55

1.4K 186 20
                                    

Jennie's Pov

Dua hari setelah surat pemberitahuan itu datang, aku akhirnya memberanikan diri untuk mengajak Leo bertemu. Aku mengatakan kepadanya bahwa sudah lama sekali kami tidak berbicara, dan tentu saja dia dengan percaya diri menyetujui ajakanku, sebab aku tahu dia juga menginginkan ini. 

Dia memilih sebuah restoran bintang lima di lingkungan sekitar untuk bertemu. Sebenarnya aku sangat membenci ini, ketidaksukaanku terhadap hal-hal berbau mewah masih sama, tapi apa boleh buat. Sekali ini saja aku akan menahan rasa jijik agar semuanya berjalan lancar. Maka pada pukul tiga sore, satu jam lebih awal dari waktu yang dijanjikan, aku tiba di restoran mewah ini. Duduk di salah satu meja yang sudah dipesan atas namanya, menunggu sambil mengingat-ingat apa yang harus kukatakan, dan memikirkan bagaimana cara menanganinya jika dia bersikap menyebalkan.

Sesuai rencana, Lisa dan wanita itu pun ikut. Mereka duduk di meja paling belakang dengan penyamaran yang sangat norak. Jisoo--maksudku wanita itu memaksa Lisa mengenakan pakaian yang sama sekali tidak cocok untuknya--jaket ungu dengan manik-manik kristal di setiap jengkalnya, sementara dia sendiri mengenakan atasan kuning yang dipadukan dengan rok merah bermotif bunga-bunga berbagai warna. Dia bahkan mengecat rambutnya dengan warna ungu. Mereka terlihat seperti orang gila, aku khawatir dengan begini mereka malah akan menarik perhatian.

"Jangan terlalu sering melihat ke sini!" Aku mengirim pesan teks kepada mereka yang benar-benar tidak bisa berakting.

Mereka malah melambaikan tangan dan tersenyum.

Saat hendak mengirim pesan lagi, mataku menangkap sosok Leo muncul dari pintu masuk dan berbicara dengan resepsionis. Segera kusembunyikan ponselku di dalam tas dan mengatur posisi duduk, sementara dia berjalan ke arahku dengan senyum arogan yang memuakkan.

"Hai, Jen. Sudah lama? Maaf, ya, aku harus melakukan ini dan itu sebelum ke sini." Katanya sambil duduk.

Aku memaksakan senyuman. "Tidak terlalu lama, toh kau datang tepat waktu."

Dia melirik jam tangan merek mewah yang tidak pernah dia ganti dan mengangguk. Aku masih bertanya-tanya mengapa dia tidak pernah mengganti jam tangan lusuh itu padahal dia memiliki bisnis yang begitu besar?

"Apa yang ingin kau pesan? Semua makanan di sini lezat."

Aku melirik buku menu di tangannya dan menggelengkan kepala. "Sejujurnya aku tidak terlalu lapar. Aku hanya akan memesan minuman."

"Ah, jangan begitu. Aku sudah memilih restoran yang bagus, kenapa kau tidak mau makan?"

"Tidak, sungguh Leo aku belum lapar. Aku akan memesannya nanti saja."

Dia menatapku dengan satu alis terangkat, membuatku merinding. Dulu kupikir pria ini memiliki wajah seksi yang menarik seperti singa jantan, sekarang aku menyadari bahwa dia adalah seekor hyena menjijikkan yang sangat menakutkan. Aku tidak tahu apakah ini karena aku tahu apa yang dia lakukan dan siapa dia sebenarnya, tapi matanya telah berubah dari pria baik yang kukenal.

Ah, Lisa benar. Seharusnya aku mendengarkannya dulu. Pria baik mana yang akan terang-terangan melecehkanku secara verbal? Aku bahkan masih tidak mengerti mengapa dia mengatakan hal itu pada Lisa.

"Baiklah. Mari kita makan nanti saja," Dia lantas membolak balik daftar menu. "Kau ingin minum sesuatu yang sedikit beralkohol?"

Gila, yang benar saja. Masih terlalu dini untuk minum alkohol. "Lemon tea saja."

"Pft....lemon tea? Kau masih payah. Siapa yang minum lemon tea di restoran semewah ini, Jennie? Kau harus memesan sesuatu yang mahal. Bagaimana dengan The Sunrise? Itu hanya mocktail."

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now