53

1.5K 200 20
                                    

Mungkin Lisa adalah orang yang tidak sedikitpun memiliki sel untuk berpikir positif di dunia ini, ia selalu menganggap semua orang sebagai ancaman dan sebisa mungkin menjauhkan diri dari mereka, seluruh keberadaannya akan selalu berpikir bahwa semua orang adalah bajingan yang akan menyakiti, tetapi dengan Yena, bukannya dia tidak ingin memikirkan hal yang baik-baik saja, ia tahu hanya dengan merasakan angin di sekitarnya bahwa tujuan gadis itu datang adalah untuk mengacaukannya.

Dia, ibu, bahkan ayahnya, mereka semua ingin Lisa tetap berada dalam kendali bahkan setelah semua yang terjadi. Lisa merasa bahwa mereka semua memiliki tujuan sendiri. Ibunya, sebagai pemimpin keluarga, ingin dia kembali ke sana agar bisa mengatur cara lain supaya Lisa tetap bisa menjadi apa yang dia inginkan meskipun sudah putus kuliah, dia tidak akan pernah berhenti membuat sang putri menjadi setara dengannya sebagai seorang Manoban. Dan Yena? dia sudah pasti menerima perintah dari ibu untuk membujuk Lisa, dan ia tahu Yena bersedia melakukan itu untuk mendapatkan imbalan yang menggiurkan, entah itu mobil baru, atau barang mewah lainnya. Sedangkan ayah? Ah, pria itu tidak memiliki hak bersuara di rumah itu karena berada di bawah kendali ibu, dan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dia hanya akan mengikuti arus, atau apa yang dia miliki sekarang akan dilucuti oleh ibu dan dia akan kembali menjadi bukan apa-apa.

Lisa membaik dalam beberapa hal dengan Dokter Kwon membantu, meskipun belum ada perubahan besar tetapi ia mulai melihat sisi kehidupan, setidaknya arahnya sudah mendekati yang benar. Namun jika mereka yang sialnya adalah keluarganya sendiri terus berkeliaran, ia tidak yakin usahanya itu akan berhasil. Menyingkirkan mereka dari hidupnya, itulah yang paling Lisa butuhkan saat ini. Tapi bagaimana caranya?

Tindakan mereka bahkan jika itu hanya sekecil atom masih mempengaruhinya, itu berbahaya. Lihatlah sekarang, hanya dengan kemunculan Yena saja ia merasa terancam dan diliputi kebencian yang mengaliri seluruh darah sampai ia kembali melakukan sesuatu yang jika Jennie tahu, dia pasti akan kecewa.

Ah, Jennie. Ia lupa kalau masih harus memberinya bunga dan es krim ini. Sial, es krimnya sudah meleleh karena ia terlalu lama di luar.

Ia harus memupuk kesabaran, agar bisa berbaikan dengan Jennie dan merasa aman. Saat ini yang paling dia butuhkan adalah kehadirannya. Jisoo benar, ia harus mengalah dan mendengarkan agar tidak menjadi bajingan dalam hubungan ini.

"Jennie?" Lisa memanggilnya setelah membuka pintu yang tak terkunci. "Hei, aku pulang." Volume suaranya meningkat.

Sekarang pukul sembilan malam, ia sempat mampir ke restoran dan Jennie sudah tutup, itulah sebabnya ia langsung pulang. Seharusnya Jennie sudah pulang sekarang, tapi rumah terasa begitu sepi. Ia lantas menaruh es krim yang sudah meleleh ke dalam kulkas, lalu menaiki tangga menuju kamar mereka dengan bunga yang disembunyikan di belakang punggung.

Tak ada tanda-tanda Jennie di rumah. Dan benar saja, ketika Lisa membuka pintu tidak ada siapa-siapa di kamar, lampunya bahkan mati. Ke mana dia?

Mengeluarkan ponsel dengan maksud untuk meneleponnya, saat hendak menekan namanya di daftar kontak, Lisa mendengar pintu terbuka. Secara refleks ia melempar ponsel dan bunga tersebut ke atas kasur, lantas bergegas keluar kamar dan memeriksa ke bawah. Rupanya Jennie yang muncul dengan sekantong besar belanjaan di tangannya.

"Kenapa kau begitu cemas?" Jennie bertanya ketika mereka bertatapan.

Napas Lisa lolos mengisyaratkan kelegaan, ia memang cemas. Ada skenario bahwa 'Jennie mungkin akan sangat marah sampai-sampai dia akan meninggalkan rumah dan aku' yang bermain secara mandiri di otaknya untuk beberapa detik tadi.

"Dari mana saja kau?" Tanyanya sambil mengambil alih kantong di tangan Jennie, lalu berjalan ke dapur dengan Jennie mengikuti di belakang.

"Ke toko, belanja untuk makan malam. Kau sendiri?" Dia balik bertanya.

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now