baby i am so into you; darling if you only knew (End)

2.2K 95 4
                                    

Sebenarnya ini lucu, karena aku masih ingat beberapa hari lalu aku datang ke acara makan malam yang dipersiapkan Satya lalu menghacurkan hati pria itu. Aku juga bilang dengan tegas kalau aku tidak akan pernah menginjakkan kaki lagi di penthouse pria itu. Tetapi sekarang aku malah masuk tanpa izin ke penthouse Satya seperti stalker gila yang terobsesi dengan pria pujaannya sejak pertama kali bertatapan tidak sengaja di jalan raya.

Aku juga menyiapkan sebuket bunga mawar raksasa, memakai gaun super cantik dan sepatu jimmy choo ‘Lucy’ velvet pumps yang akan membuat penampilanku makin sempurna malam ini. Sungguh, aku akan memastikan penampilanku malam ini sempurna di mata Satya. 

Aku kembali mengedarkan pandangan ke penthouse Satya yang sudah aku dekor dengan sedemikian rupa. Kembali mengecek strawberry cake yang tadi aku buat dan memastikan semua makanan sudah tertata dengan baik di meja. Memastikan es batu yang ada di ember belum mencair, lalu dengan tangan yang gemetaran aku kembali merapikan bunga mawar—yang sebenarnya sudah sangat rapi—di vas.

Ada banyak skenario yang sejak tadi menari di kepalaku tentang apa reaksi Satya nanti saat pria itu melihat kejutanku sekarang. Aku sudah menyiapkan berbagai kata-kata yang sampai aku tulis di buku jurnal untuk menghadapi semua reaksi Satya nanti.

Bahkan, otak sedengku ini sampai berpikir untuk langsung mencium dan melucuti pakaian Satya saja kalau pria itu tetap tidak mau diajak bicara. Pokoknya kali ini aku benar-benar akan mengejar Satya, akan mencintai pria itu sampai ia muak dan akan menahannya di sisiku dalam waktu yang sangat lama. Aku akan melakukan apapun untuk menebus sepuluh tahun yang dirampas paksa dari kami, karena seperti rindu, momen-momen yang seharusnya tercipta jika sepuluh tahun kami tidak pernah direnggut paksa—juga harus dibayar tuntas.

Aku akan memastikan sendiri, sepuluh tahun yang hilang dari kami akan dibayar tuntas dan tidak akan ada yang bisa merenggutnya lagi. 

Namun, saat akhirnya Satya masuk ke rumah dan berhenti di pintu dengan mimik kaget dan bingung saat melihat kejutanku, aku malah hanya diam di tempat. Semua kata-kata yang aku susun entah menguap ke mana, otakku nge-blank sehingga aku sama sekali tidak bisa berpikir, dan dadaku rasanya begitu sesak karena saat ini aku mulai menangis terisak.

Saat ini aku masih berdiri di tempat dengan isak tangis yang menggema di penthouse Satya. Kami berdua masih diam di tempat masing-masing dengan tatapan terkunci karena tubuh kami terlalu kaku untuk bergerak dan bibir kami tiba-tiba sama-sama terkunci rapat. 

Dan tangisanku semakin kencang saat aku mengingat hari itu. Hari di mana aku mengirim Satya pesan dan memohon kepada pria itu untuk bertemu karena aku akan mendengarkan semua penjelasan pria itu. Di hari itu aku juga akan menyatakan cinta, mengungkit semua kenangan yang sudah kami berdua buat, dan berharap itu akan mengubah hati Satya agar pria itu sadar kalau sebenarnya ia juga mencintaiku. Karena kami terlalu nyata untuk disebut pura-pura. Ya, aku pernah seputus asa itu sehingga memohon pada Satya untuk datang ke taman dekat sekolah tak peduli kalau aku cuma barang taruhannya dengan Sergio.

Pada hari itu, seharian aku menunggu Satya datang tak peduli hujan deras mengguyur bumi dan kilat yang menyambar. Aku tak peduli tubuhku mulai mengigil dan jari-jariku mulai keriput karena kedinginan. Aku membodohi diriku sendiri dan meyakinkan diri seperti orang tolol kalau Satya pasti datang. Pria itu pasti datang. Tunggu sebentar, sebentar lagi saja. Tapi detik berganti menit, menit berganti jam, dan pria itu ... tidak pernah datang. 

