she's the best thing you'll ever have

4K 141 9
                                    

Setelah mandi aku turun ke lantai bawah, dan pemandangan di ruang berkumpul benar-benar membuat aku tercengang hingga tidak bisa berkata-kata. “Buset, bisa nggak sih kalian sadar diri kalau kalian lagi di rumah orang? Jangan berantakin gini!” teriakku gregetan seraya membersihkan tisu dan berbagai kaleng minuman yang tersebar di lantai. Belum lagi remah-remahan ciki yang ada di sofa. 

“Oh, hai good morning Kanthi—si manusia banyak drama. Iya, nanti gue pasti beresin kok, tapi sekarang lagi nggak bisa diganggu gugat. Ini series-nya lagi seru banget coy!” ujar Rafael seraya tiduran di sofa, dengan snack di tangannya, dan kedua netra yang fokus melihat ke arah televisi yang sedang menayangkan series Dublin Murders. 

Aku memutar bola mata malas, karena sungguh aku sedang tidak mood untuk berdebat dengan siapa pun. Saat ini hatiku benar-benar terasa begitu berat, aku harus membuat keputusan yang membuat hatiku lega dan remuk redam di saat bersamaan.

Namun, rasa yang sangat mendominasi hatiku saat ini adalah sakit. 

Sakit sekali. 

Namun, aku tidak boleh goyah, ingat Kanthi ... cuma orang tolol yang jatuh ke lubang yang sama dua kali.

“Er, kamu masih belum mandi? Tadi katanya kamu mau mandi, lho!” omel Arum seraya berkacak pinggang. Dan dengan kecepatan super dan tanpa bantahan si menyebalkan itu langsung bangun dari rebahannya dengan senyuman super lebar di bibirnya. 

“Iya, ini aku mau mandi, kok. Karena kamar mandi bawah lagi buat mandi Jun, aku nungguin si Satya dan Kanthi yang sudah jelas nggak cuma mandi dari tadi. Meh, mandi apaan yang makan waktu sampai 3 jam? Tapi, mari kita positive thinking dengan percaya kalau mereka cuma main bebek-bebekan karet karena masa kecil mereka kurang bahagia,” sindir si kampret Rafael Januardi dengan senyum sinis dan side eyes super menyebalkan, tapi ekspresinya langsung berubah lembut saat berhadapan dengan Arum.

Aku menoyor kepala Rafael dengan kesal yang sontak membuat pria itu langsung mengumpat. Pria itu bersiap-siap untuk membalasku, tapi Satya langsung pasang badan, sehingga aku bisa bersembunyi di belakang pria itu seraya memeletkan lidah. 

Bro, lo lebih milih cewek lo daripada gue yang udah nemenin lo dari kecil? Yang nemenin lo cosplay jadi Ultraman di ulang tahun lo yang ke 7—najis itu beneran masa-masa paling memalukan di hidup gue!—Dan lebih parahnya lagi bokap gue masih majang foto itu di ruang tamu. Man ... lo beneran pengkhianat sejati!” seru Rafael dramatis yang sontak membuat aku memutar bola mata malas.

“Oke, pemirsa, lihat siapa yang lebih ‘ratu drama’ sekarang! By the way, Er, Rum, kalian juga belum mandi, kan? Percayalah main 'bebek karet' di bathtub kamar mandi atas benar-benar asyik banget. Jadi, mungkin kalian harus coba,” godaku yang sontak membuat pipi Arum memerah dan Rafael tersenyum jahil.

“Gimana, babe? Aku rasa itu bukan ide yang buruk, kan?” tanya Rafael yang sontak membuat Arum menggelengkan kepalanya dan kembali melenggang ke dapur untuk melanjutkan acara masaknya. “Satya, kayaknya rumah lo ini beneran butuh diadain pengajian deh. Banyak setan di sini!” teriak gadis itu yang sontak membuat aku dan Satya tertawa ngakak.

Dan Rafael—si bucin tak tertolong itu—mengikuti Arum ke dapur, berdebat sebentar, kecup kening, baru naik ke lantai atas untuk mandi. Dan pemandangan itu sontak membuat aku tersenyum lebar. Aku senang untuk mereka, tapi juga merasa iri di saat bersamaan.

Ah, andai hubunganku dan Satya bisa bertahan seperti Arum dan Rafael, apa sekarang kami akan sebahagia itu? Dan juga menikah bulan depan? 

Ya, aku rasa iya....

Tetapi sayangnya, kita berdua hanya pura-pura. Semua ini tidak ada yang nyata. Kami akan saling mencintai dan menipu saling akhir. Satya pernah memerankan perannya dengan mahir, dan aku rasa saat ini aku juga memerankan peranku dengan sangat baik.

Menipu dan ditipu.

Kali ini, aku sudah jelas yang akan jadi juaranya. Jadi, mari kita akhiri saja....

Aku mengalungkan kedua lenganku di leher Satya, lalu berbisik di telinga pria itu. Satya tertawa kecil, lalu mengecup sisi kanan kepalaku lembut.

“Ya, aku suka ide itu.”

Second Chance (Completed)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora