BAB 71: KEBETULAN

232 37 1
                                    

Tenggelam dua kali lalu ditolong oleh orang itu. Orang yang sama, juga orang yang sedang konflik. Duduk bersandar keseratus sejak cerita ini dibikin. Langit di kamar bersinar temaram cahaya luar yang redup warnanya oren. Oren dari kedalam celah jendela nako kaca. Dibawah itu dia di sana menghadap bayang sendiri di cermin. Jaraknya jauhan. Sunyi senyap di kediaman sudah biasa. Tenang.

Tangan tergurat urat halus kehijauan namun cepat hilang saat tangan itulah banyak gerak. Meja panjang atasnya colokan yang ditempel dinding. Charger menjuntai kebawah menusuk lubang gawai yang jelampah diisi ulang.

Suasana kala itu senyap. Senyap tak ada bisikan juga ribut. Tangan merapat dasar kasur satu orang langsung diremat bikin kerut akan tarikan. Wajah itu, wajah kebingungan. Wajah manis tak tertolong hilang akan sesuatu. Jari tangan kian mengeras nimbul urat hijau kian timbul. Akar bercabang  tak banyak ukuran itu kecil-kecil mengisi punggung tangan.

Jari tangan tak tampak urat hilang mendadak saat remasan di dasar kasur telah surut. Dengkusan kini mengisi kamar. Dua kali lalu decakan.

Gawai berkampa isi kamar yang sunyi senyap. Getaran disambung ringtone, bikin ramai. Langit merangkak lalu tarik pinggang gawai tak toleh siapa yang telepon dia langsung taruh di telinga lekas kembali menyandar dibarengi mata terpejam.

Langit mengumam lalu senyum juga menganguk orang gila. Dia garuk rambutnya lalu dipelintir poni yang mulai nampak. Suara kekehan kecil mulai mengisi lalu mata itu membuka. Membuka akan binar mengobrol dengan orang di telepon. 

Langit mengecup layar gawai lalu dia menghela napas jelampah gawai di kasur.

Burung kenari di dalam sangkar sedang juga tersedia ilalang kering dibikin sarang di dalam. Paka biji-bjijan di dalam botol mineral bekas dipotong badannya lalu digantung ditepian oleh kawat. Burung itu belingsatan di tepian sembari mengepak sayapnya di sana.

Langit dengar burung itu, Langit arahkan matanya ke sana pada sangkar yang ditaruh meja. Burung itu terus mengepak sayap seakan ingin keluar. Langit terdiam beberapa saat, dia merangkak hingga duduk bersila di depannya.

Burung itu tak banyak gerak. Dia tak kepakan lagi sayap hijau juga kuning oren. Burung itu melihat Langit lalu bertengger dibatang pohon seukuran jari kelingking. Burung itu diam di sana memandang Langit sesekali memiringkan kepalanya. 

Langit buka penutup sangkar terpikir jika burung itu setres berada di dalam. Pintu dibuka lebar tapi burung itu tak keluar malah mematung terus memiring kepalanya mengikuti gerakan Langit.

Burung itu terbang hinggap di ambang pintu. Dia mengicau padanya. Langit kepal jari, tersisa telunjuk yang melintang lalu didekatkan diburung itu. Burung itu beralih ke telunjuk Langit seakan tak takut lagi.

Langit senyum, burung itu mengicau lagi. Di elus bulunya, burung itu tenang dia tidur memejam mata.

Kala itu sore pukul tiga lewat lima menit, matahari tak menyengat malah ramah terasa dikulit. Langit terduduk di batu tengah sawah. Dia pandang gunung bersamaan kaldera yang sayup terlihat. Petani dari ibu-ibu bertudung dudukuy saling jajar memijak jalan setapak menuju pulang disambung obrolan juga tawa.

Burung itu di dalam sangkar. Langit pegang sangkarnya lalu dibuka pintunya lebar-lebar.

"Pulanglah. Keluargamu pasti menunggu," Langit menyilakan.

Burung kepakan sayapnya hinggap di ambang pintu, dia mencongak pada Langit lalu terbang kerahnya bertengger di bahu.

Langit agak kejut lalu tatap burung dibahunya dikira salah arah. Burung itu anteng sembari celingak-celinguk sesekali mengicau.

Langit senyum lalu mengarahkan jari telunjuknya lagi, burung itu hinggap. Langit tenang menikmati desir angin.

Suara gemuruh pesawat di langit, Langit menengadah melihat suara itu. Guratan awan putih panjang dan juga benda didepan mengeluarkan itu bersamaan gemuruh. Langit menyipit mata menajamkan penglihatannya.

Garis Langit [BL]Where stories live. Discover now