hurt as hell

1.6K 93 0
                                    

Saat ini aku dan Alea sedang melakukan piknik outdoor di salah satu bumi perkemahan di Bogor. Semalam bayi besarku itu menghubungiku dan mengajakku untuk liburan sebagai pelepas stress setelah UAS, lalu karena saat ini aku sedang butuh distraksi karena kepalaku begitu kusut, akhirnya aku mengiyakan ajakan Alea. Setelah mendapat izin dari Denada tentunya.

Kami menggelar karpet di atas rerumputan hijau dan memilih tempat yang agak dekat danau. Aroma harum dari berbagai bunga yang tumbuh di sekitar bumi perkemahan membuat aku sedikit rileks. Jujur saja, dua hari terakhir hidupku sama sekali tidak baik-baik saja.

Padahal aku juaranya, tapi tak bisa dipungkiri jika aku menyesali semuanya. Saat ini aku tengah patah hati, dan walau aku denial setengah mati aku tetap tidak bisa mencegah air mataku yang turun saat aku tidak sengaja terbangun pukul tiga pagi lalu insomnia sampai pagi. 

Kalau semua ini benar, kenapa rasanya tetap menyakitkan? 

Namun aku mencoba berpikir realistis dengan menganggap kalau ini adalah hal yang wajar. Perpisahan selalu menyakitkan nggak peduli kalau pasanganmu adalah manusia paling bajingan sesemesta. Jadi, aku tahu rasa sakit ini pasti berlalu. 

Hah, sebaiknya aku berhenti memikirkan tentang Satya, walau tidak bisa dipungkiri jika saat ini aku sangat merindukan pria itu setengah mati. Aku begitu merindukan pria itu sampai rasanya begitu menyesakkan hanya dengan memikirkan wajah pria itu. Senyumnya, tawanya, pelukannya, kecupannya, aku merindukan itu semua.

Tetapi setidaknya aku sudah menang, kan? Jadi, apa yang sebenarnya kamu inginkan, Kanthi?

Sungguh, aku sama sekali tidak paham akan keinginanku sendiri. Aku saat ini begitu bingung, aku seperti kehilangan arah. Aku tahu aku butuh bicara dengan seseorang, tapi aku benar-benar tidak mau berbicara dengan Arum atau Jessica karena aku tahu mereka terlibat di dalam permainan Satya. Hanya saja aku belum tahu peran apa yang mereka mainkan. Namun, aku percaya satu hal, kalau mereka sama sekali tidak mau melihat aku terluka. Jadi, apapun peran mereka, aku tahu mereka tidak akan menyakitiku. 

“Mbak, lo beneran nggak mau ngasih gue spoiler?” tanya Alea seraya tengkurap di karpet dan masih fokus streaming Limitless. Sejak satu jam yang lalu gadis itu memang sedang menonton film yang dibintangi oleh Bradley Cooper dan diangkat dari novel berjudul The Dark Fields karya Alan Glynn yang terbit tahun 2001. Aku sudah menonton film itu beberapa tahun lalu, makanya saat ini aku tidak bergabung untuk streaming dengan gadis itu. 

Sejak tadi aku mencoba fokus membaca novel Fight or Flight karya Samantha Young yang aku baca dari Kindle. Walau aku sama sekali tidak fokus, karena bayangan wajah Satya berulang kali singgah di kepala.

Sial, kalau kali ini aku yang menang, kenapa aku malah seperti menggali kuburanku sendiri? Haha, kamu memang manusia paling munafik di dunia, Kanthi. 

Aku menggeleng untuk mengenyahkan Satya dari kepala, lalu ikut rebahan di samping Alea. “Nope, nonton aja seru kok filmnya. By the way, udah siang, Le. Makan dulu, yuk? Nanti GERD lo kambuh, lho.”

Alea manyun karena aku enggan memberikan spoiler, lalu gadis itu mematikan tablet yang sejak tadi menjadi fokus perhatiannya dan langsung tersenyum lebar saat aku membuka keranjang piknik yang tadi aku bawa dari rumah. 

Lalu aku menata semua makanan di atas karpet, dan hal itu sontak membuat kedua mata Alea berbinar. Selain hari santuy-santuy yang tandanya gadis itu tidak ada kerjaan sampai besok, hari ini juga ialah cheating day gadis itu. Sehingga Alea bisa makan sepuasnya hari ini. 

Alea mulai memakan bubur kacang hijau yang sudah aku persiapkan, sedangkan aku memutuskan untuk memakan sponge cake yang tadi pagi aku buat. Lalu kami makan bersama sambil menikmati pemandangan danau yang tenang dan suara berbagai burung yang bersahutan.

