XXVII. Hot Coffee

16.5K 985 13
                                    

Malam semakin larut, semilir angin terasa semakin kencang menyapu kulit. Helaian rambut cokelat panjangnya terhempas, sebagian bergerak pun menutupi mukanya. Namun hal itu tidak menghentikannya untuk menemui sosok seorang pria yang tengah duduk diam di kursi malas. Pria itu kini menghadap ke laut, netra birunya fokus memandang samudera yang luas.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Alexa bertanya namun tidak mendapat tanggapan sama sekali dari sang suami. Mata lelaki itu tetap fokus ke depan, seolah kilauan ombak yang memantulkan cahaya bulan adalah objek paling menarik baginya.

Selepas pulang tadi Sean memang kembali bersikap dingin padanya, bahkan sepanjang perjalanan pulang pun terasa begitu sunyi, hanya suara deru mobil yang sepanjang jalan mengisi sepuluh menit waktu berlalu.

Tampaknya tariannya dengan Mano tadi benar-benar ditanggapi serius oleh Sean. Buktinya lelaki itu bahkan kembali dingin dan agak kembali memberikan jarak. Sungguh, Alexa tidak bermaksud sampai sejauh itu, apalagi melukai ego pria itu.

Alexa berdiri di samping lelaki itu sembari memerhatikan wajah tampan itu lekat-lekat. Sean yang merasa tatapan tertuju padanya pun menoleh sesaat. Sebelum lelaki itu kembali tidak peduli dan membuang pandangan jauh ke samudera.

"Apa kau marah padaku?" Tanya Alexa dengan nada datar yang berhasil membuat rahang Sean kembali mengeras. Namun lelaki itu masih bungkam, enggan untuk membuka mulut sedikitpun. Tampaknya Sean benar-benar lihai ketika meniru aksinya beberapa hari lalu.

"Kau mau kopi? Aku akan membuatkan kopi," tawar Alexa namun lelaki itu masih diam dan mengabaikannya.

Alexa pun membuang napas kasar. Dia lantas berbalik dan berjalan cepat-cepat ke dapur.

Sesampainya di ruang tempat memasak itu, Alexa segera menyalakan alat coffee maker sembari menyiapkan dua cangkir untuknya dan Sean. Lelaki itu kerap meminum americano atau long black. Karena itu, ia tahu Sean tidak suka terlalu banyak tambahan dalam kopinya. Sama halnya seperti dirinya.

Selepas dua cangkir kopi teracik. Ia pun kembali ke samping kolam renang dan menaruh dua cangkir berbau wangi di meja kecil yang membatasi dirinya dengan Sean. Kini Alexa kembali menengok Sean yang masih mematung di dudukannya.

Setelah tidak mendapatkan respon apapun selama beberapa detik berjalan. Alexa pun mengalihkan pandangan ke langit. Cuaca cukup bersahabat malam itu, jutaan bintang-bintang berpendar terang menghiasi langit yang membentang gelap. Di temani oleh deburan ombak kecil yang menghantam bibir pantai, kesunyian tak lagi terasa mengiris, kini kenyamanan yang disediakan oleh alam bisa Alexa rasakan.

Setelah beberapa menit, Sean akhirnya mengambil satu cangkir untuk dirinya. Dia pun menempelkan bibir gelas berbahan keramik itu dan perlahan menyesap cairan getir di dalamnya.

Sesaat dia meresapi rasa pahit yang membuatnya merasa agak rileks. Sebelum bayang-bayang lain kembali menghujam memori di otak. Kumpulan bayang-bayang yang cukup membuat ia meradang. Hatinya seakan terbakar, rasa panas itu bahkan menjalan ke seluruh tubuh hingga mungkin saja mampu menggerakkan kepalanya tangannya. Hingga kini bara itu pum masih ada, dan sama sekali belum padam meski ia telah berusaha mencari ketenangan dari belaian lembut angin laut.

"Apa kau menikmati dansamu dengan lelaki itu?" Bayangan tangan lelaki itu yang meraih pinggang sang istri benar-benar begitu jelas. Cara lelaki itu mencuri-curi kesempatan untuk menyentuh wanita polos itu. Dan tatapannya, sebuah pandangan penuh kekaguman dan nafsu. Sean tahu dengan sangat baik soal itu.

Unsweetened Marriage ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang