XI. A Gift

18.6K 1.2K 16
                                    

Alexa memandang semburat nila berpadu merah jambu yang mewarnai langit sore itu. Aroma mawar lembut yang terbawa angin memasuki indera penciuman. Rasanya benar-benar menyenangkan, kedamaian yang membuat jiwanya merasa begitu tenang dan nyaman. Saat-saat langka yang jarang bisa dia nikmati akhir-akhir ini karena kesibukan.

Alexa menengok seseorang di seberang, dia pun menggeser duduknya guna mendekatkan diri pada wanita bergaun vintage itu. Lalu Alexa berbaring di pangkuan perempuan itu. Wanita yang berumur lebih tua tiga tahun darinya itu tersenyum, ada bayangan dirinya di mata abu-abu bulat yang menatapnya lembut itu.

Alexa memerhatikan sang kakak baik-baik. Tangannya lalu menyapu pipi sang kakak. Pucat dan nyaris kehilangan rona, itulah yang selalu membawa kekhawatiran di hati Alexa. Sang kakak memang tampaknya tak makin membaik setiap harinya, karena itu Alexa ingin menikmati setiap momen bersama.

Bagaimana pun juga Alyssa tetaplah kakaknya, wanita itu akan selalu mendapat barisan terawal dalam jajaran orang yang Alexa pedulikan. Alexa akan berusaha bersikap seperti biasa saat hanya bersama Alyssa. Meski bayang-bayang Sean kadang muncul saat melihat kakaknya, namun Alexa selalu meyakinkan diri bahwa itu tidak akan menyakitinya.

Alyssa kini membelai puncak kepala adiknya, sesuatu yang selalu dilakukan sang kakak sejak masih kanak-kanak. Alexa memang cukup manja pada Alyssa dibandingkan keluarganya lainnya, karena sosok sang kakak lah yang selalu menemani masa kecilnya semasa orang tua mereka sibuk dengan pekerjaan.

"Apa yang mengganggu pikiranmu Lex?" Mata Alexa kontan membeliak, Alyssa memang selalu tahu jika Alexa sedang punya beban pikiran. Wanita itu seolah selalu tahu hanya dengan melihat raut wajahnya saja.

Alexa membuang napas berat, tentu Alexa tidak dapat menjelaskannya karena sumber kerumitan kali ini adalah mereka bertiga, termasuk interaksi sang kakak dengan suami sahnya yang tidak dipungkiri selalu mengganggunya. Alexa tentu tidak mengatakan isi pikirannya apalagi mencegah Alyssa. Alexa tidak ingin membuat kesehatan Alyssa semakin buruk.

Alexa akhirnya hanya bisa menggeleng lemah sebelum membuang muka ke depan. Dia tidak ingin melihat manik serupa dirinya yang kosong itu. Alexa tidak tega setiap melihat wajah Alyssa menderita.

"Kau tahu dulu kita sering bermain di tempat ini. Kau begitu bersemangat mendorong kereta dorong berisi bibit-bibit bunga yang bahkan berbobot dua kali berat tubuhmu."

Alexa mengangguk, ia ingat masa itu. Kala sangat ayah memberi misi pada mereka untuk melakukan renovasi di taman belakang. Alyssa yang begitu tertarik dengan bunga tentu begitu antusias menyetujuinya. Alyssa langsung meyakinkan Alexa dan membujuknya dengan Subway gratis selama sebulan waktu itu.

Mereka pun berbagi pekerjaan. Alyssa bertugas memilih dan menyiapkan bibit bunga, sementara Alexa yang tak terlalu tertarik dengan benda wangi berwarna-warni itu memilih untuk mendesain letak dan bentuk taman. Dengan masukan Alyssa di sana-sini akhirnya desain pun jadi.

Lalu setelah menyetujui desain kedua anaknya, sang papa menyiapkan semua bahan yang mereka minta, papa pun memberikan waktu satu bulan untuk proyek mereka. Setelahnya, Alyssa dan Alexa akan bekerja dari pagi hingga petang untuk menata taman itu. Setelah sekolah hingga sabtu minggu mereka habiskan bergelut dengan kotornya debu dan tanah. Butuh satu bulan agar taman itu jadi, dan sesudah jadi pun giliran tugas Alyssa yang merawat bunga-bunga itu hingga seperti sekarang.

"Kau ingat saat kita sering menyusup keluar tengah malam demi menyelesaikan taman ini tepat waktu."

"Ya, sebelum papa menyesal dan mengundang arsitek untuk menyelesaikannya. Aku masih teringat dengan senyuman puas yang dia suguhkan saat kita berhasil menyelesaikan proyek pertama itu."

Unsweetened Marriage ✔Where stories live. Discover now