22

2.1K 291 11
                                    

Tidak ada gummy smile, tidak ada tatapan hangat, tidak ada suara yang bersemangat. Saat aku masuk, dia hanya menatapku lalu bertingkah seolah tidak mengenalku. Apa dia sengaja melakukan ini karena apa yang terjadi tadi malam? Jika demikian, aku tidak akan menyalahkannya. Aku yang salah, aku yang terlalu pengecut.

Persetan denganku karena melakukan ini kepada Jennie. Kuharap iblis menelan jiwaku saat ini juga agar aku bisa menebusnya.

Aku menghindari matanya, sialnya aku masih bisa merasakan betapa dingin dan tajamnya mata itu. Jika bukan karena semua orang yang berada di sini, aku mungkin sudah berlari secepat yang ku bisa, hanya saja aku tidak ingin orang lain memperhatikan ketegangan di antara kami dan bertanya-tanya.

Sial, ini akan sangat sulit.

Aneh sekali, Jennie membuatku memikirkan hal-hal yang belum tentu akan terjadi, seperti, apakah dia akan menjauh dariku? Apakah hubungan kami bisa kembali seperti semula? Dan ini sangat mengangguku. Aku tidak ingin kehilangannya terlepas dari apapun status kami saat ini, aku masih ingin melihatnya setiap hari, akan tetapi aku sadar bahwa aku tidak bisa mengontrol apa yang Jennie pikirkan dan putuskan. Jika dia membenciku  setelah penolakan itu, maka aku tidak bisa membuatnya mengubah hal itu.

"Mereka teman-teman Lisa dari Busan, unnie."

Kudengar Chaeyoung mengulangi perkataannya setelah menyadari bahwa Jennie sama sekali tidak fokus.

"A-ah.. ya, selamat datang..." Dia tersenyum seadanya, kemudian mengalihkan tatapan nya ke segala arah.

Situasi ini membuatku merasa seperti ada angin kencang  yang baru saja meniup leherku, aku merasa gamang. Tidak ada sama sekali yang ku sukai dari terjebak dalam kecanggungan ini, apalagi terjadi diantara aku dan Jennie.

"Oh? Bukan kah kau yang bersama Lisa kemarin?" tanya Yena.

Pertanyaan itu lolos dari bibirnya bersamaan dengan ekspresi terkejut di wajahnya, aku bisa melihat bagaimana dia dengan sengaja berpura-pura terkejut. Aku punya firasat bahwa dia sedang merencanakan sesuatu dalam pikirannya. Bukannya aku asal menuduh, tapi bukan Yena namanya jika tidak berusaha menyerangku dengan berbagai cara, aku tahu dia pasti akan memanfaatkan kedekatanku dengan Jennie untuk menyerangku dan menjatuhkanku secara mental, seperti apa yang dia lakukan kemarin.

"Ya... aku Jennie, kalau-kalau kau lupa." Jennie melemparkan senyuman tipis.

"Ah! Jennie, pacar Lisa bukan?"

Aku meliriknya tajam saat mendengar itu. "Kami tidak berkencan." sahutku spontan.

Aku dan Jennie saling bertukar pandang, senyum tipis masih terukir di bibirnya, namun getarannya terasa berbeda dari sebelumnya. "Kami hanya berteman, tidak lebih." dia menekankan setiap kalimat.

Kata-kata itu berhasil membuatku langsung menyesali apa yang baru saja kukatakan. Jennie benar, kami tidak memiliki hubungan apa pun, tetapi untuk beberapa alasan aku tidak suka mendengarnya mengatakan itu. Bodoh sekali, padahal aku yang memulainya.

Mata Jennie dingin, tidak ada perasaan sedikit pun yang tersirat dari sana sehingga aku tidak bisa menebaknya. Dia seakan sengaja mengatur matanya untuk tidak memancarkan emosi apa pun, seolah-olah dengan sengaja membuat yang bisa kulihat hanyalah kemarahan, dan memberitahuku bahwa adalah aku penyebabnya.

"Oh, aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi... jadi kau pemilik restoran ini?"

Jennie mengangguk membenarkan pertanyaan Yena. "Begitulah. Chaeyoung adalah saudara perempuanku." jelasnya singkat.

Aku tidak melakukan apa-apa selain duduk dan mendengarkan semua orang saling berkenalan. Chaeyoung menceritakan bagaimana kami bertemu, selagi Yena sibuk berpura-pura bersikap ramah kepada Jennie. Lalu mereka melanjutkan dengan membicarakan tentang tujuan awal Chaeyoung membawa mereka kemari, dan hal-hal membosankan lainnya.

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now