18

2.9K 347 6
                                    

Suara hujan membangunkanku, udara dingin yang menembus kulit membuatku tersadar bahwa aku masih berada di sofa ruang tamu dengan selimut yang melilit tubuhku. Saat terbangun aku tidak melihat Lisa dimana pun, kemudian setelah memeriksa ponselku dan membaca pesan singkat dari Lisa, aku mendapati bahwa dia sudah pergi secara diam-diam saat aku masih tidur.

Di luar masih gerimis, langit sepertinya sengaja memberitahu bahwa cuaca akan seperti ini sepanjang hari, aku menyerah untuk pergi ke restoran dan memutuskan untuk menunggu sampai langit cerah.

"Kupikir aku sedang bermimpi saat melihatmu masih berkeliaran di rumah." Dara unnie berkicau sembari meniup kopi di cangkirnya.

Aku mengalihkan perhatian dari ponselku dan tersenyum pada Dara. "Tidak bisakah kau melihat hujan di luar?" Sindirku.

"Biasanya, bahkan jika itu hujan badai, kau masih akan memaksakan diri untuk bekerja. Ada apa? Apakah gadis itu membuat jantungmu berdebar kencang sehingga kau tidak bisa fokus pada apapun dan hanya memikirkannya sepanjang hari?"

Aku memutar bola mataku dan menggeleng-gelengkan kepala. Namun wajahku terasa panas karena apa yang dikatakan Dara unnie ada benarnya, tapi tentu saja bukan itu alasannya. Aku hanya merasa berbeda dari biasanya karena berada dalam suasana hati yang baik akhir-akhir ini, jadi sedikit merayakannya kurasa tidak masalah.

"Unnie, tadi malam Lisa ada di sini sampai aku tertidur."

Mata Dara unnie melebar, kutebak kepalanya pasti sudah memikirkan sesuatu yang aneh. "Apakah kalian—"

"Ck, ini masih pagi." aku menyela, "Kami hanya mengobrol."

Dara unnie menyeringai sambil mengangguk mengerti. "Bicara tentang arah hubunganmu?"

"Tidak, hanya beberapa hal tentang diriku. Aku mulai membuka diri kepadanya dan menceritakan banyak hal tentang kehidupanku."

"Kau masih belum membicarakannya?"

Aku menggelengkan kepala perlahan, lalu menarik napas dalam-dalam. Waktunya selalu tidak tepat, seharusnya aku menceritakan kegelisahanku kemarin, tetapu Lisa menolak ajakanku untuk pergi ke tempat yang menurutku cocok untuk membicarakan hal ini, dan raut wajah Lisa tadi malam juga tidak terlalu ramah jadi aku merasa sebaiknya aku menunda untuk membicarakannya.

"Mungkin lain kali, unnie. Kurasa aku belum menemukan waktu yang tepat untuk membicarakan ini." Aku beranjak dari sofa, untuk kemudian melangkah ke arah dapur.

Perutku lapar sekali, dengan malas aku membuka lemari kayu di samping lemari pendingin, mengeluarkan sekotak sereal dan mangkuk lalu mencampur sereal dengan susu, sambil memikirkan Lisa. Aku tidak tahu pukul berapa Lisa meninggalkan rumahku tadi malam dan di mana gadis itu sekarang, ada sedikit rasa khawatir yang mengganggu karena Lisa juga tidak membalas pesanku.

"Aku mengerti, tapi kau tidak boleh menunda terlalu lama, Jennie. Atau, apakah kau masih tidak yakin?

"Tidak, aku yakin... Hanya saja kemarin kami kelelahan, mungkin aku akan memberitahunya jika dia menemuiku lagi." Jawabku sembari menyantap sereal.

"Kau sangat menyukainya, ya?" tanya Dara unnie tiba-tiba.

Tak mampu menahan senyumku, aku mengangguk tanpa ragu. Karena memang begitu adanya, aku sangat menyukai Lisa dan mungkin lebih dari apa yang ku kira. Membuka hati untuk seseorang bukanlah hal yang mudah bagiku, hanya Lisa yang mampu melakukannya sejauh ini.

"Aku tidak berlebihan, kan, unnie? Maksudku, apa aku terlalu jujur ​​dengan perasaanku padanya?"

Dara unnie tertawa dan menggelengkan kepalanya, "Sejujurnya itu bukan hal yang buruk. Lakukan saja apa yang kau inginkan, aku yakin dia tidak akan keberatan bahkan jika kau menempel padanya 24 jam dalam seminggu."

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now