28

2K 275 19
                                    




Matahari mulai berpamitan dari langit Busan, warna kemerahan semakin pekat menyinari hamparan laut, menandakan bahwa sebentar lagi malam akan tiba. Ponsel Lisa sudah bergetar entah untuk kali keberapa, namun ia masih saja mengabaikannya. Belasan pesan serta telepon masuk memang sudah mengganggunya sejak ia masih berada direstoran tadi, nama Yena yang memenuhi layar dari benda pipih tersebut.

Lisa tahu bahwa isi dari pesan-pesan tersebut, atau tujuan Yena memborbardir ponselnya hanya untuk menanyakan keberadaannya atau menyuruhnya cepat pulang. Namun bagaimana mungkin Lisa tega menghancurkan kebahagiaan wanitanya dengan mengatakan mereka harus segera kembali ke Seoul? Ia lebih memilih menghadapi Yena nanti, alih-alih harus membuat Jennie kecewa.

Sementara itu, Jennie tampak sungguh menikmati harinya. Tawa wanita itu mengisi udara ketika buih-buih ombak mengejar kakinya.

"Lisa-yaaaa, kemarilah!" Teriaknya.

Lisa sejak tadi memang hanya menjadi penonton, ia duduk di atas hamparan pasir memandangi siluet Jennie yang berlarian kesana kemari. Entah sudah berapa kali Jennie memanggil-manggil untuk mengajaknya bermain kejar-kejaran dengan ombak, namun ia menolak dan memilih menikmati pemandangan indah di hadapannya, Jennie.

Ia kemudian menggeleng pada Jennie yang masih melambai-lambai untuk memanggilnya. "Aku disini saja." Ujar Lisa sedikit berteriak.

"Oh ayolah!" Jennie berlari kecil untuk menghampiri Lisa. "ayo, temani aku." Ia mengulurkan lengannya ketika sampai di hadapan Lisa.

Lisa tersenyum kemudian berdiri dan menepuk-nepuk celananya dari pasir yang menempel. "Kau tidak lelah? Sepertinya tenagamu tidak ada habisnya, apa karena menghabiskan semua mandu-mandu itu?" Godanya.

Jennie lantas memutar matanya dan mencubit perut Lisa. "Ada apa denganmu? Kenapa hari ini kau sangat menyebalkan?"

"Menyebalkan?" Lisa mengernyit, "Aku?"

Menganggukkan kepalanya, Jennie lantas meraih tangan Lisa untuk menggenggamnya. Ia kemudian menuntun Lisa untuk berjalan beriringan bersamanya, menyusuri tepi pantai demi menghabiskan sisa senja. "Kau mengejekku berkali-kali, dan itu menyebalkan." Rengek Jennie.

"Maaf," Lisa terkekeh dan melepaskan tautan jari mereka. Tanpa menunggu wanita disampingnya protes, ia kemudian melingkarkan lengannya di pinggang Jennie dan menarik tubuh wanita itu agar lebih dekat dengannya. "Kau senang hari ini?" tanyanya.

"Sangat," jawab Jennie tanpa ragu. "Aku akan menjadikan hari ini sebagai salah satu hari yang kusukai sepanjang hidupku." ia terkekeh dengan idenya sendiri.

Lisa mengangguk-angguk. "Apakah karena aku, atau karena akuarium dan pantai?"

Kening Jennie mengernyit, ia menatap Lisa dari samping dengan satu alis terangkat. "Sejak kapan kau menjadi seorang narsisme?" Ia berdecak-decak, kemudian tersenyum. "Tapi jujur saja, memang karena kau, Lisa. Aku mungkin tak akan merasa bahagia seperti ini sekalipun mengunjungi seratus akuarium, jika tidak bersamamu maka rasanya akan biasa-biasa saja." ungkapnya.

Ucapannya itu dia iringi bersama sebuah tatapan teduh, sehingga langkah mereka semakin pelan. Melihat Lisa hanya tersenyum menanggapi kata-katanya, rasa malu pun mulai menghampiri Jennie. Ia kemudian menyembunyikan wajahnya pada lengan Lisa.

"Bukankah baunya aneh?" Lisa terkekeh pelan ketika Jennie menenggelamkan wajahnya semakin dalam disana.

Hoodie Lisa yang tadinya basah memang masih lembab, namun ia bersikeras tidak mau melepasnya. Ia lebih memilih memakai hoodie yang berbau tidak sedap khas pakaian lembab dibandingkan harus memperlihatkan luka-luka di lengannya secara bebas.

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now