because i am not just the player, i am the game

1.4K 93 1
                                    

Jakarta, 10 tahun lalu

“Lo tahu Brother, kali ini pun lo yang menang. Karena kayaknya pacar lo itu beneran polos dan tolol. Dia beneran segampang itu jatuh ke pelukan lo. Ya, dia emang cute sih, dan beneran kayak boneka yang bisa lo mainin sesukanya. Tapi sampai kapan lo bakal mainin di, Bro? Bukannya ini udah kelewatan? Lo menang, Sat. Lo boleh mikin motor kesayangan gue. By the way, kalo lo udah bosen sama dia tolong kasih tahu, ya. Biar prom night nanti gue aja yang ajakin dia. Ah ya, gue punya taruhan baru lagi. Gue bakal kirimin peraturannya, tertarik?”

Rekaman itu terus berputar di kepalaku walau Arum sudah mematikan rekaman suara Sergio sejak tadi. Awalnya aku sama sekali tak paham apa yang tengah terjadi. Saat ini aku seperti terjebak di labirin tak berujung dengan kabut awan yang menutupi kepala sehingga pikiran blank, terjebak, dan aku sama sekali tak tahu harus apa.

Lalu potongan-potongan puzzle dari kejadian masa lalu menyusun jadi satu. Ah, jadi ini alasan Satya mendekatiku yang biasa-biasa ini. Ah, jadi ini alasan Sergio selalu muncul tanpa diundang seperti jailangkung. 

Jadi, semua ini adalah permainan? Semua hanya demi taruhan? Mereka mempermainkan perasaanku hanya untuk bersenang-senang? 

Dan Sergio memang benar, aku memang si polos dan tolol, karena aku terjebak begitu mudahnya. Seharusnya sejak awal aku tahu kalau seorang yang populer seperti Satya dan Sergio tidak akan pernah mendekati orang sepertiku. Si figuran yang biasa saja. 

Namun sungguh, aku sangat mencintai Satya. Cintaku begitu tulus pada pria itu. Aku tidak pernah mencintai seperti ini, ini adalah pertama kalinya aku jatuh cinta begitu dalam hingga saat ini aku juga merasakan sakit yang amat sangat hingga untuk bernapas saja rasanya menyakitkan.

Aku seperti ditenggelamkan ke awan, lalu dijatuhkan ke dasar jurang dengan brutal. 

Sakit sekali, sungguh aku tidak merasakan apa pun selain sakit. 

Dan sakitnya benar-benar bisa aku rasakan dari ujung kaki sampai kepala. 

Jadi, semuanya bohong, Sat? 

Dengan tangan gemetar aku meraih tas dari kursi, berusaha untuk terus tersenyum walau mataku sudah sangat perih karena air mata yang sebentar lagi turun. “Sorry, Rum, kayaknya hari ini gue nggak bisa nemenin lo cari baju buat prom night. Gue pulang duluan nggak papa, kan?” 

“Gue anter, oke? Kebetulan hari ini gue bawa mobil karena harus jadi kacung dan belanja bulanan. Yuk keluar bareng.”

Aku mengangguk setuju, lalu aku segera berjalan ke luar kelas dengan diapit Arum juga Jessica. Aku mengabaikan tatapan kasihan dan bisikan mengejek terang-terangan dari para siswa. Hingga untuk pertama kalinya hari ini, aku bertatapan dengan Satya. Pria itu memohon untuk bicara denganku, tapi aku sama sekali tidak mau dengar. Semua sudah jelas, hubungan kami cuma permainan, aku cuma barang taruhan. 

Perasaan pria itu tidak nyata, semuanya hanya pura-pura. 

Sial, aku tidak dapat merasakan apa pun lagi selain rasa sakit akan realita kejam yang baru saja menghantamku.

Satya masih berusaha untuk mengajakku untuk bicara, tapi aku memilih melengos dan tetap jalan ke mobil Jessica. Arum yang mengerti jika aku sama sekali tidak mau bicara dengan Satya pun menahan pria itu hingga ia tak bisa mengejarku sampai parkiran. 

Begitu masuk mobil, Jessica langsung melajukan mobil ke rumahku dan aku masih diam tanpa kata. Kenangan-kenangan indah antara aku dan Satya perlahan muncul silih berganti di kepala. Semua kenangan itu mendebarkan dan indah. Aku masih bisa merasakan semuanya, hangatnya peluk pria itu, lembutnya kecupan pria itu, getaran saat jemari kami bertautan, tawa pria itu, kenangan-kenangan indah kami di masa putih abu-abu. Semuanya berputar di kepala, membuatku tersenyum dan menangis di saat bersamaan.

Tuhan, sungguh ini sakit sekali. 

Tuhan, aku mencintai Satya, sangat mencintai pria itu.

Dan hari itu aku patah hati untuk yang pertama kalinya. 

Lalu julukan baby doll akan menghantui hari-hariku hingga aku memutuskan untuk menghapus semua sosmedku dan menghilang untuk waktu yang lama.

Tapi sepertinya Satya lebih jago menghilang, tanpa penjelasan, tanpa kabar, tanpa berita apa-apa pria itu lenyap dari hidupku. Hingga sepuluh tahun kemudian dia tiba-tiba muncu lagi dan kalau ia pikir, ia bisa menyakitiku lagi, maka pria itu salah besar!

Because i am not just the player, i am the game.

Second Chance (Completed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora