6

3.8K 473 14
                                    

Siapa yang menyangka bahwa Jennie ternyata menyadari lebih awal akan ketertarikan Lisa kepadanya. Rupanya ia menyadari hal ini sewaktu mendapati bagaimana Lisa menatap dirinya dan Chaeyoung dengan cara yang berbeda. Bukannya terlalu percaya diri atau semacamnya, namun malam itu Jennie benar-benar sadar akan sesuatu yang terpancar dari mata Lisa ketika mereka bertukar pandang. 

Pada awalnya Jennie menertawakan dirinya sendiri akan asumsi yang tiba-tiba saja muncul entah darimana, namun setelah mengingat-ingat kembali bagaimana pertemuan pertama mereka, dugaan itu menjadi semakin kuat. Bagaimana Lisa memperhatikan setiap hal yang Jennie lakukan serta cara bicara Lisa yang terkadang berubah menjadi lebih lembut setiap kali mereka berbicara. Dan melihat bagaimana Lisa rela melewati jalan yang sama berkali-kali dalam satu hari, membuat Jennie semakin yakin akan asumsinya. 

"Uh- sepertinya-- ada kesalahpahaman." Lisa terbata-bata, ia bahkan tak mampu menyembunyikan wajahnya yang memerah. 

Jennie menahan tawa kemudian melipat tangannya diatas meja. "Kesalahpahaman seperti apa?" 

Lisa kembali menelan saliva untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering. "K -kenapa aku menyukaimu? Tidak, maksudku- aku tidak menyukaimu seperti yang kau pikirkan. Aku bahkan tidak mengerti kenapa kau bisa memikirkan hal konyol semacam itu." Ucapnya.

"Begitukah? Lantas kenapa kau datang kemari setelah mengatakan tidak ingin berurusan dengan Chaeyoung lagi? Jika tidak ada maksud lain, maka seharusnya untuk datang kesini saja pasti kau enggan, bukan? Jangan terlalu kaku, Lisa." Senyum Jennie memudar untuk beberapa saat, "Hal yang wajar jika kau tertarik atau suka pada seseorang. Jika kau ingin berteman denganku, aku tidak keberatan." Lanjut Jennie.

Lisa mengangkat sebelah alisnya, "Berteman?" 

"Ya, Atau kau menginginkan yang lain sepe--"

"Ah benar, aku ingin berteman denganmu. Aku kagum kepadamu seperti bagaimana aku mengaggumi Lilac K, kau tahu? S- seorang penulis." Lisa menyela dengan cepat dan mengatakan apapun yang terlintas dibenaknya agar Jennie tidak melanjutkan kalimatnya.

Lisa sempat menghembuskan nafas lega diam-diam sewaktu menyadari bahwa rupanya Jennie menangkap maksud ketertarikan Lisa secara berbeda. Lisa kira, gadis itu mengartikan semuanya seperti apa yang Lisa pikirkan, untung saja tidak. Karena jika Jennie sungguh sadar akan perasaan Lisa, maka entah apa yang harus Lisa lakukan untuk menyangkalnya. Situasi ini seperti pertaruhan hidup dan mati, seolah apapun dan bagaimanapun penjelasannya, Lisa merasa bahwa ia akan terjatuh ke dalam lubang gelap dan tak akan pernah keluar lagi jika salah langkah.

Mungkin ia hanya menyukai bagaimana Jennie memperlakukannya, mungkin juga ia hanya kagum pada Jennie yang selalu tersenyum kepadanya disaat orang lain selalu menatapnya seperti sampah, atau mungkin Lisa benar-benar jatuh cinta pada perempuan yang baru saja ia kenal itu. Dia sendiri tak tahu mana yang benar dari kemungkinan-kemungkinan itu, namun yang pasti adalah, Lisa menyukai kehadiran Jennie.

"Kagum sepertinya terlalu kaku. Bagaimanapun, aku tidak keberatan berteman denganmu. Seharusnya kau bilang saja agar aku tidak menganggapmu aneh. Kau tahu, kau selalu menatapku dengan cara yang aneh." Jennie terkekeh ringan dengan ucapannya sendiri.

"Ah ya.. Maaf jika membuatmu tidak nyaman."

Jennie menggeleng, "Tidak apa-apa. Lucu sekali mendengarmu meminta maaf seperti ini. Kurasa sejak kita saling mengenal, ini adalah pertama kalinya aku melihatmu seperti manusia pada umumnya."

"Selama ini aku bukan manusia, begitu?" Lisa mengangkat alisnya.

Lagi-lagi Jennie tertawa pelan, pipinya yang berisi semakin membulat saat tersenyum. "Bukan begitu, hanya saja kau selalu dingin dan ketus sampai-sampai aku menduga bahwa meminta maaf atau merasa bersalah tidak pernah ada dalam kamusmu. Tapi ternyata meskipun irit bicara dan tanpa ekspresi, kau memiliki hati yang baik."

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now