kinda miss you but nvm

61.8K 5K 65
                                    

Sekarang sudah pukul dua pagi, tapi aku belum bisa memejamkan mataku sama sekali. Makanya dari tadi aku hanya menatap langit-langit kamar seraya menghitung domba berharap kantuk akan segera datang.

Menyerah, akhirnya aku kembali menyambar ponsel yang tadi sudah aku letakkan di laci meja kamar. Aku kembali menyalakan ponselku dan membuka akun Twitter. Membuka Instagram hanya akan membuat aku sulit terlelap, karena memang aplikasi itulah biang kerok yang membuat aku akhirnya sulit tidur. 

Lalu aku pun menge-tweet;

kinda miss you but nvm.

Karena nyatanya breaking up hurts, move on itu susah, dan kenangan-kenangan indah maupun menyakitkan bakal stay selamanya. Aku tahu aku terlihat menyedihkan karena masih saja sulit move on meski sudah sepuluh tahun berlalu.

Namun, Satya adalah orang pertama yang aku cintai sepenuh hati, dan pria itu juga yang membuat aku terluka sangat parah. Luka itu sakit luar biasa. Luka itu membuat aku hancur berantakan dan mengamini kata Ayah;

Kalau aku tidak pantas dicintai, dan seharusnya yang mati aku saja bukannya Mama.

Aku segera menyambar ponselku yang bergetar karena ada telepon masuk dari Arum. Lalu aku segera duduk seraya memeluk lututku sendiri saat aku mendengar suara sahabatku di ujung sana. 

Meh ... kinda miss you but nvm? Jiah, sesi gagal move on-nya belum selesai juga, Buk!” ledek sahabatku itu. 

“Yups, gue tahu gue memang menyedihkan. Tapi kalo lo punya mantan kayak Satya, lo bakal tahu kenapa move on bakal sesusah ini. Dan for your information ... semalem gue nginep di penthouse Satya—“

WHAT THE FUCK, Kanthi! Sebenarnya hubungan kalian udah sejauh mana?” teriak Arum dramatis sehingga membuat aku menjauhkan ponsel dari telinga karena kalau tidak, teriakan gadis itu bisa membuat gendang telingaku pecah. 

Aku memutar bola mata malas. “Pokoknya ini nggak seperti yang lo bayangin. Nanti deh kalo ketemu gue ceritain, karena lo harus tahu apa yang dia lakuin malem ini sampai gue nggak bisa tidur!”

“Satya ngapain?”

“Dia nge-like postingan instagram gue dari bawah banget. Dan karena Instagram gue ada 500 foto, sebanyak itu juga orang gila itu like-nya. Dari tadi ponsel gue penuh sama notifikasi nama dia!”

Dan aku langsung mengumpat begitu mendengar Arum yang tertawa ngakak di ujung sana. 

“Buset ... ngegas banget Bapak Satya! Keliatan banget pengen balikannya!” ujar Arum masih dengan sisa-sisa tawa. 

Aku menghela napas panjang. “Ya, Satya memang terang-terangan banget bilang kalo dia masih ada rasa sama gue. Tapi kenapa harus nunggu sepuluh tahun? Kenapa dia baru muncul setelah sepuluh tahun?” tanyaku dengan rasa sesak yang mencengkeram dada.

Untuk beberapa saat hanya ada keheningan yang ada di antara kami. Karena aku juga tahu kalau Arum tidak mungkin tahu jawabnya, sebab satu-satunya orang yang tahu jawabnya hanya Satya seorang. Tapi sungguh ... aku benar-benar penasaran, kenapa harus sepuluh tahun? 

“Thi, kalo lo nanya itu sama gue, jujur gue nggak tahu. Tapi yang jelas apa pun keputusan lo nanti, lo tahu kan kalo gue bakal selalu ada di pihak lo?” 

“I know ... thank you, baby!”

“Yes, you’re welcome babi!”

“Heh sialan!” 

Lalu kami tertawa bersama. 

By the way, kenapa lo belum tidur?”

“Gue nemenin Rafael lembur.”

“Yaelah nemenin ayang lembur ternyata. Dasar budak cinta! Tapi Buk jangan lupa pake kondom, ya!” ledekku.

