remember when i said i trusted you? i lied

1.4K 103 0
                                    

Setelah seharian kencan di kebun binatang Ragunan kemarin, aku memang pulang dan tidur di rumah. Aku tidak lagi menginap di apartemen Satya karena Jessica si emak rempong dan pasangan alay Arum x Rafael nyepam di grup untuk memastikan aku pulang ke rumah dan tidak lagi kumpul kebo di apartemen Satya. Ya, mereka betulan mengetik kumpul kebo dengan capslok jebol ‘KUMPUL KEBO’ berserta gambar 18+ yang aku pastikan tidak ingin kalian tahu dan link kemenkes tentang bahaya PMS alias penyakit menular seksual.

Hingga akhirnya aku betulan meng-update terus lokasiku sejak semalam bahkan sebelum tidur kami sleep call bareng-bareng dan mama ikut nimbrung. Ya, kadang aku heran kenapa aku bisa tahan bersahabat dengan Arum dan Jessica, tapi setelah membaca ini aku tahu kalian pasti tahu kenapa. I love them so much. Dan apapun yang mereka sembunyikan padaku selama ini, aku berjanji akan memaafkan mereka tanpa banyak tanya. 

Ya, apapun itu....

Aku menatap gaun pemberian Satya sekali lagi dengan seksama, gaun hitam panjang ini begitu cantik dan menawan. Rencana makan malam yang direncanakan Satya juga membuat semua rencanaku berjalan dengan lancar. Aku jadi tidak perlu repot-repot menyiapkan apa pun. Karena Satya sudah merencanakan pesta kehancurannya sendiri.

Dan aku bersumpah, aku akan datang ke pesta dengan penampilan super cantik, senyuman super lebar, minum wine paling mahal, lalu tertawa paling kencang. 

Lihat saja, kali ini aku yang akan jadi juaranya. 

Nanti, Satya, kamu juga bakal merasakan apa yang aku rasakan. 

***

Aku meraih tangan Hans yang membantuku turun dari mobil setelah pria itu membukakan pintu. Dan senyumanku langsung mengembang begitu netraku bertabrakan dengan Satya yang berdandan rapi dan tuxedo pria itu tampak serasi dengan gaun yang aku pakai hari ini. 

Aku baru meninggalkan penthouse Satya kemarin, tapi hari ini tempat tinggal pria itu benar-benar sudah sangat berbeda. Pria itu mendekor ruang tamu penthouse-nya dengan bunga mawar dan lilin-lilin temaram yang diletakkan di tempat-tempat tertentu sehingga cahaya yang ada di ruangan ini begitu pas.

“So, ada perayaan apa hari ini?” tanyaku seraya melingkarkan kedua lenganku ke leher Satya sehingga jarak wajah kami kini begitu dekat. Hingga kami dapat merasakan hangatnya embusan napas satu sama lain. 

Satya menyampirkan anak rambut yang menutupi wajahku ke belakang telinga, pria itu mengelus pipiku lembut, dan senyuman lebar bertengger di kedua sudut bibirnya. Senyuman pria itu selalu begitu indah. Seperti bulan sabit yang banyak dipuja dan membuat bintang-bintang iri.

“Nggak ada perayaan apa-apa. Aku cuma pengen ngundang kamu ke rumah aku, masakin makanan kesukaan kamu, mungkin abis itu kita bisa dansa satu dua lagu, ngoceh tentang banyak hal random yang nggak perlu, pelukan, ciuman, lalu pelukan lagi sampai pagi.”

“Oh, dan kali ini kita harus matiin ponsel. Biar nggak ada yang spam soal kumpul kebo—ugh aku yakin saat ini kebo pasti kupingnya super panas dan mangkel setengah mati karena dijadiin kambing hitam mulu. ‘Hell, yeah! Aku bahkan bukan kambing,’ kata kebo.” 

Satya tertawa kencang hingga tubuh kami berdua terguncang dan aku pun ikut tertawa, tapi entah apa yang saat ini aku tertawakan. Kata-kataku sendiri yang sangat konyol, atau kehancuran pria ini nanti. 

Lalu kami berdua pun berjalan ke meja makan yang sudah didekor sedemikian rupa. Kami makan bersama diiringi lagu Say Yes To Heaven yang dipopulerkan oleh Lana Del Rey. 

If you dance, I’ll dance. 

And if you don’t, I’ll dance anyway.

Setelah makan Satya mengulurkan tangannya kepadaku, dan aku pun langsung menerima uluran tangan pria itu. Lalu kami berdansa bersama. Senyuman dan tatapan mata kami tidak putus sama sekali. 

Hingga untuk saat ini, aku merasa hanya ada kami berdua yang ada di bumi. Saat ini aku merasa aku melupakan semuanya. Semua dendam dan sakit hati. Semua luka dan kenyataan pahit yang mengahantuiku selama sepuluh tahun terakhir. Di sini hanya ada kami, bahagia, saling mencintai, dan boleh memiliki sampai akhir hayat nanti.

Jadi, untuk beberapa waktu ke depan izinkan aku untuk menikmati momen ini, menikmati apa yang aku punya saat ini, merasakan bahagia hingga ke nadi. Merasakan sentuhan Satya di setiap inci kulitku yang terasa begitu hangat hingga aku dapat merasakannya dari ujung kaki sampai kepala hingga rasanya mau gila. 

Sebentar saja, aku janji sebentar saja. 

“Makasih karena udah datang hari ini, terima kasih karena sudah mau makan malam sama aku hari ini, terima kasih karena udah dansa sama aku hari ini, dan terima kasih karena ada di pelukan aku hari ini.”

Sungguh, aku tak tahu harus merespons bagaimana, jadi aku memutuskan untuk tetap diam dan memeluk Satya semakin erat. 

“Terima kasih karena udah ngasih aku kesempatan buat peluk kamu lagi. Terima kasih karena kamu ada di sini hari ini. Aku beneran nggak pernah berani bermimpi kalo hari ini betulan bakalan pernah ada. Aku tahu ini permintaan yang nggak tahu diri, tapi aku harap untuk ke depannya kamu juga bakal selalu ada di pelukan aku kayak gini. I love you, Kanthi Tjandra. I love you, my baby.”

Oke, Kanthi, sekarang atau tidak sama sekali.

Dan aku langsung tertawa saat mendengar pengakuan Satya. Aku tertawa sangat keras hingga tanpa terasa air mata sudah mengalir di pipi. Dan aku sangat menikmati wajah pucat dan bingung Satya saat ini. Aku tertawa keras sambil menepuk-nepuk bahu Satya. 

Lalu aku menatap mata pria itu dengan senyuman penuh kemenangan.

“Sat, remember when I said I trusted you? I lied,” ujarku seraya menepuk pipi pria itu dua kali, lalu kembali tertawa kencang hingga ruangan ini penuh dengan suara tawa kemenanganku.

Sudah aku bilang kan, kali ini aku yang akan jadi juaranya.

Second Chance (Completed)Where stories live. Discover now