49

2.1K 234 16
                                    

Pertemuan seharusnya menjadi satu hal yang mampu menyalurkan kehangatan. Tapi tidak untuk Jennie. Dia masih berada dalam kebingungan ketika Lilac, sang penulis melepaskan pelukan mereka yang terasa mengejutkan. Jennie masih berusaha mencari-cari apa yang sebenarnya terjadi melalui mata wanita ini. Sampai...

"Jendeuk-ah..."

Panggilan itu....

Dari sekian banyak manusia yang pernah berada di dalam kehidupannya, hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan sebutan itu. Tak ada yang pernah tahu nama kecilnya kecuali seseorang yang telah lama menghilang.

Tubuhnya seketika membeku, bahkan otaknya tak mampu berpikir. Saluran pernapasannya seperti terhalang oleh sesuatu sehingga sulit sekali rasanya bernapas. Ini tidak mungkin, dia berusaha menyangkal tanpa melepaskan pandangan dari wajah wanita ini. Ia tatap lamat-lamat untuk mencari kesamaan.

Pantas saja. Selama ini ia selalu merasa tidak asing dengan wajah ini. Kini setelah menganalisanya dari dekat, ia sadar bahwa dirinya sangat mengenali wajah seperti malaikat di hadapannya.

Perlahan, Jennie melangkah mundur. Matanya tidak melepaskan wanita ini, tetapi kilatan kebingungan yang tadi ia sorotkan, kini berubah menjadi kebencian yang tak terbantahkan. Dadanya yang terasa sesak adalah salah satu tanda bahwa ia belum siap dengan omong kosong ini. Tubuh mungilnya menggigil kaget dan melemah saat rasa sakit mulai merangkak menjalari seluruh keberadaannya.

"Unnie.." Suara Chaeyoung memanggilnya dengan lirih.

Lisa yang berdiri di sampingnya memegangi tubuhnya yang kapan saja siap jatuh ke lantai, sementara wanita itu mengulurkan tangan dengan raut wajah memohon.

Ini lucu. Satu pelukan dan satu panggilan saja bisa membuat Jennie mengingat seseorang yang telah meninggalkannya bertahun-tahun yang lalu, padahal dia sudah lama sekali melupakan orang ini dan bahkan tidak pernah lagi mengingat wajahnya. Dia tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa sekarang.

"Jen, aku--"

"Untuk seseorang yang pergi demi menyelamatkan dirinya sendiri, kau cukup tak tahu malu berani muncul di hadapanku." Suara Jennie datar.

Wanita itu tertegun selama beberapa detik. "Jen...biar kujelaskan."

"Jelaskan apa? Aku tidak butuh penjelasan darimu. Aku tidak akan bertanya apa yang kau lakukan di sini, jadi lebih baik kau pergi sekarang." ucap Jennie dingin. Ia kemudian menatap Chaeyoung.

Seolah mengerti apa yang ada di kepala saudarinya, Chaeyoung buru-buru mendekat. "Unnie, dengar," wajahnya ketakutan, "Jisoo unnie ada di sini--"

"Jangan sebut namanya di depanku!" Teriak Jennie.

Ruangan itu seketika menjadi sunyi. Tidak ada yang berani berbicara lagi.

Lisa berusaha menenangkan kekasihnya dari amarah. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa Jisoo bisa di sini, padahal beberapa waktu lalu gadis ini mengatakan masih belum siap untuk bertemu dengan Jennie. Dia menatap Chaeyoung, tapi tidak mendapatkan jawaban apapun dari tatapan gadis itu.

Suasananya sangat mencekam. Lisa bisa merasakan tubuh kekasihnya bergetar, seolah-olah semua perasaan buruk berusaha menunjukkan diri, tapi ditahan oleh Jennie. Dia lantas mengusap punggung Jennie dengan lembut.

"Jen, aku di sini bukan untuk meminta maaf atau membahas masa lalu kita. Aku han--"

"DIAM! Aku tidak ingin kau di sini, kau tuli?!" Jennie memalingkan wajah, matanya mulai berkaca-kaca. Mendengus, ia kemudian mulai tertawa getir dan kembali memandang Chayeoung. "Apa-apaan ini, Chaeng? Kau tahu...kau tahu aku sangat membencinya." Suaranya memelan pada kalimat terakhir.

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now