XXXVII. Wrecked

14.8K 903 32
                                    

Alexa melihat ke jendela, memandang ke dunia luar selama beberapa saat. Salju turun cukup lebat sore itu, namun semakin malam titik-titik salju makin jarang jatuh ke bumi.

Alexa menghela napas tertahan. Melihat salju mengingatkan dia tentang rencana malam itu. Sebuah agenda yang sudah dia rancang dengan matang sejak jauh-jauh hari. Ada banyak hal yang dia pertimbangkan dalam hal ini. Dadanya menyesak saat memikirkan itu.

Alexa segera menepis kekhawatirannya. Ia bergegas meletakkan satu pot bunga anggrek bulan putih di meja makan.

Alexa menengok ke arah Sean. Lelaki itu tengah duduk bersantai di sofa panjang ruang keluarga dengan membawa sebuah buku di tangan. Lelaki yang biasanya melontarkan godaan itu kini sibuk dengan bukunya, mengabaikan kehadirannya.

Alexa menunduk, sebelum dia mendongak dan memandang bunga di tangannya. Setidaknya akan ada kehidupan lain di rumah itu yang menemani Sean suatu saat nanti. Namun apakah Sean keberatan dengan keberadaan bunga itu. Entahlah Alexa belum menanyakan itu pada Sean.

"Bagaimana jika aku meletakkan bunga anggrek ini di sini? Kau tidak keberatan?" Alexa menggeser pot berisi anggrek bulan putih itu ke tengah meja makan.

"Cantik." Sean menengok, sekilas melirik bunga putih itu sebelum kembali memandang barisan kata dalam buku. Lagi-lagi mengabaikan eksistensi Alexa. Seolah ia tidak berada di sana.

"Sean." Panggil Alexa lembut. Spontan pemilik nama kembali menoleh, memandangnya dengan tatapan tak tertarik dan wajah datar.

"Bagaimana jika kita makan di luar malam ini. Aku ingin cake manis dan milkshake." Bohong Alexa.

Namun tak butuh waktu lama bagi Sean untuk mengiakan permintaan itu. Seakan permintaan itu sepele dan tak pernah menjadi prioritas. Alexa membuang napas kasar.

"Baik," ucap lelaki itu datar.

"Tapi aku butuh untuk membeli stok belanja mingguan dulu. Bisakah jika kita bertemu di kafe saja nanti?"

Permintaan aneh Alexa yang satu ini sukses membuat dahi Sean berkerut. Kali ini Sean benar-benar membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengar setiap kata yang terlontar dari mulutnya.

"Kenapa aku tidak mengantarmu saja?" Tanya Sean balik yang langsung mendapat balasan gelengan cepat.

"Tidak, tidak perlu Sean. Beristirahatlah dulu, kau pasti lelah setelah pulang kerja. Dan tolong kenakan setelan yang bagus. Kita akan bertemu di kafe, aku akan membagikan tempatnya nanti."

Sean mengangguk, masih berusaha mencerna ucapan Alexa yang cukup panjang seperti perintah di kepalanya.

Alexa berjalan menjauh sebelum dia berhenti di ujung tangga. "Oh dan satu lagi. Aku akan membantumu, Sean."

"Soal apa?" Lagi-lagi Sean dipaksa berpikir dengan tingkah random Alexa. Hal itu mulai membuatnya kesal. Sungguh bisakah wanita tak membuat teka-teki untuk hal sepele yang bisa dikatakan secara lugas.

"I don't know. Take a guess?"

"Tidak ada yang terpikir dalam otakku Lexa. Aku tak pernah meminta bantuan apapun akhir-akhir ini," ungkap Sean kesal.

Senyum kecil di bibir Alexa luntur. Wajahnya mendadak kehilangan rona. Ia pun mengambil beberapa langkah mundur.

"Euumm yeah. Lupakan soal itu. Aku hanya asal bicara." Alexa menunduk sebelum setengah berlari menaiki tangga dan menghilang di balik pintu kamar.

Aneh. Ekspresi ganjil Sean tak kunjung hilang seakan lelaki itu tengah memecah teka-teki sulit di otaknya. Sesaat ia masih berusaha menebak tingkah aneh Alexa hingga ia mengangguk tak peduli dan kembali menyimak bukunya.

Unsweetened Marriage ✔Where stories live. Discover now