BAB 46: SELESAI

405 62 4
                                    

Termangu menikmati sarapan paginya yang ditemani denting sendok bersentuhan dengan gigi. Terlepas dari itu, semuanya kekosongan yang diberikan Langit.

"Tambah lagi?" Wati mengangkat centong terisi tumis kangkung kecap untuk Langit.

Langit bangun sepihak tak mengubrisnya. Piringnya masih banyak nasi dan lauk pauk. Bahkan sepertinya Langit tak menyentuh ikan pepes dan tumis kangkungnya, hanya nasi putih yang habis setengah itupun hanya sebaris.

"Habisin dulu," tutur Wati nadanya ramah.

Langit merangkul ranselnya lekas mengendongnya di punggung. Pamit tanpa bersalam.

Wati yang tahu Langit berlalu, dia meninggalkan uang jajannya di meja, buru-buru, Wati memungutnya untuk putranya.

"Kebiasan," Wati memasukan uang jajan Langit ke dalam saku bajunya saat dia duduk di lantai teras mengenakan sepatu.

Langit bangun tak menoleh.

"Kalo sakit, Mamah bikinin surat. Kamu jangan maksain." Wati cemas.

Langit memutar tubuhnya menghadap ibunya lalu merapatkan punggung tangan Wati ke dahinya lekas berangkat.

....

"Kenapa?" Raka menyikut pinggang Langit, merasa aneh padanya yang diam.

Langit menggeser kepalanya kekiri menengok Raka oleh tatapan dingin.

"Ngit?" Raka setengah takut ditatap oleh Langit yang menurutnya itu kerusupan.

"Apa itu cinta?" tanya Langit tetiba.

Kinan yang mendengar dibangku belakang, sekejap merangkul bahu Langit dirasa keanehan Langit terlalu dibuat-buat.

"What's wrong?" kata Raga, "Langit?" setelah tak disahut.

Raka menilik tatapan Langit yang kosong, tangannya mengudara melalu-lalang did depannya, memastikan bola mata Langit benar-benar menatapnya.

"Langit?" Kinan setengah takut sembari menggerak pelan kedua bahu Langit.

Kinan melepas kedua tangannya dibahu Langit dirasa usahanya sia-sia. Raka saling pandang keheranan dengan Kinan.

"Langit?" Giliran Nurul bertanya, sekejap Langit tersadar akan lamunan mengerikan itu.

Langit terengah-engah seakan habis dikejar. Dia menarik oksigen amat boros dan pendek-pendek.

Kinan dan Raka tentu panik berusaha menenangkan tak mau kejadian dulu terulang.

Langit mendekap Raka dengan tangan gemetar bersama pelupuk mata berair tertahan.

"UKS!" Nurul mengusul.

Kinan menganguk lekas berdiri membantu Langit namun dekapannya amat kuat. Jari-jari mencengkeram kuat dipunggung Raka disusul gemetar ketakutan. Langit meneteskan airmata bersama wajahnya tergurat ketakutan.

Raka membopongnya jalan pelan menuju UKS.

Gio di bangkunya tak menengok atau menoleh ke Langit. Dia sok sibuk menulis kata-kata dibukunya tak peduli sebagian pelajar di kelas rada bertanya-tanya soal keadaan Langit.

Fahmi celingak-celinguk melihat Langit dibopong Raka yang terlihat di kaca.

"Si Langit kenapa?" Fahmi menepak bahu Gio.

"Biarin. Dia yang jemu. Dan aku tak peduli." Gio berkata itu tergurat pedar.

Langit hendak ditidurkan pelan di kasur namun ia berontak menepis Raka. Dia duduk di kasur bermuka asing untuk ditanya. Kinan memegang air putih hangat untuknya, tapi dia tak membuka mulutnya yang kering untuk melumasinya oleh cairan.

Garis Langit [BL]Where stories live. Discover now