BAB 37: TERASA JEMU

401 73 2
                                    

Jendela nako itu terbuka memampang suasana cekam gelap. Jam dinding menunjuk pukul sembilan malam dan Langit tertidur  sore hari pukul empat.

Langit kini menggeliat. Jari-jemarinya meraba si hangat—membuka kedua matanya sekejap—bangun menatap sekeliling ruang kamar yang sudah menyala lampu terang.

Langit bangun membuka pintunya, tengok kanan kiri hanya sunyi ibunya pasti sudah tidur. Suara cacing perut sudah mendemo, bergegasnya menuju dapur mencari makanan untuk hidup namun tak ada hanya nasi di bakul.

Langit berdecak sebal.

Langit duduk di kursi dapur. Kepalanya memiring memandang bakul bambu dimeja.

Langit menghela napas kecewa. Dia men mengambil mie kuah dari kardus stok dagang.

Langit pelan-pelan membuka kotak kardus berisi mie, "Mamah, minta satu, ya." bisik Langit lekas menuju kompor, merobek kemasannya, menyiapkannya di panci.

Langit memutar pedal gas dan ternyata kompornya tak menyala.

Langit mendegkus, "Habis lagi!"

Wati telentang di kasur, rupanya belum tidur, beliau mendengar suara ribut di dapur suara jentikan pedal gas kompor.

"Anakmu kelaparan di dapur, Ibu masakin enggak?" Wati menoleh pada Nurojat.

"Masakin atuh kesian." kata Nurojat tidur menyamping.

"Ada mie di kardus. Ada banyak di warung." bisik Wati mengelak.

"Emmm," Nurojat mengumam.

"Pah,"

"Emmm,"

"Apa yang terjadi dengan si bungsu?"

Nurojat memutar tubuhnya lekas memandangi isterinya oleh dahi mengerut heran.

"Kenapa emang?"

Wati menatap langit-langit atap.

"Dia anak baik." bisik Wati bermimik rasa gelisah tertahan.

"Langit kenapa?" Nurojat bangun.

Wati menggeleng kepala pelan lekas menyamping membelakangi Nurojat.

"Tidur aja. Mamah enggak mau cerita." Wati menyelimuti dirinya oleh selimut.

Nurojat merebah diri telentang. Jari-jemarinya mengusap bahu istrinya agar tenang.

Langit menuang air panas dari termos ke dalam rantang. Langit menuang bumbunya lalu ditutup oleh piring pelastik hijau.

Langit menunggu mienya matang. Dia beberapa kali mengintip, membuka sedikit sisi piringnya lalu menghirup aroma bumbu mie yang enak. Langit tak sabar. Dia menyodok nasi di bakul kepiring hingga mengucung. Langit senang meski porsinya horor. 

"Makan besar. Bodo amat karbohidrat tubruk karbohidrat, haha," mulai menikmatinya.

Ponsel di sampingnya bergetar mengganggu makan Langit dari 'BF', dia ketuk ikon telepon oleh sikunya saking jengah.

"lagi makan!" sungutnya.

"Oh, ganggu, yaudah." Gio langsung memutus sambungan telepon dirasa menerima sambutan tak mengenakkan.

Langit mendelik lalu mencoba menelepon balik.

"Hai, Gi, enggak kok, hehe maaf."

Tak ada jawaban.

"Gi, jangan ngambek, ya." Langit menatap layar gawai masih menyambung telepon.

"Gio?" Langit merasa horor.

Garis Langit [BL]Where stories live. Discover now