35. Pembantaian

58.5K 9.3K 529
                                    


Sona mengerutkan dahi saat sampai dipinggir hutan dan hampir memasuki aula tempat awal perburuan dimulai. Entah mengapa dia merasa kedinginan. Suasana aneh kini menyergapnya. Tidak hanya Sona yang merasakan itu.

Dexter dan Ashlan perlahan memegang gagang pedang dipinggang mereka, sementara Alea mengeluarkan tongkat sihirnya.

"Mundur, Putri." Dexter menahan Sona dan maju terlebih dahulu didepannya, dengan Ashlan mengikutinya yang membuat Sona terlindungi ditengah dengan Alea di sampingnya.

"Ha." Sona terkesiap ketika mencapai aula dengan pupil bergetar.

Darah. Dia melihat darah dimana-mana. Itu terlihat seperti pembantaian. Banyak tubuh bersimbah darah yang tergeletak tampa nyawa, potongan tubuh, dan lokasi hancur terlihat seperti lokasi peperangan nyata. Bau darah memenuhi aula dan membuat sekujur tubuh Sona gemetar. Bagaimana pun dunianya yang lama adalah tempat yang damai, dia tak pernah sekali pun melihat pertarungan berdarah-darah langsung seperti ini.

"Ha..ha.." Tanpa sadar Sona agak sulit bernapas, dia meremas kuat-kuat potongan baju di dadanya berusaha menguasai dirinya kembali.

"Kamu baik-baik saja?" Dexter terlihat khawatir saat memeriksa Sona yang sudah pucat pasi melihat pemandangan mengenaskan di hadapan mereka.

Dengan panik mata Sona beralih ke arah tempat Hero, Genta dan Arjen berada. Sona merasa lega sedikit, mereka terlihat berantakan, tapi mereka baik-baik saja.

"Sepertinya sudah dimulai. Jalang itu tidak berbahaya tapi sepertinya putra Viscount itu dalangnya. Dia pengguna Dark Magic." Gumam Dexter dingin yang juga membuat Sona melihat ke arah Alphen dan Irene yang tengah berhadapan dengan Kaisar langsung bersama dua pangeran. Sementara para penyihir kerajaan, ksatria dan para bangsawan berada dibelakangnya.

"Hey bocah. Tolong jaga Putri." Kata Dexter pada Ashlan kemudian mencoba maju ingin membantu.

"Aku bukan bocah!" Ashlan mendelik kesal sementara Dexter mengabaikannya.

"Tu-tunggu." Sona menahan ujung baju Dexter erat-erat seraya menatapnya memohon. "Aku juga ikut."

Mata Dexter melunak ketika melihat gadis mungil itu terlihat gemetaran tetapi mencoba untuk terlihat baik-baik saja. "Kamu bisa terluka, Putri."

"Aku bisa menggunakan sihir sekarang." Sona bersikeras lalu membuat es berbentuk kristal tajam dengan mananya secepat kilat di atas telapak tangan kanannya.

Dexter dan Ashlan terbelalak kaget melihat itu. Sementara Alea hanya menatap heran.

"Bagaimana bisa..." Ashlan tak mampu melanjutkan kata-katanya lagi.

Dexter mendesah panjang lalu menyerah, "Baiklah, tapi tetap dibelakangku dan bocah ini."

"Aku juga ikut." Alea menimpali, "Aku bisa membuat dinding sekeras batu untuk kalian."

Dexter tak mengatakan apa-apa dan maju perlahan menuju tempat Kaisar dan para Pangeran berada.

Samar-samar Sona bisa mendengar suara tawa Irene. Semakin dekat mereka Sona makin bisa mendengarnya dengan jelas.

"Hahahahaha. Kalian terlihat seperti tikus!" Irene menertawakan keadaan berantakan mereka. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendamku pada kalian. Terutama kau Heroson!"

"Aku pasti akan membunuhmu!" Katanya menatap nyalang ke arah Hero. "Kau hampir membunuhku dikehidupan sebelumnya, tapi kali ini aku yang akan melakukannya!"

"Apa yang dikatakan jalang gila ini?" Hero tertawa tak percaya mendengarnya.

"Kehidupan sebelumnya? Apa maksudmu?" Arjen menatap dingin pada Irene. Perasaannya mulai tak enak.

Bad Princess (END)Where stories live. Discover now