BAB 16: SALAH PAHAM

988 132 4
                                    

Akhir pengujung Desember telah tiba. Tertidur malam ini maka akan terbangun di masa depan. Malam ini panah jam menunjuk angka sepuluh malam. Ramai dari bahu jalan terisi derum motor dari anak muda bersama boncengannya di jok belakang, berseru dengan tawa cekikikan. Motornya memelesat diikuti motor lain di belakang. Mereka terdiri anak-anak muda, setelan segar sedang menikmati masa remaja.

Gio memegang kumpulan tiket dari pengunjung pasar malam yang membludak. Lampu kedip-kedip melintang dari berbagai arah, eloknya menghias malam pasar malam. Stan penjual camilan terpajang jajanan di meja, dikerumuni pembeli rata-rata anak muda dan orangtua, tentu anaknya di kanan sembari berpegang tangan dijari jemari ibunya.

Nyanyian besar menggelegar, menghadirkan lagu koplo dan musik DJ bikin ramai. Kembang api melesat mengudara kelangit gelap, meledak mencipta bunga api merah disusul beberapa kali bersahutan dengan yang lain. Pengunjung di sana bersorak bersiul tatkala kembang api, ukurannya besar meliak mengujam langit mengerna akan kagum.

Tangan penuh oleh tiket yang diulur dari penumpang yang duduk di kursi kora-kora, mereka mengulurkan tiketnya pada Gio. Gio bertangkas mengambilnya secara estapet dari sudut kursi pojok hingga depan moncong naga.

Suara mesin kora-kora berbunyi nyaring. Sorak ramai penumpang mulai terekam oleh Gio. Mereka berpegang tangan pada besi panjang pengaman yang diletakan di paha.

"Arrgg!" teriak salah satu pengunjung ketika kora-koranya mulai mengayun mengambil ancang-ancang.

Suara derum mesin kora-kora kian jelas dibarengi ritme ayunan naga kian cepat.

Tott...

Gelegar terompet kora-kora bertanda si naga siap berayun menyerang ketakutan penumpang. Mereka berseru ketawa-ketiwi mencekeram kuat-kuat benda sekitar sebagai penahan.

Kembang api mengudara langit gulita, memencar bunga api elok kembali.

Gio mendongak memandang ke atas langit terhias bunga api. Dia senyum seraya duduk di tangga besi.

Gio duduk di sana menghitung lembar tiket.

....

Langit kumpul keluarga duduk di kursi panjang dialuni tawa dari kakak-kakaknya juga kakak ipar di pelataran rumah, sembari memandang bara api hangat yang mencuat ke atas. Fancy grill terisi sate sosis besar diatasnya bersiap sebagai hidangan.

Nurojat dengan kipas anyaman bambu mengipasnya oleh tempo tukang sate. Wati membelah bambu menjadi bagian panjang sebagai tusuk jagung bakar.

Mia juga Nia, duduk bersama Langit dikursi panjang. Mereka seru-seruan dengan tawa. Andela dan Sakira, anteng bersama menghangatkan diri di tepi bara api. Kakak ipar Langit memegang sebuah gitar lalu memainkannya, menggentar nada indah dibarengi suami Nia bersenandung.

Langit memegang gawai mengetik beberapa pesan dibaris kolom Gio. Entah berapa kali dia mengetik sebuah pesan bahkan spam, tak ada balasan darinya dan hanya sebaris keterangan jika orang itu aktif pukul empat sore.

Langit berdecak. Dia beberapa kali mengirim pesan 'belang' berturut-turut disusul emot emosi.

Langit beberapa kali menelepon namun tak ada jawaban. Jika dia punya pacar, mungkin Langit sudah berpesta pora. Sayangnya Langit jomblo. Dan teman adalah lajur satu-satunya menikmati tahun baru.

Langit bangun memasukan gawai kedalam kantung celana selututnya. Langit acap mengenakan celana selutut disusul kaus sweater. Bukan pamer paha putih hanya saja dia sering kegerahan, makanya dia selalu bersetelan seperti itu kala malam.

"Mah, Langit ke Gio dulu, ya." pamit Langit hendak pergi.

"Iya, bawa Gio ke sini kita masak bersama!" pesan Wati memoles jagung kuning dengan margarin.

Garis Langit [BL]Where stories live. Discover now