shit ... seriously, again?

55.3K 4.3K 42
                                    

Aku tersenyum lebar saat melihat Alea yang menjatuhkan dua tote bag yang ada di tangannya ke lantai bandara lalu berlari ke arahku dan memelukku erat. 

“I miss you, Mbak! Tahu nggak mendingan gue kerja dari jam satu pagi sampai jam satu pagi daripada kumpul sama keluarga besar di Bali. Buset adu nasibnya keras, Bund. Kalo gue bukan si artis multitalent yang katanya punya masa depan cerah, dan cuma murid SMA biasa aja yang nggak ranking dan hidupnya cuma haheho. Dijamin auto kena mental.”

Aku balas memeluk bayi besarku itu. “Berarti lo harus bersyukur karena lo terlahir sebagai Alea Kirana. Karena ayo taruhan, pasti banyak banget orang yang rela saling sikut biar bisa ada di posisi lo sekarang.”

“Ya, lo benar. Tapi kadang gue capek juga kalo ada orang yang bilang; lo harusnya bersyukur karena a atau karena b, atau gue beruntung karena gue a atau b. Because no I am not just lucky, I work fucking hard for this position. Bahkan, kadang gue ngerasa gue berjuang lebih keras dari siapa pun.”

“You did, bayi gedenya gue. Gue tahu lo berusaha sangat keras hingga akhirnya sampai di posisi ini. Dan gue juga tahu kalo lo nggak cuma sekedar beruntung, kalo lo ada di posisi ini—itu karena lo beneran deserve it. Dan gue tahu orang-orang yang sayang sama lo juga pasti mikir hal yang sama. Dan that’s enough, lo nggak pernah butuh validasi siapa pun buat itu.”

“I know thank you, Mbak Kanthiku sayang. By the way, gue syuting-nya masih dua jam lagi, kan? Gimana kalo sekarang kita cari makanan enak?” 

Aku menenteng dua tote bag yang tadi dijatuhkan Alea, lalu menatap gadis itu serius. “Yakin kamu? Habis ini kita syuting bikin makanan lo. Dan katanya makanan si Chef Suta-Suta ini enak banget. Kan, kamu udah heboh dari minggu lalu.”

“Iya, sih. Tapi gue beneran laper. Tapi sayang juga nanti kalo nge-skip makanan si Chef Suta. Gimana kalo kita cari kue-kue gemes. Dan tentu saja gue tahu di mana tempatnya!”

Lalu kami pun saling melempar  senyum dan ber-tos ria. Ah, ini bakal jadi hari yang menyenangkan!

***

Mami I am homeeeeeee!” teriak Alea begitu memasuki Selamat Pagi.

Mami keluar dari dapur, lalu memeluk Alea erat, tapi setelah itu wanita kesayangan kami berdua itu menjewer telinga Alea. “Ini Mami tahu kamu pasti mampir karena ada maunya, kan? Coba deh kalo nggak ada maunya, pasti selalu lupa sama Mami. Chat Mami aja Minggu lalu nggak kamu bales!” rajuk Mami dramatis. 

“Ih, Mami chat aku di mana? Perasaan WA aku always sepi, cuma ada chat-nya Mbak Kanthi doang. Tiap hari ngirimin aku jadwal kerjaan, udah berasa budak Romusha aku,” adu Alea juga dengan gaya dramatis.

Aku pun hanya geleng-geleng kepala saat melihat dua ratu drama—Alea dan Mama. Ibu dan anak beda garis keturunan itu memang selalu klop kalau sudah urusan drama mendrama. 

Aku pun memutuskan untuk mengabaikan duo ibu dan anak jadi-jadian itu. Lalu aku mengambil sebuah piring dari rak, lalu mengambil setiap varian kue yang ada di etalase untuk aku letakkan di dalam piring yang tadi sudah aku siapkan.

Setelah semua kue dalam piring siap, aku pun segera membawa sepiring kue itu ke meja dan Alea langsung menatapnya dengan mata berbinar. Dengan semangat gadis itu pun mulai mencicipi setiap kue yang ada di sana sesendok demi sesendok, sesekali gadis itu merem-melek nikmat saat memakan kue, membuat aku langsung tersenyum lebar. 

Sebab untuk makan bebas seperti ini Alea juga tidak bisa setiap hari. Gadis itu perlu menjaga tubuhnya agar tetap ideal, sehingga gadis itu benar-benar harus menjaga makan dan rajin olahraga. Kita harus realistis, nyatanya visual memang sangat penting bagi seorang public figure, karena nyatanya dunia hiburan memang sangatlah melihat visual.

Dunia hiburan adalah dunia yang benar-benar merealisasikan dari mata turun ke hati.

Kalau kamu punya penampilan sempurna, biasanya kamu akan lebih mudah disukai. Karena tampang memanglah sangat menjual di dunia yang super keras ini. 

Tetapi visual juga tidak akan bertahan selamanya, semua kelebihan fisik itu juga harus dibarengi dengan bakat dan potensi yang harus terus diasah. Karena di dunia yang senggol bacoknya luar biasa keras ini, kamu bisa saja langsung lengser kalau hanya mengandalkan ‘viral’ saja.

Semua yang didapatkan dengan cara instan, pasti akan hilang dengan instan juga.

Welcome to the jungle, dunia ini memang kejamnya ampun-ampunan. Semua setara untuk semua orang, jadi terus mengeluh soal ini juga tidak akan mengubah apa pun kalau kita tidak mengubahnya sendiri dari diri sendiri. 

Setelah puas menyicip berbagai cake yang tersedia aku dan Alea pun segera pamit kepada Mama karena acara syuting dengan Chef Suta akan segera dimulai. Untungnya jalanan Jakarta tidak begitu macet hari ini, sehingga aku bisa mengendarai mobil dengan leluasa dan mengobrol santai dengan bayi besarku itu.

Image Alea di hadapan publik mungkin dingin dan kaku, tapi sebenarnya gadis tujuh belas tahun itu betulan cerewet luar biasa. Ada saja hal random yang akan dikomentarinya. Mulai dari berapa lama selisih lampu merah berubah menjadi hijau di tikungan depan, atau jumlah pohon di sisi kiri jalan. Dan saking gabutnya, gadis itu betulan menghitungnya dengan seksama. 

Ya, Alea memang selalu segabut itu, tapi kebiasaan Alea yang seperti ini, membuat gadis itu jadi gampang mengingat banyak hal. Entah itu hal yang penting atau sama sekali tidak penting, dan hal ini sungguh tak ada ruginya sama sekali. 

But ... wait ... kenapa jalanan ini begitu familiar. 

Dan holyshittttttttttttt!

Kolam ikan itu, pilar-pilar di luar restoran itu, pintu khas itu?

Chef Suta yang dimaksud adalah Ajisatya Banyusuta?

Shit ... seriously, again?

Apakah kebetulan memang bisa terus-terusan begini? Karena sejak awal semua tentang Satya memanglah selalu dimulai dengan sebuah kebetulan. But ... yang benar sajalah!

Second Chance (Completed)Where stories live. Discover now