Arum berdecak di ujung sana. “Heh kampret! Kan lo yang kemaren baru aja nginep di penthouse Satya, kayaknya lo deh yang perlu nyetok kondom dari sekarang! Buat jaga-jaga aja, beib. Kali aja main kuda sama mantan sensasinya beda dan bikin nagih,” ujar gadis itu penuh kemenangan. Karena memang skakmak, kali ini sahabatku itu menang telak. Sebab aku sama sekali tidak mampu membalas perkataannya. 

“Udahlah terserah lo, Rum, terserah!” dengkusku seraya geleng-geleng kepala.

By the way, tapi nggak nyangka juga ya kalo lo bakal sebucin ini sama Rafael. Gue inget banget dulu lo suka kesel pas ngajarin dia pelajaran matematika.”

Dan senyumanku langsung mengembang begitu mengingat perjalanan cinta antara Arum dan Rafael yang aku tahu sama sekali tidak mudah. Tetapi keduanya bisa bertahan selama sepuluh tahun, dan aku bersyukur karena Rafael Januardi-lah yang mencintai Arum, karena aku tahu kalau sejak SMA pria itu tidak pernah melirik wanita lain. 

Tanpa sadar air mataku mengalir saat aku mengingat kembali isi amplop yang diberikan oleh Sergio. Aku tahu mereka akan bahagia, karena manusia-manusia baik seperti Rafael dan Arum memang pantas bahagia. 

“Ya, dan gue juga nggak nyangka kalo gue bisa tahan pacaran sama si somplak itu sepuluh tahun. Lo tahu dia selalu bikin gue naik darah—“

Babe, aku denger, lho!” teriak Rafael di ujung telepon yang membuat aku langsung ngakak karena mereka malah berdebat soal ‘jelas kamu denger kamu punya telinga’ Rafael yang ngambek gemas, lalu mereka berdebat panjang dan akhirnya saling menyatakan cinta. 

“Oke, Lovebird alay, gue nggak mau dengerin live action film porno. Jadi, mending kalian berhenti atau matiin telponnya dan lanjutin apa pun yang lagi kalian lakuin. But, Rum, inget pesan gue, jangan lupa pakai kondom!”

“Ck, bacot lo, Kanthi. Kayak abis ini lo bisa tidur aja pakai nyuruh gue matiin telepon segala. Palingan juga overthinking.”

Ya, dan karena Arum benar, maka kali ini aku hanya akan diam. Karena ini bukan pertama kalinya kami girls talk tengah malam. Biasanya kami akan deep talk bertiga dengan Jessica juga, tapi semenjak Jessica menikah, gadis itu jarang sekali bisa melek tengah malah kecuali menyusui atau ganti popoknya Jun. Sungguh, kadang aku merasa kehilangan dan merindukan saat-saat kami bisa me time bertiga, walau ujung-ujungnya cuma gegalauan atau overthinking soal masa depan. 

Namun, aku juga paham, kehidupan dewasa memang seperti ini. Tanggung jawab kita akan bertambah dan kita tidak akan lagi sebebas dulu. Tetapi aku selalu percaya, segala hal di dunia ini memang punya masanya sendiri-sendiri. Oleh karena itu, saat ini aku akan menikmati apa pun yang tengah terjadi di hidupku, karena mungkin suatu malam di masa depan, aku akan sangat merindukan masa-masa ini. 

Waktu adalah misteri, satu-satunya yang sudah pasti dari waktu adalah ia tidak akan pernah berhenti berputar. 

Dan untuk saat ini, aku memang tidak tahu apa yang terjadi selama Satya menghilang sepuluh tahun. Tapi aku percaya suatu hari nanti semua pasti ada jawabnya. Karena semua memang selalu ada jawabnya pada akhirnya. 

“Woy, tidur lo, Thi?” tanya Arum diujung sana. 

“Belum cuy, dan gue dengerin kok lo dari tadi ngocehin soal pengin ikut kelas jahit. Yaudah, kalo lo gabut gas aja.”

Lalu setelah itu kami mengobrol soal banyak hal, dan setuju untuk menonton film di bioskop besok siang. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk tidur karena azan Subuh sudah berkumandang, untungnya Alea masih ada acara keluarga di Bali hingga Senin nanti. Jadi aku masih ada libur dua hari lagi. 

Second Chance (Completed)Where stories live. Discover now