“Mbak, lo putus sama Mas Satya?” tanya Alea tiba-tiba yang sontak membuat aku tersedak stroberi yang tengah aku makan. Alea memberiku sebotol minuman dingin yang langsung aku teguk sampai akhirnya aku bisa bernapas dengan lega. 

“Kenapa lo mikir gitu?” 

“Karena biasanya lo bakal video call sama Mas Satya dan bakal tour bumi perkemahan ini kayak remaja alay yang baru jatuh cinta. Haha-hihi berasa dunia milik berdua, dan gue bakal baper sekaligus nahan mual karena tingkah kalian. Tapi hari ini lo banyak diam, memutuskan jauh dari HP, nggak fokus, dan you look like shit.”

“Heh! Gue udah dandan cantik begini, sampai Koko di tenda sebelah beberapa kali flirting tapi gue pura-pura nggak tahu, tapi lo bilang gue look like shit? Fix, Le, mata lo bermasalah!”

Alea memutar bola matanya malas, mungkin gadis itu jengah dengan kenarsisanku. “Ya, kalo secara fisik lo emang keliatan baik-baik aja. Walau mata lo yang agak bengkak nggak bisa bohong ya, Sis! Tapi lo nggak semangat, Mbak. Mata lo nggak berbinar kayak biasanya, dan lo kayak nahan sakit. Oh God, kayaknya gue sampai bisa dengerin hati lo yang kretek-kretek.”

Kali ini aku yang memutar bola mata malas saat mendengar ucapan hiperbola Alea, tapi kemudian aku tersenyum kecut. “Ya, anggap aja gue sama Satya udah selesai. Tapi gue beneran nggak mau ceritain ini sekarang, mungkin lain kali.”

Oke, take your time. Lo tahu kan kalo gue bakal selalu dengerin curhatan lo? Dan lo tahu gue nggak bakalan pernah ghibahin lo.”

“Karena ghibah sama aja makan bangkai saudara sendiri?”

“Ya, gue emang manusia yang baik hati, tidak sombong, dan rajin beribadah. Tapi alasan utamanya sih karena gue nggak punya temen.”

“Lo punya 5 juta followers di Instagram.”

“Yada-yada gue cuma mainin second account yang folowers tetapnya cuma lo dan Tante Denada, ig gue kan di-handle admin. Jadi, tenang aja, Sis, rahasia lo aman sama gue.”

Aku merangkul bahu Alea. “Tapi lo tahu kan kalo lo bakal selalu punya gue?”

Ya, I know. That’s why I love you so much, Mbak,” ujar gadis itu seraya merangkul leherku. Dan aku pun balik merangkul bahu gadis itu. 

“I love you too bayi gedenya gue.”

“Gue nggak tahu apa yang terjadi sama lo dan Mas Satya. Mungkin gue juga cuma sok tahu dan gue juga nggak bermaksud buat ikut campur, tapi lo sama Mas Satya saling mencintai, Mbak. Dan kalian bahagia, jenis bahagia yang juga bikin orang lain bahagia. Sumpah, gue beneran bahagia saat liat kalian ketawa, seolah gue beneran bisa ngerasain kebahagiaan kalian itu. Dan gue harap ke depannya gue juga bakalan tetep liat kebahagiaan itu.”

Ah, setidaknya bahagia itu nyata, Sat. Bahagia kita bukan cuma pura-pura. Dan itu membuat aku sedikit lega. 

Thanks Alea,” ujarku seraya memeluk erat gadis itu.

“Sama-sama, Mbak. Dan please jangan peluk gue erat-erat, gue beneran nggak mau masuk Lambe Turah lagi karena dikira lesbi. Dan Koko yang dari tadi flirting sama lo beneran bisa mikir kalo lo belok karena nggak tertarik sama dia.”

“Hoo, apa sebaiknya gue flirting balik?”

I don’t think so. Soalnya gue shipper garis keras lo sama Mas Satya. Jadi, gue nggak bakal biarin kapal gue kandas!” 

Aku menjitak kening gadis itu, yang sontak membuat Alea langsung manyun seperti bebek. Namun, setelah itu kami tertawa bersama. Sepertinya acara mencari distraksiku berhasil, karena saat ini perasaanku lebih ringan dan akhirnya bisa tertawa lagi tanpa beban. 

Namun, ternyata hiburan ini hanya bertahan sementara, karena begitu aku kembali ke rumah kepalaku kembali mau pecah. Hingga akhirnya memutuskan untuk mencari distraksi lain dan mengetahui fakta super mencengangkan tentang apa yang sebenarnya terjadi selama sepuluh tahun terakhir.

Fuck, gimana bisa hanya gue yang nggak tahu tentang ini semua!

Second Chance (Completed)Where stories live. Discover now