10

3.6K 436 12
                                    


Jantung Lisa berdetak ricuh sejak semalam, ia harus menarik nafas dalam berkali-kali berharap dirinya sedikit tenang. Namun apapun yang ia coba lakukan, kata-kata Jennie kemarin sore selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Ia tak tahu bagaimana harus menanggapi situasi semacam ini, wajahnya panas, senyumnya mengembang tanpa alasan, tubuhnya kadang-kadang terasa seperti tersengat, Lisa sungguh gelisah. Ini memang bukan pertamakalinya ia jatuh cinta, namun sudah lama sekali sejak perasaan nya berbunga-bunga seperti ini, wajar saja jika Lisa bingung bagaimana menanganinya.

Baru dua puluh empat jam Ia tak melihat wanita bermarga Kim itu, tapi rasanya ia sudah tak sabar untuk segera bertemu lagi. Jika saja bukan karena Lisa harus datang ke kampusnya hari ini, mungkin dia sudah berada di restoran Jennie seperti biasanya. Sialnya, Profesor salah satu matakuliah tiba-tiba ingin bertemu dengannya dan Lisa tak punya pilihan lain.

Selagi memikirkan Jennie, sesekali Lisa melirik ponselnya dan menimang-nimang benda itu untuk sekedar melihat waktu, atau mempertimbangkan apakah ia harus menelpon Jennie atau menunggu bertemu nanti saja. Profesor Lee masih ada tamu, jadi menunggu tanpa melakukan apapun membuat Lisa sangat bosan. Dia ingin mendengar suara Jennie, pikirnya mungkin dengan begitu dirinya bisa sedikit lebih tenang.

Menghela nafas panjang, Lisa akhirnya mencari nama Jennie di ponselnya, kemudian tanpa ragu menekan tombol panggil. Tak butuh waktu lama hingga ia mendengar suara lembut Jennie di seberang sana, pipi Lisa lagi lagi bersemu tanpa alasan.

"Lisa? Hallo? Kau mendengarku?"

Lisa tersentak dan berdeham. "Ah, mianhae. Kau sedang sibuk?"

"Tidak juga, aku hanya sedang mengatur bahan makanan. Ada apa?"

"Uh, hanya ingin menelpon saja. Aku.. uhm.. sedang di kampus sekarang. Aku bosan." ujarnya putus-putus.

Terdengar Jennie terkekeh di seberang sana. Meskipun tak melihatnya, Lisa bisa membayangkan apa yang sedang dilakukan gadis itu. Bagaimana sebelah tangannya memegang ponsel sementara tangan satunya merapikan sesuatu, bagaimana kepala Jennie terangkat setiap kali mendengar seseorang datang, bagaimana ia tersenyum, Lisa hapal semua itu.

"Jadi aku sekarang menjadi tempat pelarianmu saat kau bosan, hm?" 

Lisa tersenyum. "Tidak buruk, kurasa. Kau adalah tempat pelarian terbaik dari semua yang ada."

"Oh.. Sejak kapan kau belajar merayu, huh? Apakah kau jadi semakin berani setelah aku mengakui perasaanku?"

Rupanya menelepon Jennie disaat hati Lisa sedang tak karuan bukanlah hal yang tepat. Gadis itu baru saja membuat dirinya semakin tersipu. Lisa berdeham dan menggigit bibirnya, ia tak tahu harus menjawab apa.

"Kau ada kelas?"

"Tidak, hanya menemui Profesorku. Ehm, Jennie?"

"Hm? Kenapa?"

Lisa menggigit bibirnya kemudian menggeleng. "Aku akan kesana setelah ini." Ucapnya.

"Baiklah.... sampai bertemu, Lisa."

Begitu Jennie memutus panggilan, Lisa masih menatap layar ponselnya dengan senyum yang tak juga hilang dari wajahnya. Orang-orang yang lalu lalang tak jarang memperhatikannya dengan penuh tanda tanya, mungkin mereka heran melihat gadis yang mereka juluki patung itu bisa tersenyum. Lalisa Manoban dengan suasana hati yang baik? Orang-orang mungkin menganggapnya sebagai hal langka seperti fosil dinosaurus.

"Lalisa Manoban?"

Mendengar namanya dipanggil, Lisa segera menoleh kesamping. Seorang gadis seusianya berdiri di depan pintu ruangan Profesor Lee. Meskipun tak mengenalnya, dari gaya berpakaiannya Lisa bisa tahu bahwa dia adalah salah satu mahasiswa.

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now