Part 40🌻

14K 1K 83
                                    

Gelap sudah hidupku ditinggalkan kekasih hati sebaik dirimu.

-Liana Al-matin

===

Setelah selesai 7 hariannya almarhum Gus Fatah, dan malam ini tepat malam kedelapannya pergi dari dunia fana ini. Keluarga ndalem Al-Malik pergi ke PONPES Al-Kausar, karena saat ini Liana tidak bisa ke mana-mana sebab masih dalam masa 'idah. Jadi, Abah kyai memutuskan untuk pergi ke pesantren yang mulai dari sekarang akan dikelola Gus Amru.

Dan posisi keluarga ndalem Al-Malik saat ini berada di ruang keluarga ndalem almarhum Gus Fatah ditemani istri sang pemilik rumah yang sejak 3 hari lalu memutuskan untuk memakai pakaian serba hitam layaknya burung gagak dengan cadar yang menutupi seluruh wajah selain matanya.

Salah satu alasan Liana memakai pakaian besar dan sangat tertutup pun sebenarnya untuk menutupi kondisi tubuhnya yang makin hari makin memburuk. Dan menurutnya juga, dunia tidaklah secerah lagi layaknya pakaian warna-warni miliknya setelah Gus Fatah tak lagi bersamanya.

Namun walau begitu, keterpurukannya itu tak bisa lepas dari mata batin Abah Kyai yang sering kali menatap ke arahnya yang duduk di pojok ruangan bersama salah satu istri mamasnya almarhum Gus Fatah dan juga Holif yang setia menemaninya.

Bahkan, gadis itu pun sering kali menginap di ndalem agar bisa mengingatkan Ningnya untuk makan banyak nan sehat agar janinnya baik-baik saja. Ya, kabar kehamilannya itu bahkan telah menyebar ke seantero pondok pesantren Al-Malik dan Al-Kausar. Dan karena hal itu juga tak sedikit orang yang prihatin atas musibah yang menimpa wanita itu dan si calon jabang bayi yang yatim sebelum lahir.

"Itu loh, Lif. Ning Liananya diambilin apa gitu," ujar Pak Lukman yang sejak 7 hari lalu terus berada di Al-Kausar. Dan malam ini sebenarnya mau pamit pulang ke rumah, namun tahu jika Abah kyai Al-Malik sedang berada di ndalem, ia sekalian bersilaturahmi.

Holif mengangguk malu-malu pada Papanya, karena di sana juga ada Gus Amru yang duduk tak jauh dari Abah kyai. "Ning, Ning Liana mau makan apa? Biar Holip ambilin," bisik Holif saat mata Liana terus menunduk ke arah cemilan yang disajikan di depan setiap anggota keluarga.

Liana menggeleng sambil menoleh sekilas ke arah Holif.

"Amru," panggil Abah Kyai pada anak keempatnya.

"Dalem, Abah?" Gus Amru agak membungkukkan badannya dengan kaki terlipat layaknya perempuan.

"Mau sama Mbak itu enggak?" tanya Abah Kyai sambil menunjuk Holif dengan dagunya.

Gus Amru agak mendongakkan kepalanya untuk melihat ke arah perempuan yang Abahnya maksud. Ia melipat dahinya bingung, kenapa Abahnya malah menjodohkannya dengan Liana yang baru saja ditinggal suaminya.

"Bagusnya bagaimana, Amru ikut Abah." Aslinya hatinya sangat senang jika Abahnya memberi tugas lain selain mengurus pondok kepadanya agar menjadi imam di rumah tangga yang diridhai Allah bersama Liana.

"Gimana Pak Lukman? Anak kamu mau sama Amru enggak?" tanya Abah Kyai menawarkan perjodohan anaknya dengan anak perempuan Pak Lukman.

Gus Amru yang salah paham akan perempuan yang Abahnya tunjuk tadi langsung menganga dengan mata membulat sempurna menatap sarungnya. "Mbak Holif?" gumamnya yang tak didengar siapapun selain dirinya.

Pak Lukman nge-freez beberapa saat mendengar pertanyaan paling membahagiakan yang seumur hidup ini baru pertama kalinya ia dengar. Bagaimana ia tidak bahagia jika putrinya diminta untuk menjadi bagian keluarga orang-orang alim.

"M-mau, Bah," Pak Lukman mengangguk haru dengan mata berkaca-kaca.

Di pojokan sana, Liana hanya terdiam seperti mati rasa walau hampir semua orang di rumahnya selain Ummi Juwariyah dan Gus Amru, pastinya, senyum-senyum sendiri karena sebentar lagi Al-Malik ngunduh mantu.

Gusmu Imamku √Where stories live. Discover now