i loved u as icarus loved the sun

1.7K 107 1
                                    

Kamu tahu apa yang seru dari masa depan? Masa depan itu tidak ada yang tahu. Masa depan akan selalu jadi misteri tak terpecahkan dan penuh kejutan yang selalu pantas untuk diperjuangkan. Sebuah harapan mungkin memang terdengar seperti omong kosong belaka, tapi aku dapat menjamin, omong kosong bernama harapan selalu pantas untuk diperjuangkan. 

Sebab kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok, apa yang akan terjadi satu jam lagi, atau satu menit dari sekarang.

Satu hari. 

Hanya butuh satu hari untuk mengubah kisah ini habis-habisan. Hanya butuh satu hari untuk yang mencinta jadi membenci. Yang hidup jadi mati. Yang benci jadi peduli. Yang melihat jadi buta. Yang bertahan akhirnya menyerah dan pergi. Hanya butuh satu hari, untuk kehilangan sepuluh tahun yang berharga. Hanya butuh satu hari untuk mencipta luka dan benci selama sepuluh tahun yang mengakar dan berkobar-kobar di dada. 

Semua hanya butuh satu hari.

Dan hanya butuh satu hari pula untuk menjelaskan semuanya. Satu hari di sepuluh tahun kemudian yang mungkin memang sudah ditakdirkan sejak awal untuk ada. Satu hari di mana penyesalan akan kembali mengusai dada tapi rasa lega dan harapan kembali tumbuh membabi buta. 

Tapi tidak hanya butuh satu hari untuk aku jatuh cinta lagi, karena sejak sepuluh tahun lalu aku memang tidak pernah sehari pun berhenti mencintai seorang Ajisatya Banyusuta. 

“I loved you as Icarus loved the sun; too close, too much.”

Dan tanpa sadar air mataku kembali mengalir tanpa bisa dicegah. Lagi-lagi aku memutar video itu berulang-ulang, tak peduli kalau langit biru sudah berganti warna jadi hitam dan perutku mulai keroncongan karena belum aku isi dari siang. 

Terakhir aku makan adalah tadi pagi—sebelum meninggalkan rumah Sergio, aku memang memutuskan sarapan bersama dengan pria itu. Lalu setelah sarapan Sergio memberikan aku sebuah map yang awalnya membuat aku mengerutkan kening bingung karena tak paham akan maksud pria itu, hingga akhirnya isi map itu membuat aku menangis seharian di dalam kamar tanpa beranjak ke mana pun.

Map itu menjelaskan segalanya, apa yang hilang selama sepuluh tahun, apa potongan puzzle yang tak lengkap selama ini, dan permainan apa yang sebenarnya sedang semua orang lakukan. Serta apa masing-masing peran dari semua orang.

Dan semuanya tahu, sekali lagi hanya aku si tolol yang tidak tahu apa-apa. Tapi kali ini bukan aku yang terluka, karena justru akulah yang melukai Satya begitu hebatnya.

Tanganku gemetaran seraya mengelus wajah kurus, dan tatapan Satya di layar. Dan lagi-lagi aku menangis kencang untuk luka yang pria itu rasakan. Untuk setiap mimpi buruk dan mengerikannya gelap yang mendekap pria itu siang-malam dengan brutal. 

Pria ini begitu mencintaiku, ia mencintaiku setengah mati, tidak pernah ada kebohongan, ia tidak pernah pura-pura. Seorang Ajisatya Banyusuta Darmawan mencintaiku begitu besarnya. 

Dan kali ini, aku yang akan berlari ke arahnya, mengejarnya tanpa lelah, dan mengemis kesempatan kedua tanpa tahu malu. 

Satya baby, kenapa kamu nggak pernah bilang? Kenapa kamu memutuskan terluka sendirian? Kali ini biar aku saja yang berjuang, kali ini aku yang akan terus datang ke hidup kamu sampai kamu muak. Sebab, sepuluh tahun yang hilang dari kita, lebih dari pantas untuk mendapat kesempatan kedua.

Second Chance (Completed)Where stories live. Discover now