18. Penyelamatan

73.3K 10.5K 197
                                    

"Ukhh..." Sona melenguh ketika merasakan kepalanya berdenyut hebat ketika membuka matanya.

Ia kembali memejamkan matanya beberapa saat untuk mencoba meredakan rasa sakitnya, baru kemudian kembali membuka matanya.

Sona terbaring diruangan redup minim pencahayaan dengan ventilasi seperti jeruji besi yang sangat tinggi. Sona bisa melihat cahaya bulan yang memasuki ruangan tempatnya berada. Dia berbaring di sebuah ranjang reyot terlentang.

Sona kembali merasa ketakutan ketika menyadari ia tak bisa menggerakkan kedua kakinya. Bahkan ia tak bisa merasakan apakah kedua bagian tubuhnya itu masih menempel ditubuhnya atau tidak.

Untunglah ia masih bisa menggerakkan kedua tangannya. Tapi dari pinggang kebawah, rasanya sangat kebas. Saat itu ia teringat kejadian sebelum dirinya pingsan.

"Obat pelumpuh." Ucap Sona mengingat apa yang dikatakan laki-laki itu sebelum menculiknya. "Kakiku begini pasti karena itu."

Sona kembali mencari-cari sesuatu di sekitar ruangan, tapi hanya menemukan meja kecil disamping tidurnya, dan sebuah pintu kayu yang sedikit terbuka. Itu adalah toilet, yang menurut Sona tak layak pakai.

Sona tahu dirinya telah diculik, tapi yang lebih dikhawatirkan olehnya adalah kakinya. Bagaimana jika ia tak bisa kembali berjalan? Maka usahanya selama ini akan hancur!

"Sial! Bahkan setelah aku bereinkarnasi pun kesialan masih menimpaku! Apa dewa keberuntungan benar-benar ada?!" Keluh Sona hampir menangis. Sona paling benci merasa tak berdaya seperti ini.

"Siapa dalangnya? Bahtra? Farhoven? Atau Bizel?" Sona menebak-nebak identitas asli penculik.

"Kurasa itu Bahtra. Situasi mereka sedang tak baik. Jadi mereka menggunakanku sebagai kartu as untuk kemenangan."

"Bodoh sekali." Dengus Sona kesal. "Mereka tak mungkin menang melawan Arjen, meski menculikku seperti ini."

Sona lagi-lagi ingin menangis, khawatir kalau Arjen, Hero atau Genta tak akan datang menolongnya. Bagaimana jika dirinya dikhianati lagi? Bagaimana kalau mereka meninggalkannya?

"Mereka tak akan membuangku kan?" Sona meringkuk di kasur sambil terisak, berusaha mengusir kedinginan di hatinya.

"Tapi kalau aku cacat dan lumpuh, kurasa mereka akan membuangku." Katanya putus asa.

Krak!

Suara derak pintu terbuka mengalihkan perhatian Sona.

"Oh, kau sudah bangun?" Seorang pemuda kini berdiri menatapnya dari samping kasur. "Kukira kau akan menangis ketika terbangun di tempat asing."

"Siapa?" Sona akhirnya bertanya.

Pemuda berambut cokelat dengan iris hitam menatapnya dengan seringai aneh. Wajahnya tak terlalu tampan jika dibandingkan semua wajah yang sudah Sona temui di dunia ini, tapi cukup untuk menjadikannya sebagai incaran wanita jika ia berada di dunia kehidupan sebelumnya.

"Aku Harry, Raja Bahtra. Musuh ayahmu, gadis kecil." Jawabnya dengan nada angkuh.

"Pengecut." Balas Sona langsung membuat wajah Harry mendingin.

Grep.

Harry memegang dagu Sona hingga meremas pipinya dengan satu tangan.

"Apa katamu? Katakan sekali lagi." Harry menggertakkan giginya menahan emosi.

Sona menelan rasa takutnya dan menatap mata Harry dengan sorot mata dingin, "Kau pengecut. Karena itu kau menjadikanku sandra untuk menang melawan ayahku."

Harry akhirnya tertawa sinis, "Benar-benar. Bahkan bocah sepertimu beraninya mengejekku tanpa takut? Tak heran kau putri iblis itu."

"Uh." Sona meringis ketika Harry semakin menguatkan cengkramannya pada pipi Sona.

Bad Princess (END)Where stories live. Discover now