BAB 50: MEMULAI

355 63 11
                                    

"Indah ya." ucap Langit terpancang pada senja.

Benteng itu, saat dialog singkat kala pertemuan Langit berplesir di jenggala pinus.

Benteng di tepian ditumbuhi gelagah tinggi. Terbelai angin dan jumlahnya banyak. Seperti di taman liar.

Duduk bersama di benteng bersama seseorang yang asing. Dia manis, bersurai sepunggung, terlibak angin sore menjelang magrib.

Seseorang, tentu bukan pria yang sedang dirundung kecewa dan mungkin saat ini orang itu berderai di kamar.

"Iya," suaranya lembut.

Kedua pipinya merona, gadis itu duduk di sisinya Langit. Berjuntai kaki di benteng, menghadap sunset di perbukitan.

Gunung gagah yang kita lihat saat ini sedang berselimut mega abu keputihan. Dan sisinya didampingi matahari yang tenggelam pelan.

Cahayanya hangat, hangat seperti air mandi yang sengaja dibikin oleh ibu untuk putrinya kala mandi agar tak dingin. Dibikin dari kucuran air sumur lalu dipanaskan dari panci besar dan dimasak di kompor oleh bunga api. Dan hangatnya bisa dikatakan seperti itu tak beda jauh.

"Kamu punya pacar?" pertanyaan tak sopan. Keluar dari mulut Langit.

Resti kikuk membalas semuanya olhe senyum tipis lalu mengalihkan pandangan ke arah sunset. Dia menunjuk.

"Kita nikmati si raja itu. Dia meredup oleh bumi." ujar Resti demikian.

Langit menganguk.

"Selonjorkan!" titah Resti pada Langit.

Langit berselonjor kaki, menarik celananya setengah paha. Menunjukkan luka gores juga memar di lutut.

Resti melapnya penuh hati oleh kapas hingga bersih. Lekas diolesi antiseptik lalu ditutup bantalan kasa yang dirapat plester didua sisi.

Resti hati-hati mengobati luka itu. Tak pun Langit meringis manja. Langit memandang roman Resti yang mulus. Sesekali angin melibak tepi rambut di pelipis, menjuntai ke dahi, lalu Resti merapikannya oleh tangan.

Langit senyum tak melewatkan detik itu beberapa kali.

Resti merapatkan plester dan luka itu telah tertutup sempurna. Resti senyum lekas memandang Langit.

Keduanya berpandang.

"... ya?" Resti berkata pelan.

"Makasih," Langit pun begitu, pelan.

Ruangan sederhana. Lantainya semen. Tapi bersih tak ada debu yang menempel.

Langit duduk disisi Resti, duduk diatas tikar di ruang tengah.

Tayangan sinetron di TV tabung menampilkan adegan tokoh.

"Tah si itumah sok galak! (Nah, si dia itu suka galak!)" ribut ibu Resti menanggapi tayangan sinetron.

"Jadi baik, sih, tuhkan dimanfaatkan!" ayah Resti ikut mengomen.

Keduanya di depan menikmati tayangan itu seakan ingin lebih puas, sementara Langit dan Resti di belakang. Duduk menyandar ke dinding bilik.

Camilan manis bernama sale, camilan pisang diiris sedang lalu dijemur dan digoreng, setelah itu ditaburi gula atau dicelup adonan terigu cair, digoreng renyah dan rasanya manis.

Dua toples dan isinya itu. Pisang dua tandan. Pisang tanduk warnanya kuning dan ditaruh di piring warna putih.

Resti menikmati sale itu sembari ikut komen soal sinetron dibuat gemas.

Garis Langit [BL]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon