XV. Taking Care

19.5K 1.1K 7
                                    

Alexa terbangun dengan merasakan dingin di kakinya. Tampaknya seseorang atau mungkin saja sang suami mengompres kakinya lagi pagi ini.

Namun dimana lelaki itu sekarang?

Oh Alexa ingat, pagi ini adalah jadwal pertemuan Sean dengan walikota. Alexa buru-buru hendak bangkit, namun rasa nyeri yang menyerang kaki membuat ia segera menghentikan gerakan.

Alexa mengaduh, lagi-lagi ia meringis karena merasakan sakit. Bengkaknya memang lebih baik dari semalam, namun rasa ngilu masih tersisa di pergelangan.

Alexa pun menengok ke sekeliling. Dia mencari benda kotak tipis yang dijadikan alat komunikasi. Ia perlu mengecek jadwal Sean, dan melihat email, kalau-kalau ada yang terlewatkan karena setengah hari fokus dengan kakinya kemarin.

Alexa mulai menyangga dengan kedua tangan lalu menggeser sedikit demi sedikit tubuh. Setelah merasa jaraknya sudah cukup, Alexa pun mengulur tangan lalu berusaha meraih benda itu.

"Apa yang kau lakukan?!"

Suara itu mengguncang dari pintu depan. Seketika Alexa mengalihkan pandang dan menemukan sosok pria yang berdiri di ujung kamar, mata birunya menatap tajam.

Bola mata wanita itu membola, ia menatap sosok itu heran. "Kenapa kau masih di sini, bukankah kau punya jadwal dengan walikota?"

Lelaki itu berjalan mendekat hingga berjarak satu jangkah di samping tempat tidur. Mata Sean masih berkilat tajam, dia pun berulang kali memandangi tangan kiri Alexa yang masih berusaha meraih sesuatu. 

"Aku bertanya lebih dulu Alexa," ungkap Sean kaku.

Alexa memutar bola matanya, memandang Sean setengah kesal. "Aku ingin mengambil ponselku."

Netra Alexa menatap ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Sean pun segera mengikuti arah pandang itu. Tak menunggu lama hingga lelaki itu pun meraih benda itu dan memberikannya pada wanita yang terduduk di atas kasur empuk itu.

"Kau juga belum menjawab pertanyaanku." 

Lelaki itu berjalan menuju ujung ranjang. Netra birunya kini tidak lepas memandangi kaki putih jenjang milik Alexa. Meski masih tampak tajam, namun ada pandangan lain yang kentara dari netra itu. Garis mata itu turun, seakan menatap sendu pergelangan kaki yang masih meninggalkan bekas memerah. Seperti simpati, entahlah Alexa sulit mengartikannya.

Lelaki itu kini mendudukkan diri di ujung king size bed. Lalu ia meraih kaki Alexa dan sedikit menaikkan posisinya dengan berhati-hati, tak lupa Sean mengganjal kaki itu dengan bantal. Tindakannya benar-benar lembut, berbeda sekali dengan mulut lelaki itu yang mengeluarkan perkataan yang bisa menusuk langsung ke ulu hati. Ada apa dengan Sean, kenapa benar-benar aneh sejak kemarin? Tidak biasanya lelaki itu peduli.

"Walikota setuju untuk mengundur jadwal pertemuan setelah mengetahui insiden itu," jawab Sean santai yang membuat wanita itu berdecak.

"Kenapa kau tidak pergi sendiri. Kau tahu itu penting, bukan?"

Lelaki itu memutar bola matanya. "Ya itu penting, karena itu aku butuh private assistance bersamaku. Tapi sayangnya wanita itu tengah tergeletak tak berdaya di atas ranjang." Sindir Sean. Lelaki itu  bangkit dan mengemasi handuk yang digunakan untuk mengompres beberapa jam lalu.

Meski dibuat geram dengan jawaban Sean, Alexa tidak bisa lagi menampik ucapan Sean apalagi sampai menaikkan pandangan menantang seperti biasanya. Kali ini ia merasa bersalah, karena kelakuannya kemarin jadwal mereka menjadi kacau. Tentu itu akan menghambat pekerjaan dan membuat ia semakin lama terkurung dalam satu kamar hotel bersama Mr. Beruang Kutub. Ia memang salah kali ini.

Unsweetened Marriage ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang