33

2.1K 264 13
                                    

Aroma lavender tercium menyebar di dalam kamar perawatan Lisa, perawat baru saja mengganti pengharum ruangan dengan yang baru pagi ini. Sinar matahari memaksa menerobos masuk melalui celah-celah tirai cokelat yang masih tertutup, sehingga sisi kanan ruangan menjadi sedikit terang.

"Aku terlihat seperti pengemis."

Masih dengan mata terpejam, bibir Lisa melengkung membentuk senyuman. Ia bisa mendengar suara Jennie dengan cukup jelas meskipun jarak kamar mandi cukup jauh dari sofa tempat ia berbaring.

Sementara itu, Jennie kembali menghela nafas berat sebelum mengambil wadah serta handuk yang tadi ia tinggalkan di wastafel. Ia kemudian meraih kenop pintu, dan begitu pintu terbuka, senyumnya tak butuh waktu lama untuk mengembang.

"Selamat pagi.." katanya, seraya berjalan ke arah Lisa yang masih setia berbaring di sofa.

Lisa membuka matanya perlahan, kemudian menjawab sapaan Jennie dengan gumaman parau, ia baru saja bangun tidur. Percakapan mereka semalam berakhir membuat keduanya tertidur di atas sofa, sehingga suasana hati Jennie menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ia terbangun di pelukan Lisa, tidak ada yang lebih baik dari itu setelah dua hari dipenuhi oleh kekacauan.

"Kau darimana?" Lisa bertanya, dan bangkit untuk duduk.

Meletakkan wadah kaca kecil dan handuk di atas meja, Jennie lalu meraih tangan Lisa dan tersenyum melihat perban yang baru saja diganti perawat beberapa jam yang lalu. "Aku ingin membersihkan tubuhmu, kata Dokter kau belum bisa mandi jadi ini satu-satunya cara agar kau merasa bersih."

Mengernyit, Lisa berusaha memahami. "Membersihkan tubuhku?"

"Hmm.." Jennie melepaskan tangan Lisa. Namun perlahan, senyumnya luntur ketika menyadari sesuatu. Ia menatap pakaian pasien yang menempel di tubuh Lisa, sembari memikirkan bagaimana caranya melakukan apa yang disuruh Dokter tanpa merasa canggung.

Sial sekali, harusnya ia menerima saja ketika perawat menawarkan bantuan, tapi karena ingin mengambil hati Lisa, ia malah tidak berpikir sebelum mengatakan bahwa ia akan melakukannya sendiri.

"Begitukah? Baiklah, aku akan—"

"Jangan!" Jennie menjerit, menahan tangan Lisa yang hendak melepaskan kancing bajunya. "M-maksudku.."

"Kau tak ingin aku melepas pakaianku? Lantas bagaimana kau akan membantuku membersihkan tubuhku?" tanya Lisa bingung.

Jennie melihat sekeliling dengan bingung, entah kenapa wajahnya sekarang terasa panas. "Eh.. itu.. p-putar tubuhmu." suruhnya.

Alis Lisa berkerut, tetapi sebelum dia bisa mengatakan sesuatu, Jen terlebih dahulu meraih bahunya dan memaksanya untuk berbalik sehingga punggungnya kini menghadap Jennie.

"A-aku siap sekarang." kata Jennie, nyaris berbisik.

Lisa tertawa dan menggelengkan kepalanya, merasa lucu dengan kegugupan Jennie yang tiba-tiba. Dia sangat ingin menggoda Jennie, akan tetapi dia juga sangat perlu untuk mengelap tubuhnya, setidaknya agar dia tidak merasa lengket lagi karena jujur ​​​​saja dia agak tersiksa jika harus menunggu sampai dokter memberinya izin untuk mandi.

Mengabaikan jantungnya yang juga berpacu liar, Lisa membuka kancing bajunya satu per satu, hingga hanya menyisakan sport bra di tubuhnya.

"Oh, shit." umpat Jennie, mengutuk dirinya sendiri. Dia sengaja menyuruh Lisa untuk berbalik agar dia setidaknya bisa menetralisir rona merah di pipinya, tetapi punggung telanjang Lisa malah membuatnya semakin berdebar-debar.

Bukannya dia mesum atau semacamnya, tetapi siapa yang tidak akan gerah saat melihat wanita paling menawan-- Lalisa Manoban seperti ini? Bukan hanya Jennie yang akan tersipu malu jika disuguhi pemandangan indah seperti ini.

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now