04

2.7K 337 39
                                    

Bayu gak tahu apakah sebetulnya Sandi memang baik atau dia merasa bersalah dan gak enak hati setelah mencerca Bayu, sebab selain menemani Bayu di sisa sore itu, cowok itu juga membelikan minuman serta camilan manis sebagai penghibur.

Dan gak elak, milkshake cokelat yang dibelikan Sandi agak membuat perasaan Bayu sedikit lebih baik. Tapi enggak dengan matanya yang memerah dan bengkak.

"So, can you tell me?"

"T-tell—what?"

"Harus gue perjelas lagi?"

Enggak. Justru Bayu berharap supaya Sandi gak sepeduli ini padanya seperti dulu-dulu. Apalagi caranya bicara gak menyiratkan ketulusan tapi Bayu juga gak mau dicerca lagi gara-gara mengelak.

Jadi, Bayu menceritakan soal Zidan. Termasuk apa yang sudah Bayu usahakan demi mengenyahkan cowok itu darinya juga alasan mengapa Bayu terlihat seenggak berusaha itu yang menyebabkan cowok itu gak berhenti juga.

"Apa lo udah coba lapor?"

"L-lapor ke siapa?"

Jujur, Bayu betulan enggak tahu kepada siapa yang pantas dia menceritakan ini. Makanya dia bertindak sendiri dan terkesan diam saja.

"Ke ketang atau ke kating (kakak tingkat) gitu, atau ke himpunan atau siapa pun yang sekiranya punya jabatan dan peduli."

Bayu tersenyum kecut. "Kemudian membuat gue terlihat jadi orang hiperbolis karena menganggap candaan sebagai hal yang serius?"

"Gue gak nganggap itu sebagai candaan."

"You don't, but the others maybe would." Bayu menghela napas. "Lo gak tahu, dia itu... kayak punya kepercayaan diri yang... bisa dibilang, digunain ke arah yang salah. Ketika gue kehabisan argumen karena ngotot sama bukti, dia bisa aja berkelit dengan mengulang hal yang intinya sama tapi dengan cara yang beda. Lo ngerti maksudnya? Manipulation, you can say."

"...."

"Orang gak akan betul-betul bersimpati kecuali mereka merasakan itu sendiri, atau seenggaknya seseorang yang dekat dengan mereka mengalami itu. Gue kenal banyak orang, dan dia juga makanya kita bisa kenal dan kelihatan baik-baik saja di awal. Dia gak melakukan hal-hal aneh yang dianggap beda sama orang lain. Lo inget mukanya tadi? Seems like a nice person. Lo percaya orang dengan murah senyum kayak dia bisa melakukan hal sinting kayak gitu? Enggak, but you do karena lo lihat ketika jatuh dan ketakutan. Tapi gak semuanya lihat gue begitu. Mereka lihat gue masih baik-baik saja dan dia juga orang yang biasa saja."

"...."

"Gue gak nemu hal yang terbaiknya kayak gimana. Seperti yang gue bilang, selama 3 bulan terakhir dia harmless, dia masih bergerak di batas garis. What can I do? Life as like pretending nothing happened."

Bayu memasukkan bungkus makanannya yang sebetulnya belum habis ke dalam plastik. "Gue udah muak dan gak nemu titik terang. Can we stop this conversation about this? No, we should end this. Please?"

Sandi terdiam sejenak. "Oke, kalau itu yang lo mau."

"Thank you." Bayu menandaskan sisa minumannya dan memasukkannya ke dalam plastik berisi sampah yang lain. Lantas dia meraih uang sebanyak 30 ribu dalam tasnya dan menyerahkannya ke Sandi.

"Apa? Gue bukan psikiater yang buka sesi konseling tadi."

"Gue gak minta dibeliin minuman dan makanan tadi."

"Oh..." Sandi mengerti dan menggeser lagi uangnya ke hadapan Bayu. "Don't need it."

"Gue gak mau kelihatan selemah itu sampai perlu dihibur dengan makanan—"

"Oke. Kalau sikap gue bikin lo merasa direndahkan, gue terima uangnya. Terima kasih kembali."

Bayu agak kesal dengan ucapan Sandi namun dia gak mau berdebat lebih panjang yang sekiranya bakal membuat perasaannya makin hancur lagi.

"Kalau gitu, gue mau pulang. Sekali lagi—"

"Gue anter lo pulang."

"No, please don't—"

"Gue gak ada kegiatan setelah ini dan kosan kita searah kan? Tempat gue bahkan lebih jauh dari tempat lo dan jelas-jelas gue ngelewatin daerah kosan lo."

Sandi menyela kala Bayu membuka mulutnya. "Gue memaksa."

Perlu sekon tambahan buat Bayu berpikir sebelum melepaskan helaan napas.

"Fine then."


ღ。◦◝。


Masih di hari yang sama namun jam yang berbeda. Malamnya Bayu menerima chat dari Zidan dan dia gak perlu repot-repot membacanya karena itu terbaca lewat pop up.

Untuk ke sekian kalinya, Bayu mematikan ponselnya dan log out dari aplikasi chat di laptopnya. Bayu hanya berharap semoga orang-orang enggak mencarinya secara urgensi.

Ponselnya baru kembali dicek kala pagi harinya. Tentu saja notifikasi langsung memenuhi ponselnya termasuk chat dari Daniel.


Daniel
Otw

Bayu
Read | hati-hati


Pukul 7.40 pagi, Daniel sudah datang dengan motornya dan Bayu sendiri sudah bersiap sehingga mereka bisa langsung pergi tanpa perlu membuang waktu. Daniel sudah repot-repot menebenginya dan akan jadi kurang ajar kalau Bayu membuatnya menunggu lebih lama.

"Kemarin lo pulang sendiri kan? Dicegat si kupret itu gak?" tanya Daniel pas di jalan.

"Gue bareng temen gue."

"Yang seunit sama lu? Atau yang sekosan—Tera kalau gak salah?"

"Gue sama Sandi."

"Siapa?!"

"Sandi. Temen se-SD, SMP, SMA, sekompleks sama gue itu!"

"Oh!?" terdengar nada kaget dari sahutannya, tapi Daniel gak menambah sahutan apa pun lagi.

Sebelum-sebelumnya Bayu sering berjalan kaki untuk pulang-pergi kosan ke kampusnya karena cuman menghabiskan waktu 15 menit. Itung-itung olahraga karena semenjak kuliah dia jarang menyempatkan diri untuk olahraga selain saat kegiatan unitnya yakni memanah.

Dengan naik motor, cuman menghabiskan lima menit perjalanan terhitung sampai ke parkirannya.

Bayu menitipkan helmnya di tempat jaga karena belum tentu dia pulang bersama Daniel.

"Kuy, caw, sebelum pak Herman masuk." ajak Daniel yang diikuti Bayu sambil mengecek ponselnya. Persis mereka memasuki kelas, sebuah chat baru masuk yang dibacanya lewat pop up.


Zidan: pacar lo balik ke Daniel lagi?
Zidan: atau yang kemarin pacar kedua?
Zidan: berarti gue ada kesempatan jadi yang ketiga dong


Rasanya Bayu ingin ke ruang kriya, mengambil kapak dan melemparkannya ke Zidan seketika.

[29-04-2021]

Undercover ╏ SooGyu ✓On viuen les histories. Descobreix ara