52. 3 VS 1 (2)

35.4K 5.3K 521
                                    

"Ugh." Sona mengeluh sambil memijat keningnya. Mereka semua membuat dirinya lelah.

Ditengah-tengah keramaian pesta itu, Arjen, Genta dan Hero benar-benar menyerang Dexter dengan semua yang mereka miliki. Perlahan tapi pasti Dexter mulai kewalahan, tapi wajahnya menunjukkan sebaliknya. Dia tersenyum lebar seperti orang gila dan tak kenal takut. Sementara ketiga orang yang melawannya menatapnya garang dengan niat membunuh.

"B-bagaimana ini? Putri, tolong lakukan sesuatu." Salah satu bangsawan tua yang Sona tak ingat namanya berusaha membujuk Sona agar melakukan sesuatu.

Sona mengernyitkan dahinya tak senang seraya melihat ke arah empat orang sudah menghancurkan sebagian auka pesta. Sementara semua tamu undangan kini berada di pinggir aula dan gemetar ketakutan melihat semua itu.

Sona meringis ketika melihat Dexter mulai berdarah di seluruh tubuhnya. Ditambah lagi ekspresinya yang tersenyum lebar semakin membuat dirinya terlihat seperti bajingan psikopat gila. Sona tahu Dexter tidak normal, dia sama saja seperti Arjen dan kedua kakaknya. Kalau itu menyangkut pertarungan, mereka tidak bisa menyembunyikan haus darah mereka. Tapi, satu hal yang Sona yakini sejak dulu tak ada satupun dari mereka berempat yang akan tega menyakiti dirinya.

Sona tahu kalau dirinya spesial, dan mampu menjinakkan keempat bajingan itu. Terutama Arjen dan Dexter.

Tang!

Tembok es tiba-tiba menjulang tinggi diantara keempatnya. "Bukankah ini sudah cukup?"

Suara Sona agak gemetar, dia terlalu banyak menggunakan mananya. Semenjak kejadian enam tahun yang lalu, karena dia terlalu banyak menggunakan batu sihir saat melawan Alphen, kondisi tubuhnya jadi memburuk. Apalagi karena dia memiliki dua elemen dalam satu tubuh, itu semakin membuat tubuhnya terbebani. Jadi Sona hanya bisa menggunakan sihir yang tidak membutuhkan banyak mana. Jika dia memaksakan diri efek sampingnya adalah keadaan tubuhnya sendiri.

Karena itu, saat ini wajahnya mulai pucat, suaranya gemetar menahan dingin elemen es yang baru saja dia pakai.

Ke empat orang itu kini berhenti bergerak dan menatap Sona dengan tegang. Karena langsung tahu keadaan Sona.

"Jika kalian tidak berhenti, mungkin aku harus menggunakan banyak mana." Sona tersenyum meringis seraya menahan dingin dengan tubuh gemetar.

Melihat itu, keempatnya dengan patuh berhenti dan menyarungkan kembali pedang mereka. Arjen juga langsung menghampiri Putrinya dengan wajah khawatir.

"Aku baik-baik saja Papa." Ucapnya seakan mengerti kekhawatiran Arjen.

Yena dan Alea langsung menghampiri Hero dan Genta. Yena tentu saja langsung mengomeli tingkah Hero. Sementara Alea hanya diam-diam menggenggam tangannya karena tahu Genta sepertinya menyesal.

"Maafkan aku." Dexter kini menggenggam tangan Sona dengan beraninya dihadapan Kaisar. Meski Arjen terus memelototinya Dexter tetap tak melepaskannya. Arjen juga harus menahan emosinya karena dia tahu Dexter kini tengah menyalurkan mana elemen apinya untuk membuat Sona hangat kembali.

Kini semua orang bernapas lega karena pertarungan konyol itu berakhir, meski sebagian aula kini sudah hancur.

Dexter terlihat benar-benar cemas. Dia sangat menyesal telah membuat Sona menggunakan sihirnya. "Apa masih dingin?"

Sona menggeleng, "Tidak. Aku baik-baik saja."

"Jadi, apa kalian.." Belum sempat Sona kembali berbicara Dexter langsung memotong.

"Ini salahku. Aku menyesal. Maafkan aku Putri." Dexter menunduk dan terlihat benar-benar merasa bersalah.

Sona diam-diam tersenyum, menurutnya tingkah Dexter yang seperti ini sangat imut dan menggemaskan. Tapi kemudian sadar kalau tubuhnya dipenuhi luka, Sona melirik ganas ke arah Arjen, Hero dan Genta yang terlihat tanpa luka sedikitpun, sementara Dexter dipenuhi luka dan darah.

Bad Princess (END)Where stories live. Discover now