one step forward and three steps back

49.3K 3.7K 51
                                    

Hari ini seperti biasa Alea ada syuting Hangout. Sehingga setelah menjemput Alea di sekolah aku langsung membawa gadis tujuh belas tahun itu ke arah gedung One Plus yang ada di Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Aku sudah menebak kalau Jakarta siang ini pasti akan macet parah, selain orang-orang keluar untuk mencari makan siang, jam 12-14 memanglah jam pulang bagi anak-anak sekolah. Jadi, sudah bisa ditebak siang ini jalanan begitu padat, dan teriknya Jakarta hari ini benar-benar membuat migrain.

Untungnya jalanan lumayan longgar begitu aku melewati lampu merah, sehingga kini aku bisa mengendarai mobil dengan santai.

"So, gimana kelanjutan ceelbeka lo sama Mas Satya, Mbak?" tanya Alea dengan seringaian jahil yang bertengger di bibir tipisnya.

"Nggak ada-lah. Gue sama dia ceritanya udah lama tamat, dan nggak ada ceelbeka-ceelbeka-an! Dan gimana lo sama si Jagad?"

Alea langsung manyun begitu gadis itu mendengar pertanyaanku. "It's always one step forward and three steps back," jawab gadis itu seraya menyanyikan lagu dari Olivia Rodrigo dengan judul yang sama. "Do you love me, want me, hate me? Boy, I don't understand," lanjutnya dengan frustrasi.

Ya, hubungan Jagad dan Alea memang awalnya seperti musuh bebuyutan yang kalau ketemu ribut melulu. Tetapi akhir-akhir ini hubungan mereka malah jadi dekat, dan Alea terang-terangan mengatakan kepadaku kalau gadis itu menyukai teman sekelasnya itu. Hanya saja hubungan mereka saat ini masih tidak jelas, karena Jagad yang suka tarik ulur, dan Alea yang gengsian.

But yah ... aku mengerti. Mereka masih 17 tahun, masih naif dan begitu polos. So, biarkan mereka melewati setiap tahapnya dulu. Aku juga pernah muda, jadi aku paham betul bagaimana rasanya.

Aku dan Satya ... dulu juga pernah melewati fase ini. Dan saat membayangkan itu, kedua sudut bibirku semakin tertarik ke atas. Ah, ya ... ternyata cara pedekate pria itu sampai sekarang masih sama. Sehari sweet, sehari hilang. Setelah kemarin membuat jantung jumpalitan, sekarang pria itu tidak ada kabarnya sama sekali. Ah, dasar menyebalkan!

"Si Jagad masih tarik ulur?" tanyaku sekaligus kembali membuka obrolan-bermaksud mencari distraksi karena sejak tadi aku malah kepikiran soal mantan

"Yups, dan gue beneran bingung dong. Dia sebenarnya maunya apa, sih? Dia suka gue balik nggak, sih? Kadang dia keliatan interesting, kadang juga cold. Gue kudu gimana coba?"

"Tapi dia masih suka hubungin lo nggak? Chat tiap hari?"

"Ya, suka sih. Masih seru juga obrolan kita. But-dia berubah."

"Lo yang terlalu overthinking kali, Le."

Alea langsung menggeleng tegas. "No, no, no! Mbak lo juga cewek, kan. Pasti tahulah kalo cowok tiba-tiba berubah."

"Yup, I know, Le. Dan itu rasanya memang sialan. But, men are like rubber bands. Kalo kata John Gray, cowok emang selalu butuh space and this is normal. Jadi, emang cowok naturalnya emang suka tarik ulur, dan karena ini natural cycle mau nggak mau kita juga harus toleran."

"Jadi, kalo tarik ulurnya masih wajar, it's okay kita ikutin. But, kalo beneran nggak jelas dan bikin capek, ya let him go. Kita para cewek bukan makhluk gabut yang bisa terus ngeladenin permainan tarik ulurnya cowok. Pokoknya, kalo udah nggak worth it, inget kata kang parkir : MUNDUR BESTIE!"

Second Chance (Completed)Where stories live. Discover now