cigarettes and wine

70.4K 5.8K 76
                                    

Dengan langkah pasti Satya mulai mendekat, sedangkan aku masih berdiri kaku di tempat yang sama seraya membawa sebuket mawar putih dan paper bag berisi wine. Pikiranku saat ini blank dan otak sialanku ini sama sekali tidak mampu berpikir apa pun.

Namun untungnya, seseorang yang aku tebak merupakan salah satu orang penting yang datang ke pesta ini mencegat langkah Satya, sehingga pria itu berhenti dan berbicara dengan orang tersebut.

"Nona Kanthi?" panggil seorang pelayan yang sontak membuat aku mengalihkan pandanganku dari Satya.

Wohooo Kanthi! Welcome back to earth, Sis!

"Ya?" tanyaku salah tingkah.

Pelayan itu mengambil bunga mawar dan wine dari tanganku, lalu berkata, "Ruangan untuk Nona sudah disiapkan di atas, mari ikut saya."

Pelayan itu pun berjalan menuju lift yang ada di sisi kiri, dan aku pun mengekori pelayan tersebut dari belakang. Sebenarnya aku sedikit bingung, karena jelas-jelas semua orang berkumpul di lantai bawah, tapi mungkin Denada merupakan tamu VIP sehingga punya ruangan khusus. Ya, tapi ini bagus juga, jadi kemungkinan aku bertemu Satya semakin kecil. Aku tidak tahu apa yang terjadi akhir-akhir ini sehingga aku jadi sering bertemu Satya, bukannya aku tipe yang menentang pertemanan dengan mantan. Tapi masalahnya, hubunganku dengan Satya berakhir dengan tidak jelas. Bahkan, hubungan kami sejak awal memang sudah tidak jelas, baginya aku ini cuma si tolol yang bisa dengan mudah dijadikan bahan mainan.

Semua itu tidak nyata, tapi kenapa sakitnya masih bersisa?

Aku dan si pelayan keluar dari lift saat kami sampai di lantai lima, pelayan itu menuntunku melewati satu-satunya pintu yang ada di lantai ini.

"Oke, silahkan Nona Kanthi menunggu dulu di sini. Pak Bos janji nggak bakal lama."

"Oke, thank you," ujarku seraya tersenyum manis.

Lalu pelayan itu menutup pintu dengan buru-buru, membuatku sedikit berjingkat kaget dan sontak mundur menjauhi pintu.

Ada yang aneh di sini, aku tahu ada yang aneh di sini.

Aku memutar tubuhku dan memutuskan untuk menjelajahi ruangan ini dengan netraku. Dan tawa sinis langsung menggema di penthouse Satya yang luas. Sudah sepuluh tahun tapi kenapa aku masih setolol ini? Harusnya aku sudah curiga sejak melihat Satya di sini, atau sejak pelayan tadi memanggilku 'Nona Kanthi' yang diundang ke pesta ini kan Denada Kirana!

Satya-si sialan itu mengurungku di atas sini. Aku menatap pintu penthouse dengan nanar, dan aku tahu mencoba kabur juga percuma, karena aku yakin si pelayan yang meninggalkan aku dengan buru-buru tadi sudah menguncinya dari luar.

Akhirnya aku melepaskan stilleto yang sejak tadi menyiksa kakiku dan melemparnya asal di lantai. Lalu aku memutuskan untuk menjelajahi penthouse ini sampai si 'Pak Bos' sialan yang tadi disebut oleh si pelayan datang. Ya, siapa tahu Satya punya tumpukan emas batangan yang bisa aku colong. Jadinya aku kan tidak rugi-rugi amat sudah dijebak begini!

Cih, hitam-putih-merah, sangat Satya sekali. Dan harus aku akui penthouse Satya sangat nyaman dan juga lengkap. Aku pribadi akan betah jika tinggal di sini dalam waktu yang lama.

Aku membuka kulkas dua pintu yang ada di dapur, lalu mengambil seember es batu dan gelas. Setelah itu aku membuka wine cellar yang ada di samping kitchen set, tapi aku langsung mengingat wine pemberian Denada, sehingga aku hanya mengambil sebungkus Marlboro yang terselip di antara botol champagne.

Lalu dengan langkah pasti aku segera naik ke lantai dua dan membuka satu-satunya pintu yang aku yakin adalah kamar Satya. Dan wow ... Ternyata kamar Satya di design dengan dinding kaca, sehingga saat aku membuka gorden pemandangan kota Jakarta malam hari langsung terlihat.

Second Chance (Completed)Where stories live. Discover now