BAB 60: DIAM

291 45 4
                                    

Langit duduk di ayunan menghadap bukit yang ditumbuhi teh dan gunung besar yang sering dia lihat di rumahnya.

Kaldera putih di pinggiran itu amat jelas. Lubang menganga dan entah aktif atau apa, gunung itu terlihat garang jika dekat. Tak seelok kalau jauh.

Langit menyumbat telinganya oleh earphone sembari mendengarkan musik Korea. Dia di ayunan dan di belakangnya orang ber-selfie memberikan senyuman bahagia di depan kamera. Mereka pengurus baru Paskibra.

"Kak...," suara riang menyapanya.

Langit tak dengar telinganya disumpal earphone, ditambah sedang melamun.

Prita mendekatkan bibirnya ke kuping terisi earphone Langit.

"Kak," sapa Prita menyadarkan.

Langit menoleh, lalu senyum segera mencabut earphone-nya.

"Ikut duduk, boleh?" ucap Prita.

Langit mengiyakan. Keduanya duduk bersama di ayunan itu. Ayunan ditopang oleh tali ke pohon pada batang atas dan alasnya dibuat dari papan.

Angin dingin dan terasa dingin. Angin itu agak jahil bikin orang kelilipan karena menampar butiran partikel debu. Prita mengucek matanya karena kemasukan. Langit mencoba menenangkan Prita dengan meniup pelan.

Prita berpandang oleh pupil hitamnya. Langit tatapan tanya. Tatapan tak bisa dari tatapan menyimpan sebuah rasa.

Langit senyum lalu mengalihkan pandangannya pada gunung.

"Kak, kakak baik-baik aja?" tanya Prita saat menilik kemurungan kakak kelasnya.

"Baik, kok."

"Kok wajah kakak kayak sedih. Cerita sama aku, Kak."

Langit menundukkan kepala lalu mengubah ekspresi murungnya jadi ceria kebohongan.

"Eng-"

"Sayang di sini aja." kata itu berhasil menghentikan Langit untuk mengelit. Suara Gio dan arahnya di sisi Langit agak jauhan. Langit segera memutar pandang pada suara itu. Suara Gio dan disahut oleh Santi mereka duduk di rumput subtil seraya menikmati biskuit.

Langit terasa jejal lagi. Jejal terasa sakit. Bahkan dadanya kembang kempis.

"Kak?" Prita memegang bahu Langit, sekejap Langit menghadapnya.

"Ada apa?" kata Prita melihat kakak kelasnya terdiam.

Langit menggeleng kepala lalu senyum bohong lagi.

"Enggak kok. Tadi kayak ada yang manggil. Oh, ia selamat ya, sekarang kamu sepenuhnya menjadi kakak baru." alih Langit mengembangkan senyum.

Prita menganguk lalu senyum terima kasih.

Obrolan biasa dan terkesan hambar terlantur hanya Obrolan jemu dari Langit untuk Prita saat mood-nya tak sehati.

Langit duduk di anak tangga dia duduk di sana dengan roman masih murung akan kesepian. Tangannya memegang apel dan tepian sudah membekas satu gigitan.

"Ini perawan daritadi murung mulu enggak bosan?" Kinan duduk di sisinya.

Langit tak mengubris masih diposisi itu.

"Ohh aku tahu. Langit itu suka kue p u t u. Tapi di mana gue dapetnya ya. Hadeh .... Ngit, plis, deh, coba senyum." Kinan mengibas rambutnya jemu.

"Diam. Aku lagi bete."

Kinan menyipit mata, "Bete karena ulala?"

"Apaan?"

"Enggak,"

Garis Langit [BL]Where stories live. Discover now