61

851 95 6
                                    

Langit malam menyelimuti rumah sakit, memberi tanda bahwa waktu telah terjalin bersama bintang-bintang. Dalam ketenangan yang hanya disela oleh suara hujan di luar, Chaeyoung dan Lisa meninggalkan halaman belakang kafetaria menuju ke arah yang akan memberikan jawaban atas kegelisahan Lisa.

Mereka berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang sepi, langkah demi langkah meninggalkan jejak kaki di lantai yang bersih. Cahaya redup di langit-langit memberikan sentuhan tenang pada suasana yang penuh emosi. Chaeyoung berjalan dengan langkah santai, sedangkan Lisa mengikutinya dengan perasaan cemas yang tak terbendung. Dia melihat sekeliling, pandangannya tertuju pada setiap pintu yang mereka lewati. Pikirannya bergejolak, dipenuhi gambaran Jennie yang terbaring di salah satu kamar. Setiap langkah membawanya lebih dekat ke pertemuan yang diinginkan.

Mereka kemudian berhenti di depan pintu nomor 627, Lisa menghela napas panjang seolah berusaha menenangkan detak jantungnya. Kemudian Chaeyoung membuka pintu perlahan, memberi isyarat agar Lisa masuk terlebih dahulu.

Jantungnya berdetak lebih cepat saat kakinya melangkah memasuki ruangan. Keheningan menyelinap, dan di tengah ruangan, dia melihat Jennie. Cahaya redup dari lampu menyinari wajahnya yang tenang. Dia mendekati tempat tidur dengan hati yang gemetar, tidak bisa menahan tangisnya saat melihat Jennie tertidur. Rasa sakit merasuki setiap jengkal tubuhnya, seolah ia bisa merasakan sendiri semua lebam di wajah Jennie. Air mata menggenang di sudut matanya, rasa sakitnya tak terkatakan.

Lisa meraih sebuah kursi yang terletak di dekat tempat tidur. Kemudian ia duduk sambil memperhatikan setiap detail wajah Jennie. Tangannya menggenggam erat selimut yang menutupi tubuh kekasihnya, seolah mencoba merasakan kehangatan yang mungkin bisa memudarkan rasa dingin yang tertanam di hatinya. Setiap tarikan napasnya, ia merasakan kekosongan di dada, seolah hatinya tertidur bersama kekasihnya yang terbaring tak berdaya.

Meski suasana di dalam ruangan sepi, namun suara detak jantung dan napas Jennie seperti serangan yang tak terhindarkan. Lisa terus menatap kekasihnya dalam keadaan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, dan rasa sakit itu semakin kuat, meresap ke dalam dirinya seperti gelombang yang tak terbendung.

Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menekan deru rasa sakit yang melanda. "Jennie,... gumamnya pelan. 

"Kata dokter, lukanya tidak serius. Hanya saja dia lebih banyak tidur karena diberi obat tidur, dia butuh banyak istirahat karena trauma. Saat bangun dia banyak diam dan terkadang tidak mau makan." Jelas Chaeyoung.

Bibir Lisa bergetar. "Bagaimana semua ini bisa terjadi?" Tanyanya.

Chaeyoung menghela napas panjang, mencoba menyusun kata-kata untuk menjawab pertanyaan Lisa. Dia tahu bahwa penjelasan ini mungkin akan membuat segalanya menjadi lebih rumit, tapi kejujuran adalah yang terbaik.

"Anak buah Cha Eun Woo yang melakukannya." ucap Chaeyoung dengan suara bergetar.

Sejenak ruangan itu dipenuhi suara sunyi, Lisa tenggelam dalam berbagai pemikiran. Dia merasakan sakit dan kemarahan. Mendengar nama itu disebutkan membuat darahnya mengalir deras hingga ke kepalanya.

Jari-jarinya mencengkeram tempat tidur dengan erat. Dengan geraman teredam, suaranya kembali terdengar. "Chaeyoung," bisiknya. "Apa yang harus ku lakukan?" tatapannya seperti memohon.

Chaeyoung menoleh, matanya juga penuh rasa sakit. Dia menyisir rambutnya sendiri dengan jari, mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Tidak ada. Jisoo sedang berusaha menyingkirkan orang-orang itu. Dia punya rencana."

"Rencana apa?"

"Dia punya semacam koneksi, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Tapi dia menyuruhku bersabar, dan percaya padanya. Dia tidak akan membiarkan ini berlarut-larut."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 13 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now