7. Sparring

91.6K 12.2K 556
                                    

"Wahhh!" Sona menatap kamar Genta dengan takjub. Kamarnya sangat luas dibanding kamar barunya. Sona terpaku psda salah satu lukisan yang dipajang di dinding kamar Genta.

"Kakak memajangnya?" Sona menatap lukisannya sendiri. Lukisan pertamanya di dunia ini, yaitu lukisan sebuah danau, sebuah pohon, dan sesosok Genta di bawah pohon.

Genta tersenyum seraya menepuk pelan kepala Sona. "Tentu saja, itu kan lukisanmu. Dan ada aku didalamnya."

Sona menatap Genta seraya tersenyum, ia merasa kalau Genta benar-benar peduli padanya sekarang. Hal yang paling diinginkan Sona di kehidupan sebelumnya, sepertinya benar-benar terwujud, yaitu sosok keluarga.

Tapi tetap saja, aku harus pergi dari sini. Aku belum mau mati. Kali ini, di kehidupan ini, aku akan melakukan apa pun yang kusuka. Aku tak harus bekerja lembur tiap malam seperti saat itu.

Untuk saat ini, Sona menikmati hidupnya sementara di istana utama. Ia masih memiliki tujuh tahun untuk pergi dari sini. Jadi, ia memilih untuk menikmati saat-saat bersama Genta.

Sona cukup senang ia tak harus bekerja keras mencari uang seperti dikehidupan masa lalunya. Sona bisa makan apa pun yang diinginkannya tanpa khawatir soal uang, ia juga bisa melakukan hobinya yaitu melukis tanpa kenal waktu, dan ia selalu memiliki orang-orang yang melayaninya. Dan juga sosok Nina yang seperti ibu baginya.

"Aku harus latihan, apa kau mau ikut dan lihat?" Tawar Genta.

"Apa boleh?"

Genta terkekeh, "Tentu saja! Siapa yang bisa melarangmu?"

Sona mengangguk setuju, lalu mengikuti Genta ke bagian utara istana, yaitu tempat para ksatria berlatih pedang, memanah, dan bela diri lainnya.

***

"Pangeran, kau datang." Sambut Lenon menunduk sedikit. "Putri juga disini." Katanya tersenyum.

"Ia akan menonton dari pinggir." Genta memberitahu.

"Baik Pangeran." Lenon kemudian memanggil beberapa ksatria untuk sparring dengan Genta.

"Bagaimana Hero? Apa ia sudah datang?" Genta bertanya pada salah satu ksatria yang akan dilawannya.

"Putra Mahkota belum ke sini, Pangeran." Jawabnya hormat, kemudian bersiap mengeluarkan pedangnya ketika Genta memberinya kode.

"Eh?! Pakai pedang sungguhan?" Sona terbelalak kaget.

Apa ini baik-baik saja? Sekuat apa pun Genta, tetap saja ia masih berumur sepuluh tahun! Bagamaimana bisa ia melawan orang dewasa?!

Wajah Sona agak pucat, ia khawatir bagaimana Genta akan menghadapinya.

"Apa yang kau khawatirkan? Dia itu monster. Aku bahkan tak yakin menang melawannya." Ujar sebuah suara membuat Sona semakin kaget.

"Y-yang Mulia Putra Mahkota!" Sona tergagap lalu menunduk hormat ke arahnya.

"Tsk!" Hero mendecakkan lidahnya, "Kau masih saja memanggilku begitu?"

Sona mengerutkan dahinya, ia bingung tapi kemudian memperbaiki kata-katanya, "P-pangeran?"

Hero semakin melotot tajam ke arahnya.

Sona kembali panik, "Pangeran Heroson? Yang Mulia Heroson? Pu-"

"Kubilang, panggil aku seperti yang kau lakukan pada Genta!" Heroson memotong kata-katanya tak sabar.

"A-apa?" Sona menatap Hero kosong. Ia tak salah dengar kan?

Kenapa? Apa-apaan?

"Kau tuli?" Hero masih menatapnya kesal.

"K-kakak!" Sona tergagap dan dengan canggung memanggilnya. "Kak Hero..."

Bad Princess (END)Where stories live. Discover now