he looks like a dream; nightmare no one can not imagine

46.4K 3.6K 38
                                    

Kram menstruasiku bulan ini benar-benar parah. Sebab aku dapat merasakan sakit di perut, tapi juga di punggung hingga kepala. Sejak semalam aku benar-benar hanya rebahan saja, aku benar-benar tidak punya tenaga walau hanya untuk sekedar berjalan ke kamar mandi untuk cuci muka atau gosok gigi.

Sejak pagi aku juga sama sekali belum meninggalkan kasur. Aku membalut tubuhku dengan selimut seperti kepompong dan tidur menempel dengan dinding seraya memeluk perutku sendiri—meringkuk seperti bayi. Biasanya, perutku juga nyeri saat hari pertama atau kedua haid, dan aku yakin seluruh perempuan di dunia yang sudah mengalami masa pubertas juga merasakan hal ini—dan yah ... ini rasanya benar-benar buruk. 

Namun, bulan ini kram yang aku rasakan benar-benar dua kali lebih buruk. Mungkin karena dua bulan ini aku masuk ke workaholic mode sebab jadwal Alea benar-benar sibuk. Akhirnya aku ambruk karena tubuhku menuntut istirahat lebih walau seminggu ini aku rasa aku sudah banyak istirahat. Untungnya Mbak Denada mengerti kondisiku, hingga hari ini ia memberiku jatah libur.

Sepertinya Tante sekaligus manajer Alea itu juga menjadwal ulang jadwal keponakannya, takut Alea tumbang juga. Hingga untuk dua hari ke depan kami disuruh benar-benar istirahat total. 

Aku mengabaikan ponselku yang sejak tadi tidak berhenti bergetar, karena aku benar-benar tidak punya tenaga walau hanya sekedar untuk menggeser tubuh dan sekedar membaca berbagai pesan yang masuk. Aku harap siapa pun yang mengirimi aku pesan mengerti jika saat ini aku memang sedang tidak sanggup meladeni siapa pun. 

Aku sudah sampai pada limit-nya dan mungkin memang sekarang saatnya aku istirahat.

Aku masih setia memejamkan mata saat Mama memasuki kamar. Saat ini aku seperti ada di antara sadar dan tak sadar, yang aku rasakan benar-benar hanya rasa sakit yang mulai hilang karena rasa kantuk yang menyerang. Sejak malam aku memang sulit tidur karena kram perut yang aku rasakan membuat aku terjaga, jadi wajar saja kalau sekarang aku mengantuk.

Ada yang bilang, tidur adalah pelarian terbaik, entah dari rasa sakit atau perasaan negatif lainnya. Dan ya, aku setuju. Makanya untuk beberapa saat ke depan biarkan aku kabur ke alam mimpi dulu. Tetapi ada yang aneh dengan aroma parfum Mama kali ini. Kenapa Mama beraroma maskulin? 

***

Aku tidak tahu berapa lama aku tidur. Tetapi merasakan hawa panas yang menusuk kulit, cahaya matahari yang begitu menusuk mata, dan debu yang tampak berterbangan di luar jendela, aku tebak sekarang paling tidak sudah pukul satu siang.

Rasa nyeri di perutku juga sudah lebih baik, sepertinya teh madu yang Mama buat tadi subuh mulai bereaksi. Sebab hawa panas yang menguasai tubuh, aku pun memutuskan untuk menendang selimut yang membungkus tubuhku. Lalu aku menguap lebar seraya mencoba mengikat rambut dengan asal-asalan. 

Aku langsung melotot saat aku melihat Satya yang tengah duduk di kursi meja riasku seraya membaca novel Summer Sky karya Stephanie Zen. Tanpa babibu aku pun langsung mengambil selimut yang jatuh ke lantai mengingat saat ini aku hanya memakai tanktop dan juga celana pendek sepaha. Dan aku yakin penampilanku yang baru bangun tidur ini juga nggak ada bagus-bagusnya. Shit, aku nggak ileran kan? Lagian ngapain juga si Satya ada di kamar gadis perawan siang bolong begini? Kok, Mama ngizinin sih?

Haish, si Mama!

“Hi,” sapa Satya dengan senyum yang secara otomatis membuat dadaku jumpalitan. 

Second Chance (Completed)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu