25

2.3K 261 14
                                    

"Berpikir terlalu lama juga tidak baik, Jen." kata Leo sambil mengunyah roti kacang merah terakhirnya.

Aku melihat bungkus roti yang berserakan di atas meja, di mana Leo adalah pelakunya. Ada sedikit rasa kesal mengingat bagaimana pria ini tanpa malu-malu menghabiskan apa yang dibelikan Lisa untukku, namun aku tidak ingin menunjukkannya.

Aku menghela nafas, "Aku tidak tahu.. Aku belum benar-benar memikirkannya."

Leo benar-benar tidak memberiku waktu untuk bernafas, dia sudah meminta jawaban bahkan sebelum aku sempat memikirkannya. Aku adalah tipe orang yang tidak bisa memutuskan hal-hal besar sendirian, aku perlu meminta pendapat Chaeyoung dan aku belum melakukannya karena anak itu benar-benar sibuk.

"Ayolah, ini bukan sesuatu yang akan mengubah seluruh hidupmu seperti menikah atau semacamnya. Ini kesempatan yang bagus, bukan begitu Dara noona?" Leo menatap Dara, meminta dukungan.

Semua orang di sini sudah tahu tentang apa yang kami bicarakan, termasuk Lisa. Aku melirik Lisa beberapa kali berharap dia akan mengatakan sesuatu tentang ini, semacam meyakinkanku atau mengatakan dia tidak setuju, tapi dia hanya diam dan menatap ponselnya sejak tadi.

"Hmm, aku juga tidak tahu harus berkata apa. Tapi Leo benar, Jennie-ya.. Setidaknya mungkin kau harus mencoba dulu. Siapa tahu." Jawab Dara unnie.

Aku terdiam, sambil memikirkan bagaimana caranya agar Leo tidak memaksaku untuk memberikan jawaban dalam waktu dekat. Aku tidak tahu apa yang membuatku ragu, tetapi selama beberapa hari terakhir ini aku mengalami kesulitan meyakinkan diri sendiri dalam hal apa pun.

Ini adalah sebuah tawaran besar yang tidak pernah kumimpikan, dan jujur saja aku masih tidak bernai mempercayainya. Jika saja bukan Leo yang menawarkan, aku mungkin akan langsung berpikir bahwa ini adalah penipuan. Karena, siapa yang akan mempekerjakan model amatir dan tidak dikenal sepertiku untuk membuka sebuah bisnis?

"Beri aku waktu lagi. Pikiranku benar-benar kusut sekarang. Aku khawatir akan salah mengambil keputusan." Pintaku.

Leo mengacak-acak rambutnya yang tebal. "Aish, benar-benar." dia menatapku tak percaya, "Ya, Jennie-ya. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang ada di kepalamu." omelnya.

"Dia akan menjawab jika sudah memiliki jawaban, kenapa terus memaksanya?"

Suara datar dan dingin itu berhasil membuat kami semua terdiam, semua termasuk aku menoleh ke arah Lisa yang masih sibuk dengan ponselnya. Dia tampaknya tidak peduli dengan kami yang menatapnya, bahkan tidak repot-repot mengatakan apa pun untuk menyambung apa yang baru saja dia katakan.

"Permisi? Kau berbicara denganku?" kata Leo.

Tidak ada respon, Lisa bertingkah seperti dia tidak mendengar bahwa seseorang baru saja bicara padanya. Aku bisa mengerti kenapa dia bertingkah seperti itu, sangat sulit untuk mencegahnya menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Leo.

"Tapi... Lisa sepertinya ada benarnya, Leo-ya. Jangan terus memaksa Jennie, atau dia akan semakin bingung." Dara unnie memecah kesunyian.

Namun kata-kata wanita itu mendapat gelengan dari Leo, wajahnya menunjukkan ketidaksetujuan. "Noona, aku tidak memaksanya. Aku hanya takut kesempatan baik untuknya ini akan hilang. Aku tahu betapa tidak sabarnya Cha Eunwoo." dia membela diri.

"Jika seseorang menginginkan Jennie, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena dia pasti akan melakukan apa saja sampai Jennie mengatakan ya."

Kami menoleh lagi, suara Lisa kembali membuatku meremang. Aku takut dia akan berkelahi dengan Leo.

"Kau punya masalah denganku Lisa-ssi?" tanya Leo, aku bisa melihat rahangnya mengeras.

Lisa memberikan senyuman yang dipaksakan. "Tidak. Waeyo?"

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now