BAB 75: TERUBAH

253 38 3
                                    

Kisah senang hirap tak muncul kembalii. Datang mengais cerita lalu pulang dengan duka. Semuanya berubah hanya dua puluh menit di ruang itu. Membungkam semuanya membungkam rontaan untuk menegas juga menolong. Terputus cerita lain. Tak sesuai jalan juga tak sesuai harapan. Hilang mentah-mentah dibakar hanya debu tak terucap.

Hari ini, kisah itu berlanjut. Hanya saja tak ada rutinitas biasa. Rutinitas tokoh utama yang menjalani kehidupan di sekolah. Terakhir waktu lalu saat panggilan di ruang itu. Selanjutnya hanya kisah hambar memaksa untuk melupakan.

Anwar, Bagas juga Wulan terbebas. Ketiganya akan menjalani ujian karena telah dekat. Masih ada toleransi kebaikan untuk mereka. Mereka mengucap janji dengan surat permohonan maaf pada Langit juga ibunya Wati. Semuanya tak ada kesenjangan belah pihak.

Wulan meminta maaf dengan menjalinkan jarinya pada Langit pun dengan Bagas oleh senyum mereka itu. Anwar dengan memaksa rasa gengsinya mengulur tangan pada Langit awalnya bibir itu tak menyungging. Bergerak ragu untuk melengkung senyum. Langit menjalinkan jari tangan Anwar seraya senyum dia yang tulus berbaikan. Anwar terasa terhenyak. Dia tak ragu mengukir senyum itu. Merekah dan mendekap Langit.

Wati menonton dengan dingin saat pemanggilan di ruang penyuluhan akan pemanggilan SP mereka.

Orangtua mereka datang saling berdamai cepaka-cepiki pada Wati lekas bersalam.

"Maafkan anak saya Bu," ibunya Bagas lebih muda dari Wati.

"Iya. Saya juga minta maaf perihal Langit." Wati mengusap punggungnya.

Bu Rismaya mengusap rambut kepala Langit yang ada di sisinya, seraya memandang senang kasusnya tak berlarut. Damai. Tak ada konflik lagi.

Keluar atau damai. Pilihan.

Langit senang semuanya usai amat singkat. Langit senang tak ada hukuman. Berat atau ringan semua sama saja jika kasusnya begini. Langit tak merasa dirugikan, dia tahu maksud tujuan mereka merundung. Langit paham menjawab semuanya oleh angukan.

....

Hari ini ujian akhir semester. Pelajar datang pukul setengah tujuh sudah bersedia berduyun menempati kursi masing-masing juga telah ditempeli stempel nama juga absen di meja. Malam diisi mata pelajaran untuk dipelajari lalu dituang dalam tes ujian besok. Bersungguh-sungguh untuk mendapatkan hasil terbaik. Melupakan apa pun untuk pokus ke-satu tujuan agar nilai yang didapat memuaskan.

Tradisi sekolah Langit saat ujian diadakan, akan ada pertukaran teman sekolah dengan di random tak sebangku. Tak sesuai absen namun diacak. Laki-laki dengan perempuan namun kadangkala ada sesama. Tak dengan sebangku dikarenakan takut jika mereka bersekongkol dengan menyontek. Random dengan kelas sebelah hanya mengikuti seutas kertas terpatri nama juga nomer meja.

Langit itu saat ini dengan seragam tak bosan juga kebanggan juga status putih-abu, memegang seutas kertas bernomor 32 juga nama dan sebuah foto dirinya, berdiri tegap menghadap lurus.

Lorong kala ini ramai ada yang saling bergerumul juga berjinjit melihat kertas ditempel dinding dekat loker. Melihat mata pelajaran saat ini juga esok, melihat bangku mereka bersama siapa mereka duduk.

Langit melewatinya tak pun percuma Langit tak peduli dengan siapa dia duduk. Tergurat harapan jika dia ingin duduk dengan Kinan ataupun Raka barangkali? Namun tentu mustahil. Tataan itu sudah dirandom oleh pihak sekolah agar tak sekelas juga tak dengan temannya. Harus dipisah.

Kelas XII-IPS 2 Langit di ambang pintu. Melihat ramainya orang di sana. Ada yang ketawa dengan sahabatnya yang sebangku. Ada yang fokus menyendiri dengan menatap buku terbuka dimejanya, ada juga bermain gawai juga seorang pelajar menutup wajahnya oleh buku tengah membaca sesuatu. Entahlah. Tempat duduk itu paling belakang sisi dinding juga jendela.

Garis Langit [BL]Where stories live. Discover now