Di hari itu aku benar-benar hancur lebur. Aku jatuh ke titik terendah di mana aku membenci dan marah kepada semuanya. Aku juga mengamini kata Ayah; kalau aku tidak pantas dicintai dan sebaiknya mati saja. Hingga pada hari itu aku memutuskan untuk menyerah dan meninggalkan semuanya. Hal itu benar-benar membuatku terpuruk begitu buruk. Sungguh, sama sekali tidak mudah sampai akhirnya aku bisa berdiri lagi. 

Makanya, aku begitu membenci Satya setengah mati dan mengutuki pria itu karena mengusik hidupku lagi. 

Namun, ternyata, tidak hanya aku yang memutuskan untuk pergi dan tidak datang ke prom night dan pesta kelulusan. Dan setelah sepuluh tahun, melalui map dan video yang diberikan Sergio, akhirnya aku tahu rahasia lain yang terjadi pada hari itu.

Di hari itu, saat hujan deras mengguyur bumi tanpa henti, bukan hanya aku yang kacau setengah mati. Bukan hanya aku yang terluka sangat parah, dan merasa hancur lebur. Karena di hari yang sama dan tanggal yang sama, ternyata Sergio dan Satya mengalami kecelakaan parah yang membuat mereka koma berhari-hari dan Satya sampai kehilangan penglihatannya.

Satya, tidak pernah mengabaikan aku, setelah menjemput Sergio yang mabuk di Olivers karena bertengkar dengan Thomas Darmawan—papanya, pria itu berniat menemuiku. Tapi kejadian naas itu justru terjadi. Namun, detail soal kecelakaan ini akan aku ceritakan lain kali, karena saat ini aku hanya mau balas memeluk Satya yang saat ini tengah memeluk aku dengan eratnya.  

“Hai, baby, i miss you.”

Masih dengan terisak aku balas memeluk Satya. Aku menghidu aroma pria itu dengan rakus, merasakan hangatnya kulit pria itu saat bersentuhan dengan kulitku, merasakan debaran jantungnya yang sama kerasnya dengan debaran jantungku. Tubuh kami seolah melebur jadi satu, dan demi Tuhan, aku tidak akan pernah melepaskan pria ini lagi untuk selamanya. 

Aku merangkum pipi Satya sehingga saat ini mataku bertemu dengan matanya. “Kenapa kamu nggak pernah bilang? Kenapa cuma aku yang nggak tahu apa-apa? Kenapa nggak jelasin semuanya dari awal?” 

“Jadi, kamu udah tahu?”

“Kemarin Sergio ngasih tahu aku semuanya. Maaf, karena kemarin aku nyakitin kamu. Aku—“

“Ssstt ... kamu tahu, baby? Aku kangen banget sama kamu sampai rasanya mau gila. Jadi, sekarang aku lebih butuh kamu cium aku daripada maaf kamu. Please, kiss me.”

Tanpa berpikir lagi aku langsung berjinjit dan mengalungkan kedua lenganku di leher Satya dan mencium pria itu frustrasi dan penuh pemujaan.

Ciuman kami terkesan rakus dan buru-buru. Lewat ciuman ini aku mengungkapkan semua rasa rindu yang menggebu-gebu dari ujung kaki sampai kepala, menangisi sepuluh tahun yang hilang sia-sia, dan rasa lega karena akhirnya kami bisa kembali bersama.

TAMAT

Halo, terima kasih karena sudah baca Second Chance sampai tamat! Untuk versi Wattpad Sa memang sengaja nulis sampai sini, ya. Sisanya silahkan bisa dibaca di Karyakarsa.

Nanti kalo udah ada chapter terbaru yang di post di sana, Sa bakal publish biasa dengan tanda (L) locked kayak biasanya.

Sa, rasa namatin cerita di sini fair enough, ya. Karena Sa nggak hutang penjelasan apa-apa lagi. Cuma memang ada beberapa detail penjelasan yang sengaja Sa taruh di chapter tambahan. Jadi, kalo kalian memang mau baca silahkan ke Karyakarsa.

Terima kasih sudah meluangkan waktu buat baca cerita ini. Semoga sehat selalu, dan semoga hari kalian menyenangkan!

Sayang kalian,
Sa,
Xoxo.

Second Chance (Completed)Where stories live. Discover now