BAB 76: JANGAN LAGI

295 44 1
                                    

"Kamu kenapa diam mulu?" tegur Santi mengacak rambut Gio di ayunan gantung.

"Perasaan aku lagi enggak enak, San." Gio mengalihkan pandang pada pesawahan hijau.

Santi ikut duduk di ayunan seraya menaruh sisi kepalanya pada bahu Gio. Dia pegang jari-jemarinya lalu dikecup hangat.

"Kenapa?"

"Apa benar Langit punya cewek?"

Santi menegak badan mengangkat bahunya. Dia ambil toples berisi keripik kentang merah. Dia ambil satu lalu dimakan. Bunyi renyah itu mengisi keraguan.

"Sama siapa emang?" Santi penasaran.

".... Resti." Gio sedikit malas menyebut nama itu.

Santi anguk-anguk lekas memegang kedua kedua bahu Gio keduanya saling berhadapan.

"Janga khawatir, aku akan selesain semuanya. Tapi kamu jawab dulu, kamu harus jujur dari hati yang paling dalam. Apa kamu masih punya rasa sama Langit?"

Gio diam lalu menatap lekat pada Santi.

"Aku punya kamu. Aku enggak ak-"

"Jawab. Aku enggak mau dengar yang lain." Santi menutup bibir Gio oleh jari telunjuk.

Gio senyum, "Aku hanya penasaran doang. Tak lebih. Buat apa aku berpaling?" Gio terkekeh dangkal.

"Gi, ini bukan soal cinta. Ini soal perasaan. Juga batin!" Santi bercakap sungguh sembari merapatkan jari tangan di dada Gio.

"Maksud kamu?" Gio pura-pura tak paham.

Santi senyum seringai, "Mau kamu berkata aku cinta kamu beratus kali, aku tahu perasaan kamu buat siapa. Aku enggak mau kamu memaksa soal itu. Lakukanlah sama Langit aku enggak mau hubungan kalian kandas begitu getir. Ya ... kalo kamu masih enggak masih enggak mau, perbaiki ikatan teman kalian. Cukup." papar Santi.

Gio diam mencerna itu dia alihkan pandangannya pada sawah.

"Sulit."

"Sulit karena tak ada yang memulai." imbuh Santi seraya menikmati keripiknya lagi.

"Hanya teman ...,"

"Kalo bisa jangan teman, tapi juga perasaan. Kan, kalian mau lulus? Masa mau pisah drama dulu sih?"

Gio ketawa kecil lalu menganguk pelan. "Apa Langit masih suka?"

Santi mangut-mangut.

"Pasti."

Gio melaju motornya di jalan aspal menyusur pohon palm disepanjang jalan. Dingin dari daun yang bertiup angin meniup wajah letih dari seorang pria itu. Sebuah senyum lagi terlihat bahagia. Terukir lama tak terhapus. Kala itu langit redum tak berniat hadir bersama hujan. Hanya redum tak memercik matahari. Pesawahan padi yang hijau juga seorang petani mengibar bendera dari pelastik mengusir hama, bersambung kelontang berdansa mengeluarkan bunyi bikin burung terbang berkoloni keatas langit.

Suara seruling sumbang dan arahnya makin dekat. Seorang pria bersama barang dagangan yang dipikul di bahu. Gio menepi membeli jajanan hangat juga manis. Kue putu bertabur parutan kelapa diatasnya lalu dikemas oleh daun pisang.

Sebuah danau airnya tenang tak beriak. Ada dua angsa dan keduanya bergaok lalu saling mendekatkan kepalanya. Leher panjang itu membuat sebuah motif hati.

Gio terdiam juga kagum saat menikmati kue putu di kursi taman menghadap danau juga angsa. Berbentuk hati dari leher juga kepala angsa dibikin menunduk.

"Manis." Gio senyum lekas menikmati putunya lagi.

Sore entah pukul berapa Gio tiba di pelataran rumah. Dia jinjing keresek berisi kue putu menuju dalam.

Garis Langit [BL]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora