21. Too Many Guys Around You

72.6K 10.7K 436
                                    

Ah sial. Mereka cuma bocah! Ingat Sona! Mereka itu bocah! Kenapa jantung bodoh ini malah berdetak tak karuan! Maki Sona dalam hati saat mengingat interaksinya bersama Dexter dan Ashlan sebelumnya.

"Putri?" Panggilan Alphen berhasil membuyarkan lamunannya.

"Ya? Kenapa?" Sona akhirnya menatap Alphen yang tengah memperhatikannya dengan penasaran.

"Kau bilang ingin ke kamarmu? Kita salah jalan." Katanya dengan tenang.

"Eh?" Sona gelagapan lalu memperhatikan sekitarnya dengan cepat, menyadari kalau ia mengambil jalan yang salah. Karena sudah terlanjur sampai sini, akhirnya ia memutuskan untuk ke kamar Genta. "Aku ingin bertemu kakak." Ujar Sona akhirnya."

Dengan malu, Sona melirik ke arah Alphen yang selama ini selalu berwajah tenang menghadapi semua tingkah Sona.

"Alphen, boleh aku tanya sesuatu?"

"Tentu, Putri."

"Adikmu, Irene. Apa kau dekat dengannya?"

Alphen agak terkejut membuatnya tanpa sadar menghentikan langkahnya. Ia menatap Sona agak lama baru kemudian menjawab, "Kami tidak dekat."

Sona terdiam, masih menunggu Alphen selesai bicara.

"Gadis itu... terlalu kekanak-kanakkan sehingga terus membuat masalah. Reputasinya tidak bagus di antara anak-anak bangsawan lainnya." Jawab Alphen jujur.

Mata Sona membulat, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Itu bukanlah sosok Irene yang Sona pikirkan! Image-nya sangat berbeda.

"Akan lebih bagus jika Putri saja yang jadi adikku." Gumam Alphen lirih yang terdengar oleh Sona.

"Apa?" Tanya Sona kaget, tak sengaja mendengar gumaman pengawal pribadinya tersebut.

Alphen agak salah tingkah, "Putra Mahkota dan Pangeran sangat beruntung memiliki adik seperti Putri. Aku iri." Katanya agak malu.

Sona terkekeh ketika mendengar jawaban jujur Alphen. "Terima kasih. Aku juga sudah menganggapmu sebagai kakakku. Tak masalah jika kau menganggap sebaliknya."

Alphen menatapku kosong mendengar itu, tapi kemudian berdeham salah tingkah menyembunyikan kegugupannya.

Sona hanya terkikik geli lalu berbalik dan kembali berjalan menuju kamar Genta, dengan Alphen mengikuti di belakang.

"Apa dia di dalam?" Tanya Sona pada pelayan yang berada di depan pintu Genta.

Pelayan itu mengangguk sopan, "Ya, Yang Mulia."

Sona mengetuk beberapa kali, tapi tak ada jawaban. Karena itu dia langsung masuk.

"Kakak?" Panggilnya berjalan menuju ke sisi kanan ruangan. Ia mendapati tempat tidur Genta yang kosong, lalu beralih menatap ke sofa di tengah ruangan. Sosok yang ia cari berada disana.

Perlahan Sona berjalan menuju Genta yang tertidur di sofa dengan wajah lelah. Sona merengut tak senang ketika mendapati lingkaran hitam di bawah mata Genta.

"Tsk, Papa terlalu menyiksanya. Awas saja, aku akan protes nanti." Decaknya kesal, merasa kasihan dengan Genta.

Dengan lembut Sona menyingkirkan rambut perak Genta yang menutupi matanya ke samping, ia menatap bocah enam belas tahun itu dengan tatapan khawatir.

Genta merasa tidurnya terganggu lalu membuka matanya dengan susah payah, "Kau datang?" Tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur seraya bangun dan duduk.

Dengan cepat, Sona ikut duduk di sebelahnya. Tanpa diduga-duga Genta kembali berbaring, tapi kali ini menjadikan paha Sona sebagai tumpuan.

"Kenapa tidur lagi? Kau harus bangun, kau belum makan." Sona mencupit pelan pipi Genta di pangkuannya.

Bad Princess (END)Where stories live. Discover now