cinta muncul dalam kepala. Seperti kilasan film lawas yang terputar dari proyektor tua berdebu. Dia benar-benar membencinya.

Hingga saat mengantar Alexa untuk menjemput sahabat wanita itu pun, mood Sean tak kunjung membaik.

Dari belakang kemudi, sesekali Sean melirik Alexa. Wanita itu memandang ke luar. Tangannya dilipat di depan dada, wajahnya pun ditekuk. Wanita itu beberapa kali membuang napas gusar. Entah apa yang ada dalam pikirannya kini, Alexa seolah terlontar ke dalam dimensinya sendiri.

****

Alexa bermain-main dengan jarinya. Sesekali dia mengetukkan ujung sepatunya gusar. Tak dipungkiri ada ketakutan besar di dalam dirinya. Ia tidak bisa membayangkan reaksi Eleanora beberapa menit ke depan.

Alexa menyadari kesalahannya. Dia tidak memberikan kabar pernikahan yang meminta sang sahabat datang, apalagi meminta pertimbangan Eleanora. Jika ia bercerita pada Eleanora sebelum hari pernikahan, mungkin sang sahabat akan menentang keputusannya.

Sejak awal, ia dan Eleanora tahu bahwa Sean sudah cinta mati dengan Alyssa. Tetapi karena situasi yang tidak menguntungkan, Alexa pun tidak bisa menolak permintaan sang kakak.

Kakaknya itu hanya ingin orang-orang yang dia cintai bahagia. Tentu Alexa tidak tega jika menolak permintaan itu, terlebih jika sampai penolakannya akan berimbas pada kondisi kesehatan sang kakak.

Alexa memandangi lampu jalanan di sebelah kanan. Melihat tiang lampu yang satu persatu menjauh seolah menandakan detik demi detik yang berlalu. Dadanya kian sesak saat memikirkan itu.

Dia hanya tidak ingin mengecewakan orang-orang yang dia sayangi. Dan kehilangan seseorang yang berharga seperti Eleanora akan membuat dia benar-benar terpuruk. Alexa bahkan tidak berani membayangkan hal itu terjadi

Setelah setengah jam perjalanan, Maserati hitam itu telah memasuki bangunan berisi deretan mobil yang berjajar. Sean pun memarkirkan mobil sebelum keluar dari sisi pengemudi.

Unsweetened Marriage ✔Where stories live. Discover now